Dilan yang sudah berada di rumah sang bibi yang cukup terbilang kaya ini, menduduki sofa yang ada di dalam ruang tengahnya. Seorang anak perempuan menghampiri Dilan dengan penuh keheranan.
"Kak Dilan?" sapa si perempuan cantik.
Dilan beranjak dari posisi duduknya, "Kau sudah semakin tumbuh dewasa, Nadila!" sahut Dilan dengan senyuman.
Nadila—sepupu Dilan yang masih berusia 18 tahun itu tercengang menatap rupa Dilan yang ada di depannya. Sang bibi mendekati Nadila sembari menyenggol lengannya dengan kuat.
"Beri salam pada kakak sepupumu!" tegur ibunya.
Bibi Dilan yang bernama Marlina menyuguhkan teh hangat untuk dirinya, "Dilan, duduklah dulu! Kenapa kau bisa ke rumah Kamil?"
Basa basi bibinya mungkin membuat Dilan agak canggung menjawabnya.
"Kak Dilan bukannya di Jakarta?"
Nadila menyalami kakak sepupunya, perempuan berambut panjang lurus ini menatapnya dengan penuh raut tegang. Sebenarnya mereka berdua memang jarang akur, tetapi Dilan selalu mengalah kepadanya.