Semilir angin ruangan memelintir keringat dinginku merasuk dinding kulit tangan. Dilan memegangi tanganku seakan melarang untuk beranjak. Sontak, ia tak sengaja melakukannya. Ia pun mengendurkan genggamannya perlahan.
Aku tahu, kau pasti sangat terkejut kali ini. Aku merasakan kecanggunganmu kepadaku saat ini.
"Maaf," singkat Dilan melepas.
"Tapi, aku bisa pergi menemuinya besok," usul Dilan.
Aku berdiri tegak di hadapannya, kepalaku merunduk, menatap Dilan yang terlihat mulai agak kaku di hadapanku.
"Hem, terima kasih," sebutku.
Aku membalikkan tubuhku dan keluar dari ruangan. Aku melihat sosok Jebran yang sedang berdiskusi dengan beberapa pria di dekatnya.
Tangannya memutar-mutar, berayun-ayun sesuai dengan alur cerita yang ia utarakan. Aku tersenyum perlahan dan mulai berjalan mendekatinya.
Seorang pria menunjuk diriku kepada Jebran. Sontak, ia menoleh ke arah belakang. Melihatku berjalan mendekati dirinya, ia pun membalikkan badan.
Kami saling menatap satu sama lainnya.