Melihat diamnya Sean membuat Emanuel mulai curiga jika pria itu sedang berpikir hal aneh untuk dirinya. Meskipun Emanuel sendiri menyadari jika dirinya pasti tidak akan bisa tinggal berdekatan dengan Quiena tanpa kehadiran Sean itu justru akan sangat sulit.
Ketika itu Emanuel mendekati temannya, dan langsung menepuk bahunya Sean sembari bertanya. "Bagaimana? Kamu sudah memutuskan pilihan mana yang tepat yang akan kita pakai, Sean? Aku pikir kamu akan menolak jika aku menjaga Quiena, bukan? Ah sudahlah lebih baik sekarang kamu pergilah kembali bersama dengan Quiena. Aku yakin pasti kamu tidak akan membunuh dia meskipun kamu telah berubah menjadi iblis."
"Tidak akan, aku akan tetap meminta kami untuk menjaga istriku. Karena aku yakin kamu pasti bisa menahan diri agar tidak menyakiti Quiena ataupun berbuat sesuatu kepadanya. Ingatlah bahwa aku adalah raja mu," sahut Sean.
Perkataan itu sungguh membuat Emanuel terkejut sampai dia sendiri tidak mengerti dengan jalan pikirannya Sean. Dia segera menolak sampai ia menarik rambutnya dengan kedua tangannya, lalu berkata. "Aku sudah katakan aku takut, Sean! Jadi, tolong jangan berikan tugas itu kepadaku. Karena aku takut jika harus membuatmu kecewa apalagi aku sudah mengabdikan diriku kepada dirimu sejak dulu. Jadi, sekarang aku mohon dengan sangat supaya kamu menjemput Quiena, dan lupakan kerajaan iblis."
"Aku tidak bisa melakukannya, Emanuel! Kau tahukan siapa diriku lalu kenapa kamu terus bersikeras?! Apa kamu pikir aku akan membiarkan istriku seorang diri di sana atau berada dengan orang lain? Tentu saja tidak, Emanuel. Tapi, aku harus melakukannya sekarang jadi, sebaiknya pergilah karena aku sangat takut jika ada yang tahu dengan keberadaannya itu." Sean murka sampai ia berkata dengan suara yang lantang.
"I'm sorry, Sean, I really can't do all this for you. Order me with another job, but not with this one!" Emanuel dengan cepat menolak perintah, meskipun ia tahu Sean tidak suka jika perintahnya ditolak.
Bergegas pergi agar tidak membuat Sean kesal. Emanuel langsung menghilang, ia berlari dengan cepat meskipun Sean berusaha mengejarnya. Sean yang telah dipenuhi oleh amarah membuat dirinya tidak tahan melihat sikap Emanuel yang susah untuk di atur, apalagi jiwanya kini le ih dominan di kuasai oleh jiwa kegelapan hingga ia cepat sekali marah.
Menatap kearah Emanuel seperti layaknya musuh besar, Sean ingin menerkam teman baiknya itu, dan jika perlu ia akan segera mematahkan lehernya. Namun, Emanuel tidak melawan justru menghindar setiap serangan yang diberikan oleh Sean, meskipun ia merasa sulit jika harus terus-menerus tak memberikan perlawanan.
Tahu akan kekuatan sendiri yang tidak bisa menyaingi kekuatan dari Sean, membuat Emanuel menyerah, dan segera memohon ampun. Emanuel menundukkan kepalanya saat itu, meskipun ia juga mendapatkan tendangan keras hingga tubuhnya melayang sampai menghantam dinding. Lalu Sean menarik kerah baju temannya itu, dan menatap dengan tajam.
"Lakukan sesuai perintah ku."
Ancaman itu sukses membuat Emanuel takut, apalagi di saat ia melihat warna mata Sean yang merah darah. Ada rasa takut ketika melihat Sean yang dulunya begitu penyayang kepada temannya kini jiwa dan pikirannya begitu cepat di kuasai oleh jiwa kegelapan.
"Baik, aku akan menuruti perintah mu." Tak ada pilihan lain selain mengiyakan keinginan dari Sean. Hingga membuat Sean melepaskan pegangannya itu, dan perlahan-lahan warna matanya kini berubah seperti semula.
"Bagus, jika kamu mau menuruti perintah ku. Kalau begitu sekarang aku pergi dulu. Jangan ganggu aku untuk saat ini. Nanti malam kamu harus segera pergi ke tempat Quiena." Raut wajah Sean yang datar membuat dirinya berbicara seperti patung yang sedang dikendalikan.
Emanuel hanya bisa menganggukkan kepalanya saat itu tanpa ia berani menjawabnya lagi. Namun, perkataan itu membuat Emanuel curiga jika jiwa Sean bukan hanya dikendalikan oleh jiwa kegelapan melainkan ada jiwa lain yang sedang menguasai tubuhnya. Apalagi ketika melihat warna mata milik Sean yang sekarang sudah berubah warna menjadi merah darah, padahal sebelumnya Emanuel mengingat di saat malam bulan purnama tiba kalau warna mata milik Sean hanya setengah yang berubah menjadi merah, dan biru tetap ada.
Secara diam-diam Emanuel mengikuti jejak Sean, apalagi dia yang memiliki jiwa menjadi angin setelah belajar banyak dari leluhurnya dulu, ditambah ia sering sekali melakukan pertapaan agar bisa berkomunikasi dengan leluhurnya terdahulu. Terlihat Sean di dalam kamarnya hanya berdiri di depan kaca besar tanpa berkata apapun, dan itu membuat Emanuel semakin curiga jika jiwa Sean memang sedang di kendalikan.
Dengan cepat Emanuel pergi dari sana agar aroma tubuhnya tidak bisa tercium oleh Sean. Hal itu benar-benar membuat Emanuel semakin takut dan khawatir sampai membuat dia semakin cemas hingga ia bolak-balik di dalam kamarnya sendiri.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Sikap Sean sangat aneh ketika marah, bahkan dia langsung cepat marah hanya karena permintaannya aku tolak. Padahal dulu aku bisa mengejeknya bahkan berkata dia orang paling bodoh. Tapi sekarang, dia hampir saja membuat nyawaku menghilang. Apa mungkin ada jiwa lain yang telah merasuki tubuhnya? Jika itu memang benar maka aku harus lebih dulu tahu sebelum malam bulan purnama tiba, karena itu akan membahayakan dirinya sendiri. Aku takut jika jiwa itu akan semakin membuat dia tidak lagi mengenali dirinya sendiri. Tapi, aku harus melakukan apa sekarang?" gumam Emanuel dalam kecemasannya.
Ketika sedang mondar-mandir di dalam kamarnya membuat Emanuel menemukan sebuah solusi dalam pemikirannya itu, meskipun ia belum yakin jika itu akan membantu. Namun, ia harus mencari tahu sesuatu terlihat dahulu. Sebelum pergi keluar dari kamarnya, Emanuel mengintip agar tidak ada Sean yang akan mengikutinya.
"Aman, sebaiknya aku harus segera ke dalam ruangan itu. Ruangan tempat di mana aku menemukan jati diri sean."
Emanuel segera berlari dengan mengunakan kekuatannya agar bisa segera tiba di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh banyaknya lukisan mereka bertiga. Meskipun ruangan itu pernah Emanuel masuki, namun sekarang ia akan mencari bukti lain agar bisa melihat jiwa mana yang sedang merasuki tubuh Sean. Tiba di dalam sana, Emanuel segera beranjak pergi ke dalam rak buku yang juga berada di satu ruangan yang sama dengan tempat lukisan.
Ia mencoba mencari petunjuk, apalagi di dalam rak buku tersebut biasanya banyak menyimpan sejuta rahasia yang tidak banyak diketahui oleh bangsa vampir ataupun bangsa lain. Begitupun dengan nama-nama serta keturunan dari bangsa vampir yang juga tersimpan di dalam sana. Begitu lama Emanuel mencari hingga membuka satu persatu buka, dan hasilnya tetap sama tidak ada apapun yang ia temukan.