Daniel tersenyum lembut dan mengangguk ".. Sebagai ucapan terima kasih, biarkan aku mentraktir kalian.." jawabnya.
Elise mengerut kening tidak suka "Tapi, kami bisa membayarnya sendiri, kenapa kau harus repot?" Tolak Elise sopan.
Daniel tertawa singkat lalu menggeleng "Tidak apa-apa, aku memang biasa seperti ini bersama teman-temanku!"
"Tapi kita baru kenal!"
Daniel tersenyum menenangkan "Sudah tidak apa-apa!"
"Jangan di tolak! Rezeki anak Soleh, lagi pula nggak ada doa menolak rezeki kan?" Kata Arka dengan senyum lebar.
Elise melotot kesal pada Arka dia masih marah. Arka yang mendapat tatapan tajam langsung menoleh ke arah lain sambil bersiul-siul tipis. Daniel yang melihat itu tertawa.
...kakak beradik yang menarik..
Elise tampak ragu, namun akhirnya dia pun sedikit membungkuk kan badan "..Baiklah! Kalau begitu terima kasih banyak! Daniel.." ujarnya sopan.
Daniel melambaikan tangannya tanda tidak perlu terlalu sopan "Tidak perlu berterima kasih." Daniel menatap Arka "Setelah ini kalian berdua mau ke mana?"
Elise melirik sekilas pada kakaknya yang super menyebalkan yang sejak tadi selalu mencari kesempatan untuk membuatnya pergi dengan Daniel.
"Kami mau langsung pulang." Kata Elise.
"Wah, baiklah, kalau begitu aku juga akan kembali ke hotel. Sampai jumpa besok pagi Elise.." kata Daniel dan bangun dari duduknya melangkah menuju jalan dan menyetop taksi.
"Ayo, Kakak... Kita pulang!" ajak Elise pada kakaknya lalu bangun dari duduknya dan melangkah ke arah mobil.
"Elise! Tunggu sebentar!" teriak Arka setelah mereka jauh dari kedai itu.
"Ada apa lagi kak?!" tanya Elise seolah tidak terjadi apa-apa.
"Kenapa kita tidak mengantarnya pulang ke hotel! Padahal dia sudah mentraktir kita makan.." kata Arka yang selalu mengingat kebaikan orang.
Elise melotot pada kakaknya "Apa masih belum puas! Setelah kau permalukan adik mu, masih ingin menempel terus dengannya? Apa maksud kakak bicara seperti itu! Kakak sungguh keterlaluan!" Elise benar-benar marah, namun Arka tetap saja menyikapi dengan santai.
"Adikku sayang! Bersantailah sedikit, aku melakukan semua ini karena kau adalah adikku satu-satunya, aku hanya ingin kau bahagia, tidak sedih lagi setiap pulang dari luar kota." Jawab Arka ringan "Lagi pula belum tentu dia masih mengingat mu! Mungkin dia sudah memiliki kekasih!".
Elise terdiam setelah mendengar penjelasan Arka, dia tahu maksud kakaknya baik. Jadi Elise menyudahi masalah yang baru saja terjadi itu lalu memeluk kakaknya, mendengar detak jantung kakaknya yang sama dengan miliknya "Terima kasih.." gumamnya lirih.
Arka tersenyum tipis "Terima kasih untuk apa?
"Karena kakak sudah memperhatikan ku begitu banyak!"
"Siapa yang memperhatikan mu begitu banyak! Kakakmu ini sangat sibuk hingga tidak punya waktu untuk memperhatikan mu. Adik kecilku ternyata sangat percaya diri.." Arka tersenyum jahil, lalu kembali mengingatkan adiknya "Ingat besok di taman kota jam sepuluh pagi! Semangat adikku sayang.." tambah Arka dan mereka pun masuk ke dalam mobil.
"Kakak!!!" Elise merengut, lalu menggerutu tidak jelas sambil menutup pintu mobil.
****
Cahaya kuning kemerahan di antara guratan awan tipis yang menjadi pemandangan indah di hadapan matanya itu semakin memesona. Elise menyandarkan tubuh di sofa dengan sebelah tangan memegang secangkir coklat hangat, dia menatap keluar jendela menikmati suasana sore. Tidak terasa sudah hampir tiga empat tahun sejak dia kembali dan meninggalkan cintanya di kota penuh kenangan. Setiap kali melewati bandara dia selalu berharap bisa melihat wajah itu sekali lagi dari jauh. Meskipun setiap kali dia melakukan itu hanya sia-sia saja. Apakah benar seperti yang di katakan kakaknya kalau dia mungkin saja sudah melupakannya atau lebih parahnya lagi telah memiliki kekasih.
Elise menghela napas. Menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan semua pikiran-pikiran yang mulai berusaha menyusup masuk ke otaknya. Ini semua karena bisik-bisik dari kakaknya. Membuat kepalanya terasa pusing, dan tenggorokan nya mendadak kering kalau kakaknya selalu mengingatkannya tentang masalah yang satu itu.
Elise menatap coklat hangatnya yang sudah hampir dingin dan menyesapnya perlahan, seteguk demi seteguk, tapi tidak mampu membantu menghilangkan rasa pusing di kepalanya. Namun, setidaknya sedikit membantu membasahi tenggorokan nya.
Elise kembali menghela napas dan mengangkat wajahnya, menatap ke luar jendela, hari sudah mulai gelap, matahari sudah mulai bersembunyi di gantikan oleh bulan. Suara jangkrik berderik nyaring dari arah hutan, lampu-lampu di taman bunga mulai menyala warna warni di penuhi oleh cahaya indah. Saat malam meskipun villa tempatnya tinggal terasa sunyi dan hanya ada pengawal, kakaknya, serta pengurus rumah, tidak membuatnya kesepian jika melihat taman bunga yang indah di luar sana, meskipun saat malam hari.
Setidaknya dengan melihat pemandangan itu bisa membantunya menghilangkan perasaan rindu yang terus masuk ke dalam hatinya. Elise memejamkan matanya sejenak, lalu bangun dari duduknya ketika ponselnya berbunyi, dengan malas dia meraih ponsel tersebut yang tergeletak di atas meja dan melihat layarnya.
Daniel, gumamnya setelah mengetahui siapa yang menelepon. Kemarin karena berjanji akan pergi ke taman kota, dia terpaksa bertukar nomor ponsel dengan pria tampan itu.
"Halo, Daniel?" sapanya setelah ponsel di tempelkan ke telinga "Ada apa?"
Daniel tertawa pelan "Apa aku mengganggumu?"
"Tidak!" jawab Elise pendek.
"Lalu,, apa kau sibuk malam ini?" suara Daniel terdengar lembut di seberang telepon.
Elise mengerut kening "Tidak juga, hanya bersantai menikmati sore.." jawabnya ringan "Memangnya ada apa, Daniel?"
"Kau mau menemaniku ke toko baju? Bisa bukan? Ayolah Elise, aku ingin membeli hadiah untuk seseorang.."
Elise terlihat berpikir sambil mengetuk-ngetuk jari telunjuknya ke dagu "..Bagaimana ya?"
"Ayolah Elise.. temani aku. Mau ya?" suara di seberang sana merengek-rengek.
Elise tidak tahu apakah dia harus tertawa atau tidak, karena sekilas terlihat penampilan pria itu sangat dewasa tapi kenyataannya masih ke Kekanakan, mungkin usianya tidak jauh beda dengan cinta pertamanya. Arsen.
"Elise..?"
"Kenapa tidak besok saja?"
"Aku tidak mau membawa kantong belanja saat jalan-jalan bersama mu!" alasannya "Mau ya?"
Elise menghela napas, lalu mengangguk pelan. Meskipun dia tahu kalau Daniel tidak bisa melihatnya. "Baiklah. Jam berapa!? Di mana? Lagi pula aku juga jadi ingin berbelanja karena mu!"
"Jam tujuh di depan pintu masuk mall kota!"
"Oke! Kalau begitu aku akan ke sana! Tunggu aku di sana!" sahut Elise lalu memutuskan panggilan telepon.
****
Sosok tinggi itu berjalan cepat menuju mall yang hanya tinggal beberapa meter lagi dari tempatnya, udara malam begitu dingin mungkin karena akan turun hujan. Sosok itu menoleh kiri kanan, dia baru saja sampai hanya sempat melepaskan seragam kerjanya saja, dan memakai baju kaos polos di balut jaket putih, setelah melakukan penerbangan pertama dia langsung mendapat jadwal ke kota itu lagi. Kota yang selalu membuatnya terasa sangat dekat dengan gadis itu meskipun dia tidak bertemu dengannya. Tapi dia berharap satu kebetulan saja bisa mempertemukan mereka kembali.
Awalnya dia mengajak temannya untuk pergi makan malam, tapi sialnya temannya itu sudah memiliki janji dengan orang lain, dan tidak mau mengajaknya padahal mereka pergi ke mall yang sama.
"Dasar tidak setia kawan!"