Chereads / Rabel mission / Chapter 4 - Chapter 4

Chapter 4 - Chapter 4

Spar P.O.V

____________

"Dimana aku?", Tanyaku kepada si wanita bertopeng itu.

"Dirumahku", Jawabnya sambil melangkah mendekatiku.

Aku berusaha duduk di ranjang, dan aku mulai menyadari ada hal yang aneh yaitu semua bagian tubuhku menjadi robot.

"Apa-apa ini?!", Aku sangat terkejut.

"Sebenarnya kau sudah mati di industri listrik, untungnya hanya kepalamu saja yang masih utuh, sementara bagian tubuhmu yang lain telah jadi debu. Kemudian aku aku sambung kepalamu ke tubuh robot buatanku. Lalu aku manfaatkan memori di dalam otakmu untuk membangkitkanmu dari kematian. Bisa dibilang kau sekarang adalah sebuah robot yang memiliki ingatan semua kejadian di masa lalumu. Jadi sebenarnya kau ini bukan lagi manusia", Kata si wanita itu.

"Kau ada benarnya, mana mungkin aku bisa selamat dari ledakan dahsyat di industri tadi. Aku juga bersyukur untuk bisa kembali hidup hanya dengan mengandalkan memori di dalam otakku", Kataku.

"Bagaimana jika memoriku hancur atau hilang, apakah aku akan mati?", Tanyaku kepadanya.

"Memori dirimu yang sebagai Spar Clinton akan sirna, dan menjadi robot sepenuhnya. Jadi tak ada bedanya dengan kematian", Jawab si wanita itu.

"Dari mana kau tau namaku?", Tanyaku penasaran.

"Aku retas hp mu, dan mencari identitas aslimu", Jawabnya.

"Dari sejak kapan kau menguntitku", Tanyaku dengan menatap tajam.

"Sejak kau berada di dalam rumahku"

"Bagaimana caranya kau meretas hp ku?"

"Tak perlu kau tau"

"Sepertinya kau adalah si teroris itu, ya?", Tanyaku.

"Memang benar, dan sepertinya kau memiliki tujuan yang sama sepertiku. Menggulingkan pemerintah", Jawab si wanita itu.

"Bagaiman kita bekerja sama saja. apakah kau mau?", Tawarku.

"Dengan senang hati", Jawab si wanita itu sembari melepas topengnya. Paras wajahnya imut serasi dengan rambut pirangnya yang pendek itu. Kulitnya juga putih bersih, tapi tak kusangka perempuan semanis dirinya menjadi seorang teroris.

"Berapa umurmu?", Tanyaku.

"19 tahun", Jawabnya.

"Hahahha. masih muda sekali untuk menjadi seorang teroris. Kau tidak punya cukup pengalaman, nak", Ledek ku.

"Aku sudah menjadi bounty hunter sejak umurku menginjak 14 tahun. Aku sudah lumayan berpengalaman", Balasnya tidak terima.

"Kenapa orang tuamu mengizinkanmu?", Tanyaku.

"Aku yatim piatu. aku diurus oleh paman dan bibiku. Pada saat aku berusia 14 tahun aku ingin menjalani hidupku dengan mandiri. Maka dari itu aku meminta izin kepada paman dan bibiku agar aku menjadi bounty hunter. Awalnya mereka menolak, tapi aku memberitahu maksudku ingin menjadi bounty hunter kepada mereka. Setelah lama aku rayu, akhirnya mereka mengizinkan. Kemudian aku pergi ke kantor pusat bounty hunter di kota. Lalu aku mendaftarkan diriku menjadi seorang bounty hunter. Ternyata tak sedikit pula orang dengan seumuran yang sama denganku menjadi bounty hunter, bahkan ada yang lebih muda dariku. Dari sejak itu aku menjalani tugasku menjadi seorang bounty hunter", Jawabnya dengan panjang lebar.

"Rasanya tidak imbas jika hanya kau yang mengetahui namaku. Boleh aku tau siapa namamu?", kata ku

"Kau bisa memanggilku Alexa", Katanya.

"Apa rencanamu selanjutnya, teroris?", Tanyaku kepada Alexa.

"Saat ini orang-orang mengira kita sudah lenyap atas ledakan di industri tadi. Jadi untuk ini aku belum memikirkan rencana selanjutnya", Jawabnya.

"Kau mau tau cara ampuh untunk menggukingkan presiden?", Kataku.

"Apa itu?", Alexa menatap penasaran.

"Banyaknya huru-hara di sana-sini dengan maksud menggulingkan pemerintahan", Jawabku.

"Apa maksudmu. aku tidak mengerti", Tanya Alexa.

"Kau tau sejarah negara indonesia tahun 1998?", Tanyaku.

"Itu sudah beribu-ribu tahun lamanya, Jelas aku tidak tau. Lagi pula kita sudah memulai peradaban baru di mars, dan meninggalkan semua hal yang ada pada bumi. Hanya segelintir orang saja yang masih memperlajari bumi", Jawab Alexa.

"Pada saat itu indonesia mengalami berbagai kerusuhan. Pembunuhan, penjarahan, penculikan, pemerkosaan, pembantaian ras tionghoa, pembakaran, dan kerusuhan yang lainnya", Jelasku.

"Jadi apa yang harus kita lakukan?", Tanya Alexa.

"Saat ini kita harus membuat sekelompok pemberontak dari kalangan masyarakat dan para penjahat dibawah kepemimpinan kita. Kau buat kelompokmu sendiri dan aku membuat kelompokku sendiri dengan tujuan yang sama yaitu memberontak pemerintahan. Maka pemerintah akan lebih berfokus menghadapi kelompok pemberontak yang kita buat, dan akan mengabaikan rencana mereka mendeklarasikan perang ke negara-negara lain", Jelasku.

"Apa kau tau motif dari pak presiden yang ingin mendeklarasikan perang ke negara-negara lain?", Tanya Alexa.

"Mungkin haus akan kekuasaan atau ada rasa kebencian tersendiri", Jawabku.

"Kita lanjutkan besok, aku ingin beristirahat", Kata Alexa sambil menginggalkan ruangan.

Setelah ia meninggalkan ruangan, aku kembali berbaring di ranjang. Aku berusaha memejamkan mataku, namun tetap saja aku tidak bisa tertidur, aku lupa bahwa sekarang aku bukan lagi manusia.

Sampai hari esok tiba, aku tetap masih dalam keadaan masih terjaga. Aku bangun dari ranjang dan mulai berjalan menggunakan kaki baruku. Setiap kali ku langkahkan kakiku, aku benar-benar tidak merasakan apa-apa. Kemudia aku mencoba menggerakan bagian tubuhku yang lain. Sungguh aku tidak merasakan apapun. Lalu aku mencoba melukai tubuhku dengan sebuah besi yang tergeletak di lantai. Namun tetap saja aku tidak merasakan apa-apa. Ku coba memukul wajah dan kepala ku berkali-kali, lagi-lagi aku tidak merasakan sakit sedikit pun. Ini seperti bermain video game FPS. Kemudian aku berkeliling ke setiap sudut rumah Alexa. Seperti rumah biasa pada umumnya, ruang keluarga, ruang tamu, ruang makan, dapur , televisi , dan lain-lain. Aku duduk di sebuah sofa yang menghadap ke arah televisi. Ku nyalakan televisi itu dengan remot yang berada di atas sofa. Seperti biasa aku mencari siaran berita terkini. Betapa terkejutnya diriku ketika melihat bapak presiden yang sedang disiarkan berita itu mengatakan bahwa ia menyatakan perang terhadap negara Jormo, Alfie, Belove. Peperangan ini dimulai sangat cepat begitu saja tanpa diberikan tanda-tanda. Bapak presiden juga telah mengerahkan semua tenaga militer untuk bersiap berperang. Ini benar-benar diluar prediksi ku.

"Apa!", Ujar Alexa yang tiba-tiba datang.

"Kita harus segera cepat bertindak", Kataku.

Tiba-tiba Alexa menyambar jaket birunya yang tergantung di sebuah gantungan dekat pintu keluar. Aku pun mengikutinya, namun aku masih kaku menggerakan tubuh baruku ini. Ku terus coba berlari, tapi masih tetap kesulitan. Di saat aku berhasil keluar rumah, dan menutup pintu, terdengar suara motor. Ternyata Alexa sudah menaiki motornya.

"Ayo cepat naik!", Sahut Alexa kepadaku.

Aku pun menaiki motornya.

"Kita akan kemana?", Tanya dia.

"Kita pergi ke distrik 0.1", Jawabku.

"Ketempat terbuang itu?", Tanya Alexa memastikan.

"Ya", Jawabku.

Aku pun dikejutkan oleh Alexa yang mendadak menjalankan motornya dengan kencang. Aku terus memeluk erat-erat ke badan seorang gadis yang lebih muda dariku itu. Setiap jalan yang kami lewati sudah banyak dipenuhi oleh para tentara-tentara dengan mengenakan armor yang sangat keren dan terlihat kuat. Mereka membawa kendaraan-kendaraan perang yang bentuk-bentuknya sangat aneh, ada yang seperti laba-laba, ada yang seperti burung, dan bahkan ada yang seperti bentuk ular yang besar. Mereka berjalan dalam barisan. Setiap papan siaran yang berada di jalan-jalan menampilkan wajah si bapak presiden, Semua layar kaca di kota menampakkan wajah jelek si keparat itu.

Setelah menempuh perjalanan dengan kecapatan tinggi, akhirnya kami pun sampai di distrik 0.1. Distrik ini begitu kumuh dan tidak pernah diperhatikan kondisi distrik ini oleh pemerintah, seakan-akan dibuang begitu saja dan memang begitu nyatanya. Distrik ini dipenuhi oleh para gelandangan dan orang-orang jahat. Pasien-pasien rumah sakit jiwa dikota yang benar-benar tidak bisa diobati, dipindahkan di sini. Ditelantarkan pemerintah, tidak ada polisi, tidak ada keamanan dan pengawasan, tidak ada peraturan, inilah distrik 0.1.

"Berhenti!!", Teriak seseorang kepada kami di arah depan.

Ternyata kami di hadang oleh sekelompok bandit. Mereka membawa senjata rakitan dan se-ekor anjing yang dimana bagian tubuh bawahnya terbuat dari robot sedang bagian tubuh yang lain berlapis kulit dan daging, semana tubuh anjing biasanya.

"Menyingkirlah!", Ujar Alexa kepada Mereka.

"Cap!", mendadak Sebuah benda menancap ke leher Alexa dari arah belakang.

"Spar tolong aku, aku tidak bisa bergerak!", Ujar Alexa meminta pertolongan kepadaku.

Aku mencoba menggerakan tubuhnya.

"Percuma, jika sudah terkena benda itu, dia akan mematung. Dia hanya bisa berbicara dan mendengar saja", Kata salah satu dari mereka itu. Dia seorang pria bertubuh kekar, tingginya sekitaran 193-195 cm, model rambutnya messy hair berwarna hitam, mengenakan jaket kulit berwarna biru, matanya berwarna hitam, memakai sepatu berwarna hitam.

"Hajar mereka", Kata pria itu kepada teman-temannya.

Mereka pun langsung menyergapku, aku di tarik ke tanah sedangkan Alexa di gotong bersama-sama oleh mereka. Dalam keadaan itu, Alexa berteriak memaki-maki para bandit yang menggotongnya. Aku sempat mendengar sayup-sayup percakapan para bandit itu yang ingin memperkosa Alexa. Aku pun segera berusaha bangkit dari tanah, dan mencoba berlari ke arah mereka. Namun sialnya diriku, saat aku mencoba berlari dengan susahnya, si pria jaket biru tadi langsung menendangku keras-keras. Aku pun tersungkur di tanah. Di saat aku terjatuh, aku melihat para bandit itu sedang berusaha melepas pakaian Alexa. Teriakan Alexa semakin keras dan nyaring. Aku berusaha bangkit kembali, kali ini aku langsung berlari ke arah para bandit yang sedang berusaha melepas pakaian si Alexa. Entah mengapa, akhirnya aku bisa berlari dengan lancar. Sesaat sudah dekat dengan mereka, aku pun melompat menerjang mereka. "Brukk!!". Aku berusaha menghajar bandit-bandit itu dengan lengan robotku. Aku masih kaku menggunakannya, tapi nantinya akan terbiasa sendiri seperti aku yang tadi bisa lancar berlari tadi. Mereka memukulku secara bergantian, tapi aku sama sekali tidak merasa sakit. Aku terus menerus melawan mereka dengan sebisa mungkin. Para bandit itu kini memakai senjata rakitan mereka. Mereka mulai menembakiku dengan senjata mereka.

"Spar!, ambil kapsul di tasku!", Sahut Alexa.

Aku segera menghampiri Alexa, aku ambil sebuah kapsul di tas perutnya dengan keadaan masih ditembaki oleh mereka, untungnya peluru-peluru itu tidak mengenai Alexa, karena badanku menghalangi tubuh Alexa se-akan-akan melindunginya. Sungguh pun begitu, peluru-peluru yang ditembaki para bandit itu hanya mengenai badan robotku ini. Kemudian aku tekan sebuah sensor sidik jari yang berada di bagian atas kapsul itu, seperti yang kulakulan saat berada di industri listrik kemarin. Seketika kapsul itu berubah menjadi sebuah senjata mesin. Aku pun membalas serangan para bandit itu. Tentu saja tubuhku masih sedikit sulit untuk digerakkan. Satu persatu aku membunuh bandit-bandit itu dengan senjata mesinku. Jika dilihat senjata mesin ini berdampak cukup parah untuk membunuh seseorang, terlihat bagaiamana para bandit-bandit itu tewas dengan keadaan sudah tak berbentuk dari serangan yang di hasilkan senjata mesin itu. Senjata itu mengeluarkan sebuah peluru yang tidak biasa, peluru-peluru itu akan meledak ketika mengenai targetnya. Itulah mengapa para bandit-bandit itu bisa tewas dengan keadaan sudah tak berbentuk lagi. Melihat teman-temannya terbunuh, si pria jaket biru tadi langsung memintaku untuk menghentikan seranganku.

"Sudah, hentikan!", ujarnya.

"Akan ku bunuh kau!", balasku.

"Sebentar, kita bisa berbicara baik-baik", katanya.

"Setelah kalian menyerang kami?"

"E-e, ya"

"Darr!!", Aku menembak salah satu temannya dan mengenai kepalanya hingga pecah akibat ledakan yang ditimbulkan oleh peluru dari senjata mesinku. Itu aku lakukan hanya untuk menggeretak.

"Hei!, hentikan!", Teriak pria tadi.

"Darr!", aku tidak peduli dengan omongannya, dan menembak ke arah temannya sekali lagi.

"Sudah hentikan atau ku bunuh perempuan itu!", Ancamnya sambil menunjuk ke arah Alexa yang sedang tergeletak di tanah.

"Drrrrr!!!", Aku menembaki semua teman-temannya bertubi-tubi hingga badan mereka hancur berkeping-keping.

"Brengsek kau!", ujar si pria tadi.

Tampak ada yang sedang mengumpat di balik rongsokan mobil gedung. Mungkin dia yang menancapkan benda tadi ke Alexa dari belakang. Aku pun menembakinya hingga ia tewas hancur lebur.

"hei, hentikan!", ujar si pria tadi.

"Akan ku bunuh kau!", balas ku sambil mengarahkan senjataku ke padanya.

"Ok. aku tidak akan melakukan apa-apa", Katanya.

"Kau sudah tau tentang deklarasi perang?", Tanyaku yang masih menodongkan senjataku.

"Aku tidak tau. memangnya kenapa?", Tanya dia balik.

"Jadi bapak presiden telah mendeklarasikan perang terhadap negara Jormo, Alfie, Belove. Maka nantinya negara ini akan mendapatkan dampak buruk dari peperangan", Jawabku.

"Lalu mengapa?", kata dia.

"Jika seandainya negara kita kalah dalam perang, tentunya negara tercinta ini akan lenyap diporak-poranda negara musuh", Kataku.

"Kalau begitu kenapa kita tida ikut serta saja bantu negara ini untuk memenangkan peperangan?", balasnya.

Seketika mulutku tak bisa bergerak. Yang tadinya aku berniat untuk menggulingkan pemerintahan mendadak ku kurungkan niat itu dan berpikir kenapa kita tidak ikut serta saja membantu peperangan.

"Tidak!. Kita harus mencegah hal itu terjadi agar tidak ada kehancuran dari masing-masing pihak. Ini adalah kemanusian. Menjaga perdamaian", Teriak Alexa dari belakang.

"Lagi pula negara ini belum cukup kuat melawan negara Alfie. Bisa jadi negara ini menang melawan Jormo dan Belove, tapi belum tentu kita menang melawan Alfie karena perbandingan kekuatan mereka dengan kita bisa dibilang cukup jauh. Juga Alfie memiliki senjata yang lebih mematikan dari milik kita", Kata Alexa.

"Memangnya kau mau negara ini dihancur leburkan oleh negara lain?"

"Kau ada benarnya juga. Ini sama saja kita bunuh diri", Kata si pria tadi

"Maka dari itu kami sedang mengumpulkan orang-orang untuk membuat sebuah kelompok pemberontak", Kata Alexa.

"Kalau begitu aku mengajukan diri untuk ikut serta dalam kelompok kalian", Kata si pria tadi.

"Siapa namamu?", Tanyaku kepada pria itu.

"Exhore. Aku mantan napi", Jawab dia.

"Maaf sudah membunuh teman-temanmu", Kataku.

"Mereka hanya anak-anak buahku yang tersisa dari perang antar geng", Kata Exhore.

"Hei, kau bukan seperti robot biasanya", Kata dia dengan menunjukan tatapan penuh pertanyaan.

"Aku memang robot, tapi dengan memori manusia", Kataku.

"Memori siapa?", Tanya Exhore.

"Memori diriku sebelum aku meninggal", Jawabku.

"hmm....aku mengerti. Siapa namamu?"

"Spar"

"Aku tau orang-orang anti Hermes", Kata Exhore.

"Maksudmu si presiden itu?"

"Ya"

"mereka mungkin bisa membantu kita", Kata Alexa.

Aku akan mengantar kalian ke tempat mereka.

"Tunggu, bagaiaman dengan aku", kata Alexa yang masih terbaring di tanah.

Exhore lalu mendekati Alexa. Ia mengambil sebuah suntikan yang kemudian ia gunakan ke lengan Alexa. Alexa akhirnya bisa bergerak, ia mulai bangkit dari tanah.

"Ayo pergi", Kata Alexa.

"Alexa memboncengku di motornya, dan Exhore sudah bersiap menaiki motor amburadul miliknya"

"Sepertinya dia sosiopat", kataku kepada Alexa dengan maksud membicarakan Exhore.

"Maksudmu psikopat?", Tanya Alexa yang sembari menjalankan motornya.

"Bukan psikopat tapi sosiopat"

"Apa bedanya?"

"Sosiopat itu tidak memiliki gangguan otak, sedang psikopat memiliki gangguan otak. Seorang sosiopat melakukan tindakan kejahatan dengan kesadaran penuh, bahkan ia tau apa yang ia lakukan itu salah, namun akibat dari dorongan lingkungannya ia menjadi seperti itu. Mereka menganggap kekerasan dan kejahatan adalah hal wajar. Beda dengan psikopat. Mereka tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, jadi sering kali seorang psikopat tidak mau mengakui dirinya salah setelah membunuh atau menyakiti seseorang karena mereka memiliki gangguan otak yang karena hal itu mereka tidak memiliki kesadaran untuk membedakan baik dan buruk. Tapi seorang sosiopat masih mempunyai kesadaran membedakan mana yang baik dan yang buruk walaupun itu kecil. seseorang bisa dianggap psikopat jika sudah berusia minimal 18 tahun dan menunjukan 3 dari 17 tanda ciri-ciri seorang sosiopat. Mereka tidak menghormati norma atau hukum sosial, sehingga secara konsisten melanggar hukum atau melampaui batas sosial, menunjukan perilaku agresif, tidak mempertimbangkan keselamatan diri sendiri atau orang lain. Hanya itu yang ku tau", Jelasku panjang lebar.

"Jadi Exhore ini seorang sosiopat?", Tanya Alexa memastikan.

"Aku belum tau pasti. Tapi jika dilihat dari ketidakpeduliannya terhadap anak-anak buahnya yang mati, mungkin bisa jadi. Lihat saja dia yang biasa-biasa saja setelah melihat anak buahnya yang ku bunuh semua, dengan santainya dia meninggalkan mayat-mayat anak buahnya seolah-olah tidak ada yang terjadi", kataku.

Setelah melewati perjalanan yang begitu panjang, Exhore menyuruh kami berhenti di depan sebuah rumah. Ia turun dari motornya, kami pun mengikutinya. Exhore beranjak ke pintu depan rumah itu, dan mengetuknya. Tak lama setelah ia mengetuk, pintu itu dibukakan oleh seseorang pria tua. Exhore dan pria tua itu terlihat sedang berbincang, kemudian pria tua itu menyuruhku masuk kedalam rumahnya. Di dalam sana terdapat 4 orang yang semuanya terdiri dari laki-laki. Mereka semua sedang menyantap makanan di meja makan, sembari melihat ke arah kami dengan heran.

"Apa benar kalian ini pemberontak?", Tanya pria itu kepada Alexa.

"Ya benar", Jawab Alexa.

"Dan kalian sedang mencari orang untuk membuat kelompok pemberontak?"

"ya...begitulah"

"Dengar semua. Mereka bertiga ini sedang mencari orang untuk di ajak bergabung ke kelompok pemberontaknya!", ujar dia kepada teman-temannya.

"Kami ikut", Di balas oleh semua teman-temannya.

"Terima kasih", Kata Alexa kepada mereka.

"Kita sama-sama pembenci si Hermes itu", Kata pria tua tadi sambil menepuk pundak Alexa.

"Perkenalkan ini adalah teman-temanku. yang kepalanya botak bernama Stefan, yang memakai jam perak bernama Clarence, yang sedang memakan steak bernama Rigby, dan yang sedang meminum bir itu bernama Malloy", Kata si pria tua itu memperkenalkan teman-temannya

"Lalu siapa namamu?", tanyaku kepadanya.

"Paul", Jawabnya.

"Sebenarnya kami ini berlima, tapi Jeff di bunuh oleh geng Sturnus. kami berniat ingin membalaskan dendam. Apa kalian mau membantu kami?", Kata si paul.

"Mereka yang telah menghabisi anggota geng ku. Kita harus membantunya!", ujar Exhore ke arahku.

"Baiklah", balas Alexa.

"Bagus, waktunya balas dendam", Kata Exhore.

"Apa kalian dengar, kawan?!", sahut Paul kepada teman-temannya.

Stefan, Rigby, dan yang lainnya langsung beranjak dari meja makan ke sebuah ruangan. Kembalinya mereka dari sana, sudah membawa senjata mesin. Paul pun segera mengambil senapan di kamarnya. Alexa mengambil sebuah kapsul yang berubah menjadi senjata api, Exhore sedang mengisi peluru pistol miliknya, aku pun mengambil senjata mesin yang tadi kupakai yang sudah kembali menjadi kapsul, kapsul itu tadinya ku taruh kembali ke dalam tas perut Alexa.

Kita semua pun langsung menaiki kendaraan masing-masing, Exhore dengan motor jeleknya, Paul dan teman-temannya dengan mobil mereka, sedang aku masih dibonceng Alexa dengan motor miliknya.

"Kita sudah berada di wilayah mereka!", ujar Exhore setelah kami berada di sebuah jalanan luas dengan banyak sekali bendera-bendera hitam di sana.

"Sebaiknya kita langsung serang ke markas mereka saja!", ujar Exhore.

"Jangan, kita serang bosnya terlebih dahulu!", balas Alexa.

"Maksudmu kita serang leher mereka dulu?", Kata Exhore.

"Ya, sebagai ancaman"

Di depan sana terlihat beberapa orang yang sedang menghalangi jalanan.

"Itu mereka!", Ujar Exhore memberitau.

Aku pun bersiap mengambil senjataku untuk menembaki mereka semua. Aku juga melihat Malloy, Rigby, Stefan, dan Clarence sudah bersiap mengeluarkan badan mereka keluar jendela dengan memegang senjata.

Kami pun langsung menembaki mereka semua secara mendadak, membuat mereka kabur tunggang-langgang. Tetapi kami tidak membiarkan mereka lolos begitu saja, kami bantai mereka sampai habis.

"wow!!", Teriak Exhore dengan puasnya.

"Dimana bos mereka?!", Tanya Alexa kepada Exhore.

"Mungkin di markasnya"

Kami pun segera mencari markas geng sturnus.

Setelah beberapa waktu kemudia, kami sampai di sebuah bangunan yang kami kira itu adalah markas mereka.

Kami turun dari kendaraan masing-masing.

"Kita harus mematikan gardu listrik di sini untuk bisa menyerang mereka didalam sana dengan mudah dalam kegelapan", Kata Exhore kepada kami semua.

"Aku bisa menghack daya listrik mereka", Kata Alexa.

"Cobalah", Balas Malloy.

Alexa pun segera mengambil hp dari tas perutnya, dan lalu ia mengotak-atik hp nya itu. Seketika semua lampu yang bersinar di sini padam. Terdengar dari dalam bangunan itu suara orang-orang yang mengeluh karena lampunya mati. Sudah mana ini malam hari, suasana yang mendukung.

"Ayo!", ujar Exhore.

Kita semua mengikuti Exhore yang sedang menaiki sebuah anak tangga yang mengarah ke pintu yang terletak di atas bangunan itu. Sesampainya kami di depan pintu itu, ternyata pintu itu terkunci. Stefan langsung membuka pintu itu dengan sebuah benda yang aku tidak tau benda apa itu, yang jelas setelah Stefan memasukkan benda itu ke lubang kunci, pintu itu langsung bisa terbuka. Kita mengendap-endap masuk kedalam bangunan yang kami anggap markas mereka.

"Aku akan memberi aba-aba. jika aba-aba ku selesai. Kita bantai mereka bersama-sama", Kaya Exhore.

"Jangan, pakai ini dulu", Sanggah Alexa sembari memberi kami sebuah kapsul.

Kapsul itu lalu menjadi kacamata nigth view. Itu bisa membuat kami melihat dalam keadaan gelap.

"Bagaimana kita bisa bantai mereka jika tidak dapat melihat", Kata Alexa kepada Exhore.

"Aku lupa", balaa Exhore.

"Mana kacamata untuk ku?", Kataku kepada Alexa.

"Kau itu robot, kau punya mode malam. Mode itu akan muncul di saat keadaan gelap", Kata Alexa.

"Mana, tidak muncul", kataku. Namun setelah itu aku tiba-tiba bisa melihat dalam kegelapan walaupun semuanya berwarna hijau.

"Sudah muncul", kataku.

"Ok, siap. 1...2...3...tembak!!", teriak Exhore. Setelah mendengar aba-abanya, kami serentak menembaki semua musuh di sana. Mereka sedang tak berdaya, tidak dapat melihat dalam kegelapan sementara kami memanfaatkan itu untuk membantai mereka. Kami seperti memburu binatang. Suara teriakan orang-orang di sana diiringi suara tembakan dari kami. Exhore, Paul dan teman-temannya berteriak-teriak, melolong, tertawa terbahak-bahak, seakan mereka sangat puas akan dapat membalas dendam mereka masing-masing. Mereka berlarian mengejar-ngejar anggota geng Sturnus kesana kemari, layaknya mengejar segerombolan ayam yang lepas dari kandangnya. Mereka menembaki semuanya dengan begitu bernafsu, apalagi Exhore yang benar-benar menggila dari pada yang lain. Apapun yang ada di hadapannya, ia tembak, mau itu perempuan sekalipun.Padahal dia hanya menggunakan pistol. Sempat para anggota geng itu melawan balik dengan mencoba menembaki kami. Tapi hasilnya nihil, dalam keadaan gelap seperti ini mereka hanya menembak angin, itu malah membuang-buang peluru mereka sendiri. Aku dan Alexa berusaha ke pintu depan untuk menjegat siapapun yang ingin keluar. Kami berdua menembaki siapa saja yang mencoba pergi. Sedang Exhore dan lainnya masih saja nafsu membalaskan dendam mereka.

"Ku rasa ini sudah cukup", Kata Alexa.

"Belum, biarkan mereka menikmatinya", Balasku.

"Ini ganjaran yang pantas untuk mereka", kataku.

"Baiklah aku beri satu menit", kata Alexa.

Setelah satu menit, Alexa menyalakan lagi semua listrik yang padam. Barulah tampak semua mayat-mayat yang berserakan dimana-mana, hanya sedikit saja orang yang terluka dan masih hidup. Ada yang bersembunyi dibalik tembok, dan ada pula yang meringkuk di sudut-sudut.

"Ampun, ampun", rilih mereka semua.

Kami pun menyuruh mereka yang masih hidup untuk berkumpul dan merapat sampai tidak ada celah. Mereka semua merapat dalam keadaan terduduk di lantai. Mulailah kami menginterogasi mereka.

"Di mana bos kalian?", Tanya ku kearah mereka.

"Di rumahnya", Jawab mereka.

"Sial, tidak ada di sini", keluh Exhore.

"Lalu bagaimana sekarang?", Tanya Rigby kepada Paul.

"Kita bunuh saja mereka agar tidak ada yang melaporkan pada anggota lain", Jawab Paul.

"Dar!", Exhore mendadak menarik pelatuknya dan mengenai satu orang dari mereka. Membuat yang lainnya ketakutan.

"Kenapa, kita bunuh saja mereka, ini juga agar kita aman!", ujar Exhore kearah kami.

Kami pun mengikuti tindakan Exhore dan membantai habis mereka semua yang masih hidup.