~Bank Berlend~
"DAARR!!". Aku berjalan masuk ke dalam bank sembari menembakan senapan ke langit-langit. Aku memerintahkan semua orang di sana untuk bertiarap. Setelah mereka semua bertiarap, aku segera berlari menuju penyimpanan uang. Di sana terdapat banyak sekali perhiasan-perhiasan dan uang tentunya. Aku langsung menyambar semua harta benda itu, lalu aku masukan ke dalam tas besar yang ku bawa. "Lorance!!", teriak ku memanggil temanku. Tak lama kemudian dia datang menghampiriku dan membantuku membawa tas-tas yang sudah ku isi penuh dengan uang dan perhiasan.
Setelah itu dengan cepat kami berlari keluar bank dengan terengah-engah. Di luar sana sudah ada temanku yang lain, Brian. Dia menunggu kami di dalam mobil, bersiap membawa kami kabur. Aku dan Lorance segera masuk ke dalam mobil, di saat itu pun Brian menancap gas.
Kami pun berhasil kabur dari aksi perampokan tanpa ada korban luka sedikit pun.
"Jezzz!!", mobil kami tertembak laser dari arah belakang. Aku sontak melihat sumber dari mana laser itu berasal. Ternyata laser itu berasal dari senjata seorang bounty hunter yang sedang mengejar kami dengan motornya.
"Satu Bounty hunter bajingan", ucapku sambil mengambil pistol angin di saku ku. Ku buka jendela mobil, lalu aku menembaki si bounty hunter itu dengan pistol anginku. Sengaja aku memakai pistol angin agar dia tidak tertembak mati. Aku tidak ingin ada yang mati.
"Dub…!!Dub..!!Dubb!!". Aku berusaha menembakinya, namun hasilnya nihil. Terpaksa aku harus melemparinya dengan bom angin.
Di saat aku ingin melempar bom, ia membaki tanganku dengan lasernya. Tanganku terputus, namun aku tetap berusaha tenang. Brian dan Lorance seketika terkejut melihatku tertembak. Jika sudah seperti ini, maka tangan di balas tangan. Aku ambil senapan mesinku yang terdapat di bawah kursi duduk. Kemudia aku kembali menembakai si bounty hunter itu lagi. Tapi setiap aku menembakinya, dia selalu saja mengelak. "Keparat!". Karena tak bisa aku menembaki badannya maka akan ku tembak motornya.
"Darrrrr!!!", aku berhasil membuat hancur motornya dan motor itu meledak. Bounty hunter itu pun tewas.
Brian tetap menancap gasnya dan membawa kami pulang ke markas.
***
"Wohoo..!!, kalian berhasil!", ujar Kola menyambut pulang kedatangan kami.
"Hei, bantu aku!", perintahku kepadanya.
"Tanganmu kenapa?", tanya Kola khawatir.
"Tertembak", jawabku singkat.
"Cepat kau pasang tangan robot yang aku buat di atas meja kerja!", ujar Kola.
Kemudia aku langsung bergegas masuk kedalam markas dan memasang tangan robot itu, sementara Kola mengangkat barang-barang rampokan ke dalam gudang. Setelah ku pasang tangan robot itu, aku duduk di atas sofa sembari menonton tv. Saat itu aku menyaksikan acara berita yang menyampaikan kabar terjadinya perampokan yang kami lakukan tadi.
"Para polisi belum bisa menemukan jejak para perampok, dan juga para perampok berhasil membunuh seorang bounty hunter. Muka para perampok juga tidak bisa diketahui karena mereka mengenakan topeng", kata wartawan di berita itu.
Aku merasa sedikit lebih tenang setelah mengetahui para polisi belum juga menemukan jejak kami. Tapi jika seandainya para polisi itu mengetahui keberadaanku, lebih baik aku bertarung sampai mati dibandingkan aku menyerahkan diri.
Aku adalah seorang teroris. Bagi mereka aku adalah seorang penjahat, tapi mereka tidak tahu kebenarannya. Akan ku buktikan sisi gelap pemerintahan yang
disembunyikan.
***
Malam mulai tiba, seluruh kota dihiasi lampu yang bersinar dengan setiap warna yang berbeda-beda, membuat kota tampak semakin berwarna. Aku berjalan ditengah keramaian di kota. Aku masuk kedalam kedai Nextia.
"Spar!!", sahut seseorang memanggil namaku.
Aku menoleh ke arah sumber suara itu.
"Yo, Joe!", balasku kepada temanku.
Aku duduk di sampingnya, sementara dia sedang memakan sup rica.
"Apa kabarmu?", tanyaku kepadanya.
"Baik, tapi ada sesuatu yang lebih penting", jawab Joe.
"Apa?", tanyaku.
" Tuan presiden sedang membuat sebuah alat yang katanya bisa menghasilkan sinyal sendiri dan sangat-sangat cepat menjangkau hingga 300 mil. Aku merasa janggal dengan hal itu. Apa kau bisa memeriksanya?", kata Joe.
"Di mana alat itu berada?", tanyaku.
"Industri listrik di distrik 3", jawab Joe.
"Tunggu….ada apa dengan tanganmu?", tanya Joe.
"Tertembak", jawabku.
Lalu aku pergi meninggalkannya.
***
Aku pun segera pergi ke industri listrik distrik 3 dengan menaiki kereta. Sesampainya di sana, aku melihat beberapa penjaga yang sedang berkeliling. Aku mencari celah agar bisa masuk ke dalam. Aku menemukan sebuah pagar kawat yang sudah berlubang, ditambah tidak ada penjaga di sana. Aku pun masuk ke dalam melewati lubang.
Aku mencari-cari alat yang dimaksud Joe. Setelah berlama mencari, aku menemukan sebuah alat berbentuk bulat besar di sebuah gudang. Aku tidak tahu bagaimana dengan cara kerja alat tersebut, jadi aku hanya melihat-lihat saja. Sesekali aku mencoba memainkan alat itu, namun tak terjadi apa-apa. Lalu aku mengambil alatku yang bisa merusak suatu barang elektronik. Aku tempelkan alatku ke alat pembuat sinyal itu. Mendadak alat itu mengeluarkan sinar berwarna ungu, aku silau karenanya. Setelah ku buka mataku, aku melihat tangan robotku yang bergerak gerak sendiri. Lalu di lanjutkan alat-alat elektronikku yang berada di dalam tas menyala sendiri. Dari hal sini aku mulai sadar bahwa alat ini pengendali barang elektronik atau mesin juga bisa dikendalikan. Ini bukanlah alat pembuat sinyal, tetapi alat untuk perang.
***
Alexa P.O.V
________________
alat komunikasi? siap. Senjata? Siap, dan setelah memeriksa semuanya akhirnya siap untuk masuk. Sebelum masuk, temanku yg bernama carol memasang sesuatu di depan pintu utama dan pintu darurat.
cepat!! Ku berbisik kepada temanku. Aku dan ketiga temanku mengendap-endap dan membawa senjata yg lebih dari satu pun akhirnya masuk ke dalam gedung tersebut tanpa suara.
ku cek satu-satu pintu dan ruangan yg ada disana, temanku yg bernama George mematikan CCTV di gedung tersebut, Carol yg membuat jebakan untuk rencana B, dan Yori membuat gas tidur untuk didalam gedung.
"Ssst, jangan berisik dan ayo Yori nyalakan", ucapku dari alat komunikasi. Yori pun menyalakan gas nya untuk berjaga jaga. Saat kami masuk, aku mengecek seperti rencana, George meretas CCTV di dalam gedung tersebut di dalam mobil. Semuanya berjalan lancar sampai…
"SEMUANYA, ADA ORANG LAIN DI DALAM GEDUNG!!!" Teriak George yg melihat CCTV. "apa?!?" terkejutnya aku dan kedua temanku.