Chapter 11 - Keangkuhan Membawa Keserakahan

Tidak disangka, kami melupakan Farza untuk kesekian kalinya. Kami sama sekali tidak bertemu dengannya hari ini. Dengan begitu kami memutuskan untuk mencari dimana Farza sekarang.

"Perjalanan ruang dan waktu kita akan berhenti didepan sana!" ungkap Erika.

Portal dimensi milik Erika membawa mereka disebuah tempat yang asing, tepatnya di hutan. Sebuah tempat dengan Gua dihadapan mereka.

"Gua? Aku sangat yakin dia berada di sekitar sini," selidik Nathe.

"Tempat ini, sepertinya telah terjadi pertarungan disini," ucap Mirai sambil melirik keadaan yang rusak.

"Ini, mungkinkah!?" kejut Nathe setelah ia mengetahui suatu hal setelah menyentuh permukaan tanah bekas pertarungan itu.

"Disana ada gua, apakah kita akan memasukinya kak?" tanya Erika yang sambil menunjuk ke arah sebuah gua.

"Gua itu agak mencurigakan, aku tidak begitu yakin padanya," ucap Mirai.

"Tapi kita harus berhati-hati dengan kemungkinan yang akan terjadi," jawab Nathe.

"Baiklah!"

Kami memutuskan untuk masuk dan menyelidiki gua itu. Keadaan guanya agak gelap dan diselimuti oleh aroma bau bangkai dari dalamnya, "sepertinya ini buruk, apakah Farza benar-benar berada disini?"

"Baunya menyengat, aku jadi tidak tahan! Baunya seperti bau mayat-" keluh Erika setelah mencium aroma busuk dari tempat ini, tapi sesuatu mengejutkannya sekarang.

"-Ahhh Kakak! Apa itu!?" jerit Erika setelah melihat sesuatu dari dalam gua.

Seorang pria tergeletak bersimbah darah berada di hadapan mereka bertiga. Ia mati dengan mengenaskan.

"Apakah dia sudah mati? Apa yang terjadi padanya?" ucap Mirai bertanya-tanya.

"Dia sudah mati. Tapi darahnya masih terasa hangat. Ada kemungkinan dia barusaja mati disini. Sepertinya ada yang yang tidak beres...." ungkap Nathe sambil menyentuh tubuh Mayat tersebut.

"Menunduk!"

Tiba-tiba Nathe berteriak spontan. Dengan reflek Mirai dan Erika menunduk mengikuti perintah tersebut. Sesuatu melesat diatas kepala mereka berdua dan memotong pepohonan yang ada dibelakang hingga roboh.

"Serangan mendadak? A-apa yang terjadi?" ucap Mirai kebingungan.

"Tunjukan dirimu! Reputasi mu buruk sekali dengan menyerang orang mendadak seperti itu," ledek Nathe.

"Wah aku ketahuan ya, tidak masalah bagiku...." ucap seorang wanita yang berjalan menuju ke hadapan mereka bertiga.

"Siapa kau?!" tanya Mirai dengan nada tinggi.

"Sepertinya aku tidak sopan memperlakukan tamu sampai-sampai tamu ku bersikap tidak sopan kepada ku, ironi sekali...." ucapnya.

"Tidak peduli akan hal itu! Kau hampir membunuh kami, bukankah itu sangat wajar untuk tidak bersikap sopan!" tegas Mirai.

"Ah, ternyata kita punya orang yang takut mati ya, pas sekali,"

"sudah cukup, jangan basa-basi lagi. Dimana kau menyembunyikan Farza?" tanya Nathe.

"Orang itu ya? Ah jadi kalian adalah temannya. Wah, ternyata orang yang lemah seperti dirinya dan meringis dengan apa yang ia perbuat sendiri, mempunyai teman-teman setia seperti sekalian. Menarik!"

"Apa yang sebenarnya kau bicarakan! Aku tau apa yang kau katakan itu benar, tapi teman ku adalah teman ku. Itu jelas bukan hal yang harus diperdebatkan!" tegas Mirai.

"Dengan alasan?"

"Itu, aku tidak tau, aku, aku hanya ingin saja. Aku terlalu banyak melewati hal-hal yang membuatku merasa nyaman, walaupun itu tidak dijelaskan secara detail-"

"Kau bertindak seperti kau lah yang menjadi pemeran utamanya disini," ucap wanita itu.

"Huh?"

"Apa yang kau bicarakan itu adalah hal yang mencerminkan dirimu...."

"-Kalau begitu, perkenalkan namaku adalah Lixue, pemegang dari 'Sang Keangkuhan' bagian dari dosa besar," ucapnya sambil memperkenalkan dirinya.

"Sang Keangkuhan? Itu bagian terbalik dari Dewi penguasa dunia, aku tidak yakin pelacur sepertimu adalah bagian dari mereka," ledek Erika.

"Oh ya, ternyata kita punya si mulut cerewet disini. Erika kah namamu...?" ucap Lixue lalu menebak nama Erika dengan mudahnya.

"Bagaimana kau bisa...!" kejut Nathe.

"Bisa mengetahuinya? Aku sebenarnya tidak tau, aku bisa menebaknya. Aku sudah mendengar berita simpang-siur tentang kalian berdua, dan ternyata itu benar. Lagipula aku tidak akan membahasnya untuk saat ini," ungkap Lixue.

"Kau terlalu banyak basa-basi!" tegas Mirai sambil melesatkan dua bongkah es kearah Lixue.

Lixue mengetahui hal itu lalu menyerap serangan Mirai.

"Es? Apakah kau seorang penyihir? Tidak, aku salah. Kau berasal dari Asterasia, aku bisa menebak dengan sekali melihat. Aku harap aku tidak meremehkan mu disini, kau akan sangat berbahaya," ucap Lixue.

"Sial, dia menyerap semua serangan ku,"

"kau terkejut rupanya? Tidak perlu khawatir, tidak perlu. Akulah yang harus khawatir pada diriku sendiri, telah berhadapan dengan dirimu...."

"-Aku bercanda, ternyata dirimu lemah!" tegas Lixue sambil menghempaskan serangan ke arah mereka bertiga hingga membuat mereka terpental ke arah belakang.

Mirai mulai berdiri, mencoba melihat keadaan setelah kepulan asap melayang kemana-mana, menutupi pandangan mereka bertiga.

"Asal kalian tau, aku sebenarnya tidak ingin bertarung untuk saat ini. Jadi aku terpaksa, membawa kalian ke pencipta kalian"

...

Wren berdiri dihadapan sang raja, membuat sambutan kecil kembalinya dirinya ke kerajaan itu.

"Wren, ternyata itu memang kau. Apa yang kau lakukan sejauh ini? Kau merusak semuanya, seharusnya kau malu!" ucap Raja Eins.

"Malu? Untuk semua yang kau perbuat hingga membuat ku menderita sampai sejauh ini? Omong kosong!" tegas Wren.

"Sepertinya dia menyimpan dendam pada kita, setelah kita mengusirnya dari kerajaan ini," jelas Penyihir Aldebaran.

"Ternyata kalian sadar juga, cih! Jadi, bersenang-senang untuk reunian kita hari ini, sepertinya itu hal yang bagus," ucap Wren sambil tersenyum.

Wren melirik kearah Lionard yang barusaja tiba dihadapan sang raja.

"Ah, aku lupa dengan yang satu ini. Kau terlambat Lion, raja mu sedang dalam masalah sekarang," ucap Wren sambil menggelengkan kepalanya.

"Kau!?" kejut Lionard melihat keberadaan Wren yang berada di dalam istana kerajaan.

"Aku hanya memutuskan untuk reunian pada masa laluku. Sangat senang bisa bernostalgia disini. Selalu setia dan memuja-muja pecundang yang disebut raja ini, menyedihkan!" ucap Wren meledek sang raja.

"Kau! Lionard, segera kau bunuh orang yang tidak berguna ini dari hadapanku!" perintah Raja Eins kepada Lionard.

"Baik tuan!"

"Kau ternyata terkena efek samping dari pekerjaan mu sendiri. Seharusnya aku dari awal tau itu..." lirih Wren.

"Sebaiknya kau pergi dari sini! Dan jangan pernah menunjukkan wajahmu lagi dari kerajaan ini, atau-" tegas Lionard.

"Atau kau akan membunuhku disini? Tidak, itu tidak akan. Akulah yang lebih dulu membunuhmu..." potong Wren sambil mengangkat tangannya keatas.

Semua pedang milik para menjaga yang mengepungnya melesat ke arah Lionard. Lionard pun tewas seketika terkena serangan tersebut.

"Apakah kalian juga mau?" ucap Wren.

Darah bercipratan kemana-mana, seluruh penjaga yang mengepungnya tewas bersimbah darah, tanpa ia sentuh sama sekali.

"Ah, kalian mengotori jubahku dengan darah kalian...."

"Tidak mungkin!" kejut Sang Raja.

"Kau terkejut? Em.... Menarik. Seorang raja yang dihormati di kerajaan Oxora. Menjadi pecundang dihadapan ku. Aku ingin tau bagaimana kau menjadi raja..."

"Kekuatan itu, kau barusaja membunuh mereka tanpa menyentuhnya. Tidak, kau mengunakan sesuatu yang tak terlihat," ungkap Aldebaran.

"Bagus, kau ternyata berguna dari sekedar penyihir pendamping raja. Tapi, bukan aku yang akan mengurusi kerajaan mu selanjutnya...." ucap Wren.

Tiba-tiba tanah bergetar, menggetarkan seluruh kota, membuat orang-orang menyangkal itu adalah gempa bumi dan berhamburan berlarian kesana-kemari. Dan ternyata hal itu disebabkan oleh Azera yang membuat serangan-serangan bertubi-tubi yang ia terus tabrakan ke tanah, keadaan menjadi hancur akibat ulahnya.

"Iblis itu hampir menghancurkan setengah kota. Padahal para prajurit sudah dikerahkan ke lokasi. Apa yang terjadi!?" selidik Aldebaran.

"Oh itu, aku sebelumnya menggunakan kudapan untuk makanan pembuka ku untuk masuk ke istana ini...." cerocos Wren.

"Jangan bilang kau...."

Sang Raja berdiri dari tahtanya.

"Membantai seluruhnya? Oh, mudah ditebak ya...."

"Sialan kau! Kau datang kembali ke kerajaan ini dan kay membuat ulah dengan menghancurkan segalanya!? Takkan ku maafkan!" tegas Raja Eins membentak.

"Setelah yang kau perbuat dengan mempermalukan aku dimasa lalu? Ironi sekali...." potong Wren.

Puluhan tangan panjang berwarna hitam melesat ke arah Wren dan hendak menyerangnya. Sontak Wren menghindari tangan-tangan itu.

"Dasar penyihir, kau meniru kekuatan orang seenaknya saja. Itu kekuatan dari kaum Ender kan? Kalau begitu Aldebaran tunjukan semua kekuatanmu padaku!" tantang Wren.

"Tuan, sebaiknya tuan pergi dari ruangan ini. Ini mungkin akan berbahaya," pinta Aldebaran sambil terus melesatkan serangannya ke arah Wren dan menyebabkan ruangan menjadi hancur.

"Aku tidak bisa, aku adalah rajamu, raja dari kerajaan ini! Aku tidaklah lemah seperti apa yang kau bayangkan," tolak Raja Eins.

"Hahaha! Apa ini, kekuatan lemah, kekuatan lemah!"

Wren kegirangan ketika ia menghindari tangan-tangan yang hendak menangkap dan ingin menghancurkan dirinya.

Tiba-tiba telinganya berdenging, "Bukankah ini.... Oh tidak...."

Darah bercipratan kemana-mana, kepala Wren terpenggal akibat serangan kejut dari sang raja. Namun itu sia-sia Wren tiba-tiba berada disampingnya lalu menendang sang raja hingga terpental dan menabrak dinding.

"Tuan!" teriak Aldebaran.

"Ba-bagaimana bisa dia tetap hidup!?" kejut Raja Eins lalu mulai berdiri.

"Sebagian kekuatan dari Azazel memang berguna," lirih Wren.

"...Dan asal kau tau, sebenarnya aku benar-benar mati dan bisa mengulang hidupku," ungkapnya.

"Kekuatan memanipulasi waktu!? Sihir langka itu, apakah kau menggunakannya?" tanya Aldebaran.

"Sebenarnya tidak, walaupun Sang Waktu sudah tiada dan kemungkinan akan ada penerus nya. Aku memang ingin mencari keberadaannya sekarang. Tapi-"

Belum sempat melanjutkan perkataannya, kepala Wren kembali terpenggal ditangan sang raja untuk kedua kalinya.

"Apakah sekarang dia benar-benar tewas?" lirih Raja Eins.

"Kurang ajar, aku bahkan belum selesai berbicara...." kesal Wren.

"Bagaimana bisa?!" kejut Raja Eins.

"Setelah aku membangkitkan raja iblis Azazel, aku bisa menggunakan kekuatan yang dimilikinya. Ini sungguh luar biasa mengasikkan," ungkap Wren.

"...Dengan begitu, aku bisa menggunakan kekuatannya untuk membunuhmu. Walaupun kau sebenarnya kuat dan tidak ada yang bisa mengalahkan ku." Wren mengeluarkan sebuah Bola Api raksasa dari tangannya yang bertujuan untuk membunuh sang raja ditangannya.

"Selamat tinggal...!"

"Apa yang-"

Tiba-tiba serangan api yang ia buat menghilang dari tangannya. Alhasil ia gagal untuk menyerang sang raja.

Aldebaran tak tinggal diam. Ia memiliki celah kesempatan untuk menyerang Wren dikala ia lengah. Dan serangan miliknya pun berhasil membuat Wren terpental dan menabrak dinding istana dengan keras.

"Skill refleks ku ikut menghilang, apa yang sebenarnya terjadi."

"Apakah Azazel.... telah dikalahkan...?"