Aku mendengar apa yang Jebran katakan sebelumnya, mataku sayup-sayup meredup menatap kekosongan dari ucapan mereka. Dilan seakan-akan hendak mengusirku dari jauh. Apa semua ini hanya karena perlakuan ayahku hingga mereka membenciku juga? Tangisan dalam hati akan memulainya. Tersinggungnya diriku sudahlah pantas untuk memarahi.
Tunggu! Dilan hendak menyambung perkataannya lagi dari dalam telepon.
("Jangan tersinggung, Emira. Kami di sini sangat merindukanmu, jangan berpikir apapun tentang kami agar kau bisa fokus dengan kuliahmu serta pekerjaanmu yang di sana.")
("Tahun-tahun berikutnya kami selalu mengharapkan kepulanganmu ke Indonesia, jadi jangan lupa tentang oleh-olehnya.")
("Aku akan sibuk setelah ini, kapan-kapan kita bisa mengobrol lagi, oke!")
Dilan melambai dengan senyumnya dari jauh, dan aku pun membalas hal yang sama.
("Ya, sampai nanti lagi, titip salamku kepada teman-teman lainnya,") balasku.
("Oke, jaga kesehatanmu selalu, bye!")