Chereads / NOT YOUR CONSORT! / Chapter 2 - Bab 2

Chapter 2 - Bab 2

"Yang Mulia Kaisar Roderigo La Videl telah datang."

Wanita berwajah pucat yang sedang terfokus pada pemandangan di luar jendela dari atas ranjang tidurnya sedikit terkesiap mendengar ucapan pria setengah baya yang terus berada di sekitarnya semenjak ia tersadar.

Walau begitu, suara pintu yang terbuka sama sekali tak membuatnya mengalihkan perhatian pada sosok yang baru masuk tersebut.

Mata kuyunya tetap menikmati pemandangan asing dan mengagumkan di luar jendela kamar yang ia tempati.

Sebuah taman luas yang dipenuhi oleh berbagai macam bunga dan pohon-pohon rindang membuat tempat itu bagai taman surga. Belum lagi dengan sebuah kolam air mancur di tengahnya membuat tempat tersebut terlihat lebih menyegarkan dan mempesona.

Ah, kalau bisa ia ingin ke sana.

Mengingat lagi bahwa di kota tempatnya tinggal sangat sulit mendapati taman yang begitu asri dan terawat seperti ini. Sebab kotanya dipenuhi oleh pabrik-pabrik industri yang setiap waktunya selalu memproduksi limbah.

Entah itu limbah udara ataupun limbah air. Telah berhasil menjadikan kotanya sangat kering dan penuh dengan polusi.

"Permaisuriku ... "

Suara bariton yang terdengar lembut memasuki pendengaran.

Dia tersentak ketika tangannya disentuh dan digenggam oleh seseorang yang merupakan suami dari pemilik tubuh ini.

Terdengar aneh?

Namun begitulah kenyataannya karena saat ini ia sedang berada dalam tubuh orang lain.

Tak begitu mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi, tapi yang ia tahu seharusnya ia sudah mati setelah kecelakaan yang terjadi di malam ketika ia hendak pulang dari pekerjaannya.

Haruna Kiya.

Harusnya itulah namanya. Wanita berusia 24 tahun yang berkerja sebagai seorang perawat di salah satu rumah sakit ibukota.

Namun setelah kejadian yang menimpanya itu. Semua berubah.

Runa yang terbangun di dalam sebuah ruangan dengan suasana elegan yang di dominasi oleh warna coklat ke emasan. Juga ranjang besar dan empuk yang ditempatinya membuat ia berpikir bahwa dirinya sudah berada di surga.

Sampai perasaan lara dan pedih tiba-tiba datang menyelimuti. Bersamaan dengan kilasan-kilasan kehidupan dari si pemilik sebenarnya tubuh yang Runa tempati ini, berputar di kepalanya bagai sebuah film.

Gelombang kesakitan yang menerpa hati dan fisiknya membuat Runa yang baru saja sadar, sempat kehilangan kendali.

Ia berteriak kencang sambil menjambak rambutnya sendiri dengan air mata yang tak berhenti mengalir dari matanya.

Kepiluan dan seluruh duka dari pemilik tubuh ini seolah dipaksa masuk dalam dirinya.

Tak banyak yang bisa Runa lakukan setelah kejadian tersebut. Ia begitu lemas dan tak bertenaga sebab kesedihan yang dalam rasanya begitu melekat pada si pemilik tubuh yang ditempatinya.

Sungguh wanita yang malang.

Dan ya ...

Runa pun sadar bahwa sekarang ia berada atau mungkin telah menjadi si wanita malang tersebut.

***

"Permaisuriku, Rosura. Aku begitu berduka dengan kepergian calon anak kita. Aku sungguh minta maaf atas apa yang telah terjadi padamu. Tak ada banyak pilihan yang bisa ku buat untuk mu. Berkat permintaan Saintess Galiena juga lah kamu bisa keluar dari penjara bawah tanah. Ia telah memohon pada para Dewa dan rakyat Kekaisaran Videl untuk mengampunimu."

Dalam hati, Runa berdecih.

Ia tak sebodoh itu untuk tak tahu bahwa seorang Kaisar mempunyai kebijakan yang besar dan tak terbatas.

Mencoba mengubur amarah yang ada dalam hati, Runa menoleh. Melihat sekilas wajah tampan Sang Kaisar dari Kekaisaran Videl ini.

Tanpa riak, pandangan Runa beralih pada tangannya yang digenggam Roderigo.

Samar, senyum sinis terbentuk di bibirnya yang perlahan berubah menjadi senyum lembut yang sebenarnya dibuat-buat oleh Runa.

Ia mengangkat kepala dan memberikan senyumnya pada Roderigo membuat pria tersebut agak terkejut karena itu bukanlah respon yang dibayangkannya.

"Tidak, Yang Mulia. Justru saya yang berterimakasih dan bersyukur karena anda telah membuat anak di dalam kandungan saya tidak memiliki kesempatan hidup di dunia yang kejam ini."

"Apa?"

Roderigo merasa tak percaya dengan yang baru saja didengarnya.

Rosura bersyukur telah kehilangan anak mereka?

Melupakan fakta bahwa Roderigo sendirilah pelakunya. Ia tetap tak suka dengan kenyataan bahwa Rosura memiliki pemikiran seperti itu.

Pun dengan cara bicara Rosura yang formal membuat Roderigo merasa aneh dan tak nyaman karena selama ini istrinya selalu bicara manja dan lembut padanya.

Namun sayang sekali. Andai Roderigo tahu bahwa wanita di hadapannya adalah Haruna.

Bukan Rosura.

Permaisuri yang sudah dikhianatinya.

"Seperti yang sudah saya katakan, Yang Mulia. Saya berterimakasih dengan keadaan ini. Setidaknya, bukankah dengan kematian anak yang saya kandung, Yang Mulia bisa mendapatkan keturunan dari wanita yang Yang Mulia cintai?"

Suasana di ruangan tersebut seketika berubah ketika mendapati air muka Sang Kaisar mengeras dan aura kelam yang keluar dari diri Roderigo.

Bahkan beberapa pelayan dan ksatria yang berada di sana, tak berani untuk sekedar menelan ludah.

Kemarahan tampak jelas di wajah sempurna itu. Matanya berkilat tajam menatap wanita di hadapannya.

Meski begitu Runa sama sekali tak gentar. Ia tetap memberi senyumnya pada Roderigo. Walau mata itu, mata kuyunya jelas menampakkan dinginnya angin malam.

Merasakan genggaman di tangannya semakin mengerat. Runa berinisiatif membawa tangan Roderigo ke depan bibir pucatnya.

"Saya akan selalu berdo'a, semoga kebahagiaan senantiasa ada bersama Yang Mulia Kaisar dan Permaisuri Galiena, juga calon keturunan mahkota."

Usai berucap begitu, Runa mengecup punggung tangan Roderigo penuh penghayatan. Bahkan sampai tak sadar bahwa setetes air matanya jatuh di sana.

Ah, sepertinya itu adalah emosi asli di pemilik tubuh ini.

"Ma-maafkan saya, Yang Mulia karena sudah mengotori tangan Yang Mulia dengan air mata yang tak berarti ini. Saya hanya tak bisa menahan kebahagiaan saya atas masa depan indah Yang Mulia Kaisar bersama Permaisuri Galiena."

Sejenak, Roderigo memandang tangannya yang baru saja dilepaskan oleh Rosura.

Ada banyak perasaan yang berbenturan di hatinya atas semua ucapan wanita itu.

Istrinya. Permaisurinya. Satu-satunya wanita yang sejak dulu begitu ia sayangi dan lindungi.

Roderigo tak bisa bohong jika saat ini dalam hatinya telah ada sosok lain juga yang bertahta di sana, tapi bukan berarti ia melupakan dan ingin membuang Rosura.

Apa yang telah ia lakukan sebelumnya adalah karena hanya ingin membuat wanita di hadapannya ini jera dan tak membuat pandangan publik semakin buruk Permaisurinya.

Namun ini bukanlah respon yang ia bayangkan.

Kelembutan yang sebelumnya terpancar di wajah Roderigo seketika memudar.

"Akan lebih baik kalau kau berhenti bicara seperti itu, Rosura. Semua orang tahu bahwa kau adalah Permaisuriku. Apa yang kau ucapkan dapat dianggap sebagai penghinaan terhadap kekaisaran."

Runa mengerjap polos.

Lalu bagaimana dengan Roderigo yang menanam benih pada wanita yang bukan permaisurinya ataupun selirnya?

Hal itu juga bisa dibilang merupakan penghinaan terhadap norma kekaisaran. Hanya karena wanitanya seorang Saintess, semua kesalahan pun dapat dibenarkan.

"Saya minta maaf jika perkataan saya telah menyinggung perasaan Yang Mulia. Saya hanya tak ingin harapan dalam hati ini kian membesar. Bagaimanapun juga saya sadar jika saya tak pantas lagi bersanding dengan Yang Mulia sebagai Permaisuri di Kekaisaran Videl. Kita semua mengetahui jika Saintess Galiena-lah yang paling layak menjadi pendamping Yang Mulia."

Hatinya berdenyut sakit. Ada pedih yang terasa atas pernyataan Rosura.

Karena secara tak langsung, Rosura bagai merelakannya pada Galiena dan Roderigo tak suka itu.

***