Chereads / A Year With You - First Choice / Chapter 2 - Cute Girl Next Door

Chapter 2 - Cute Girl Next Door

Tekan sekali. Tekan dua kali. Bel rumah berdenting setiap kali ia menekannya. Memunculkan suara agak kencang hingga ke luar ruangan.

"Selamat sore? Apa ada orang di rumah?" Seorang gadis yang berada di depan pintu rumah tetangganya mengeluarkan suara dengan lantang.

Untuk beberapa saat, masih tak ada jawaban. Gadis itu sabar menunggu seseorang menyaut dari dalam.Tombol putih yang berada di samping pintu berbentuk lonceng kembali ditekannya.

"Um... Permisi? Saya Elvira, tetangga yang baru pindah di sini! Ada sedikit kue manis untuk tanda perkenalan dari keluarga saya, tolong diterima!" Katanya.

"Kalau tidak ada orang, akan saya taruh saja di--,"

Ucapannya terhenti. Seorang gadis yang tampak sebaya dengannya keluar dari dalam ruangan. Elvira tidak begitu jelas melihat karena wajahnya yang tertutup dengan tudung jaket berwarna abu-abu. Ia juga agak menunduk saat membukakan pintu.

"Ada apa...?" Tanyanya dengan suara pelan.

Elvira agak gelagapan karena terkejut. Ia segera berdehem dan berusaha bersikap normal kembali.

"Aku Elvira, tetangga yang baru pindah di depan rumahmu. Salam kenal!"

Gadis dengan tudung jaket terdiam sejenak. Sebagian tubuhnya masih berada di dalam dan tertutup pintu. Tangannya yang pucat mengencangkan pegangan di ujung pintunya, wajahnya semakin tertunduk.

"Aku Nirmala. Salam kenal juga... mungkin,"

Nirmala tampak menghindari kontak mata dan tak senang melihat kedatangannya. Ia begitu lusuh dan lemas dalam bicara. Ini mungkin pertama kalinya mereka bertemu, tapi Elvira merasa ia telah tak disukai oleh tetangganya.

"Apa kamu membenciku?" Kalimat dalam batinnya terlontar.

Elvira tidak bermaksud mengatakannya dengan lantang. Akan terdengar aneh rasanya menanyakan secara langsung hal itu pada orang yang tak dikenalnya. Ia memalingkan wajah, menutup mulutnya dengan sebelah tangan, merasa malu.

"Maaf, lupakan saja ucapanku yang tadi!" Ia tertawa canggung. "Aku suka asal bicara..."

"Iya, ah, maksudku... T-tidak, bukan seperti itu. Aku suka menghindar dari orang lain, tapi bukan karena aku membencimu!" Ia gelagapan. Karena tersentak, tubuhnya sedikit mundur dan pintu semakin lebar terbuka.

"Maaf, aku hanya tidak terbiasa dekat dengan orang asing. Kepribadianku suram dan membosankan. Jadi, uh... kau mungkin akan terganggu dan tak menyukaiku. Sekali lagi, maafkan aku!"

Nirmala menunduk sesal untuk beberapa saat. Tudung jaketnya turun ke belakang saat dia kembali tegap.

Elvira terperangah melihat parasnya. Mereka sama-sama perempuan, tapi ia akui bahwa Nirmala begitu cantik. Tidak, bukan cantik. Ia indah, memukau.

Rambut dan kulitnya begitu putih. Bukan pucat seperti dirinya, Nirmala memiliki kulit seputih porselen, tampak bagai boneka mannequin hidup. Matanya terlihat seperti kaca patri, berkilau dan berwarna terang.

Elvira mengira gadis tetangganya adalah orang negara asing, jika ia ia tidak lebih teliti melihat rambut dan alis gadis itu yang berwarna putih pucat. Ia memakai kacamata, tapi Elvira bisa melihat pandangan matanya yang tak fokus dan sedikit juling. Satu-satunya yang tampak kontras adalah pipinya yang merona merah.

"Albino...?" Ia bergumam. Namun Nirmala mendengarnya.

Gadis itu panik dan segera menutup kepalanya dengan tudung jaket hingga di bawah mata.

"Maaf, aku memang aneh. K-kalau membencinya, mohon cepat pergi dan lupakan saja keberadaanku sebagai tetanggamu...!" Suaranya bergetar.

Elvira merasa ini salahnya tetangga barunya jadi tak nyaman. Seharusnya ia tidak perlu banyak ingin tahu. Ia hanya perlu memberi kuenya dan pulang, sebelum itu ia juga bisa pergi membeli es krim yang ingin dia beli di taman kota.

Tapi sekali lagi, hatinya lebih lantang membuat tindakan dibanding akal pikiran.

"Kamu sangat cantik! Aku cuma terkejut karena ini pertama kalinya aku bertemu seorang albino di hidupku. T-tapi itu bukan hal buruk! Aku ingin kita menjadi teman akrab untuk kedepannya... Kamu mau, 'kan?"

Nirmala membatu. Matanya membola kaget, ia tak percaya mendengar hal itu.

"K-kalau tidak mau, tidak apa-apa! Aku tidak memaksamu..."

Elvira mendengar suara tertawa. Ia menatap Nirmala dengan kebingungan. Mulutnya bisu, diam terpaku. Pandangan gadis itu tidak lagi suram. Matanya teduh dengan senyum tipis di bibirnya.

"Baru pertama kali ada seseorang yang bilang seperti itu--, ah tidak. Setelah dipikir-pikir, sudah lama ada seseorang yang mengajakku berteman lebih dulu. Aku senang."

Elvira berbinar, wajahnya kembali cerah. "Itu bagus! Mulai sekarang, ayo menjadi akrab!"

Ia menyerahkan kue manis yang ada digenggamannya pada Nirmala. Nirmala tak sempat untuk bertanya dan menolak. Sekantung penuh beraneka ragam kue kering sudah ada di genggamannya.

"Sebenarnya aku datang hanya untuk memberikan ini. Maaf kalau selebihnya aku mengganggumu."

"Tidak, aku tidak terganggu. Selain itu, kita jadi berteman. Kurasa tidak ada yang buruk dari itu." Balas Nirmala.

Elvira tersenyum lebar. Ia memikirkan hal menarik yang ingin ia lakukan dengan teman barunya.

"Oh, iya. Apa kamu mau ikut aku besok untuk jalan-jalan dan beli makanan ke taman kota? Niatnya aku mau pergi sekarang. Tapi sudah mau gelap, aku takut tidak ada waktu banyak untuk berkeliling." Tawarnya.

Awalnya Nirmala ragu dan ingin menolak. Cuaca dan suasana di luar rumah tidak cocok untuknya. Tapi hatinya tak ingin mengecewakan si teman baru. Nirmala mengangguk kecil sebagai balasan.

Elvira bertepuk tangan senang, "Asyik! Aku ingin jalan-jalan dan mengenal banyak tempat di sini. Kamu tidak keberatan untuk itu, 'kan?"

Geleng, "Tidak! Aku sudah lama tidak jalan-jalan ke luar rumah. Itu juga hal yang bagus untukku menikmati udara luar... bersama teman."

Senyum Nirmala semakin membuatnya cantik. Kata Elvira, dari "cantik saja" menjadi "paling cantik". Nirmala lebih cocok tersenyum dibanding menunduk suram. Ia jadi semakin terlihat seperti gadis remaja yang terkenal dan banyak dikagumi. Idola semua orang. Pasti banyak laki-laki yang jatuh cinta dan "mengaku" padanya!

"Apa kamu murid SMA? Tahun ini aku akan jadi murid kelas 1 yang baru. Kamu tahu SMA S? Aku sekolah di sana saat tahun ajaran baru tiba sebentar lagi."

Nirmala berbinar. "Benarkah?! Hebat sekali! Aku, aku juga akan sekolah di sana! Ini juga tahun pertamaku."

"Syukurlah! Aku jadi tidak begitu gugup lagi setelah mengetahuinya. Setidaknya ada seseorang yang ku kenal di SMA nanti."

"Kupikir setelah pindah jauh dari rumah lamaku, semua harus dimulai dari nol lagi untuk berbaur dengan teman. Tapi, aku lega karena sekarang ada Nirmala yang menjadi tetangga sekaligus teman sekolahku."

Nirmala mendengarkan, ia menggeleng. Tatapannya begitu serius.

"Aku yang lebih merasa bersyukur karena Elvira mau berteman denganku! Semoga kita ada di kelas yang sama. Ah, tapi kalau pun tidak sekelas, aku tetap akan menjadi teman akrab Elvira!" Katanya.

Elvira terkekeh kecil, membuat rona merah di pipi Nirmala hadir sebab merasa salah bicara.

"A-ada apa?" Tanyanya gugup.

"Tidak, tidak apa. Nirmala orang yang lucu. Aku suka semangatmu." Ujarnya tulus.

Nirmala ikut tertawa kecil. Ia menggaruk pipinya malu.

"Um... Lala!"

"Huh? Apa?"

"Lala," Ulang Elvira. "Aku boleh memanggilmu begitu, 'kan?"

Nirmala agak canggung mendengarnya. Tapi ia tidak menyangkal betapa senangnya dirinya memiliki nama panggilan dari seseorang. Ia merasa begitu berharga. Ini lucu, padahal mereka bertemu tak lebih dari setengah jam terakhir.

Gadis berkulit serba putih itu mengangguk. Elvira bernapas lega mendapat jawabannya. Sebenarnya agak ragu juga dirinya untuk bertanya hal itu. Ia takut dianggap sok akrab dan mengganggu.

Karena faktanya, ia pun tidak terlalu pandai dalam berbaur. Satu hal yang ia sadari adalah kemampuannya dalam bertingkah akrab dan meramahkan diri pada siapa pun yang ia ajak bicara.

"Kalau begitu... Elle." Giliran Nirmala yang memanggilnya. "A-apa itu nama panggilan yang bagus?"

Elvira mengangguk semangat. Ia senang mereka berbagi nama kecil satu sama lain sekarang. Ia juga tak segan meminta nomor ponsel Nirmala untuk berhubungan lebih mudah kedepannya. Mereka berbincang lebih lama dari yang ia perkirakan.

"Aduh, gara-gara asik berbincang dengan Lala, aku lupa harus ke rumah tetangga lain! Aku pergi dulu, ya! Sampai jumpa esok!"

Ia berbalik dan berpamitan. Berlari ke dalam rumah setelah mengunjungi rumah-rumah tetangga lain untuk memberi kue manis sebagai tanda perkenalan.

"Sampai jumpa!" Balas Nirmala dengan suara kecil. Ia tak yakin Elvira akan mendengarnya atau tidak.

Nirmala masuk ke dalam dan menutup pintunya rapat setelah ia ditinggal sendiri di luar rumah. Tangannya meremas kue pemberian tetangga barunya erat. Bibirnya melengkung ke atas, merasa senang telah memiliki teman yang baik.