Azalea membulatkan mulutnya. "Aku jadi penasaran, dulu kamu kuliah dimana?"
"Harvard," Marko terdiam sebentar. "Sesuai permintaan ayahku," tambahnya pelan.
Alis Azalaea meninggi. "Bukankah tadi kamu juga bilang bahwa kamu belajar piano atas permintaan ayahmu juga?"
Marko bahkan baru sadar dia menyebutkan hal itu. "Benar," jawabnya enggan. Dia merasa dia sudah membuka beberapa hal yang tidak layak dia ceritakan pada Azalaea.
Azalaea terdiam sejenak. "Apa kamu terbiasa diatur oleh ayahmu?"
"Iya, sejak aku lahir."
"Pasti menyebalkan," gerutu Azalaea sambil mendengus. "Aku tidak bisa membayangkan jika seumur hidupku diatur oleh ayahku."
Apa yang ayah Marko lakukan padanya tidak layak disebut menyebalkan. Tapi Azalaea tidak perlu tahu hal itu. Marko menegakkan tubuhnya. Mendadak seperti ada pintu yang tertutup otomatis dalam kepalanya. Dia tidak ingin membicarakan masalah ayahnya lagi. Terutama dengan gadis ini. "Jadi, kamu mau mengunjungi kebun Forrester atau tidak?"