Declan masih menimbang-nimbang antara dia menerima tawaran pemuda tak dikenalnya ini untuk masuk ke dalam ataukah dia kembali naik helikopter bersama Roxy.
Dia tidak ingin berlama-lama disini, namun dia harus mencari tahu siapa dan apa tujuan pemuda ini menyelamatkan Roxy.
Tidak lama kemudian, dia merasakan sebuah tarikan halus pada kain lengan mantelnya.
"Declan, dia adalah teman lamaku. Kita bisa memercayainya." mendengar ucapan Roxy, Declan mengangguk sekali sembari memberikan senyuman lembut ke arahnya.
Sungguh ajaib sekali. Padahal Declan tidak bersuara, namun Roxy mengerti apa yang menjadi kekhawatirannya.
"Tidak. Kalian tidak bisa mempercayaiku."
Roxy menatap tajam ke arah Ezzo, menanggapi argumen kontradiktif pria itu. Dia merasa jengkel karena Ezzo tidak mau bekerja sama dengannya. Namun, pria yang menjadi target rasa kekesalan Roxy hanya menyeringai nakal padanya.
Declan mengamati pria itu, terutama melihat tato yang mencuat dari leher pria itu.