Chapter 5 - Kemunculan Raja Iblis Azazel

Tanpa basa basi lagi, Kona pun melesatkan bola api miliknya ke arah Keysa. Bola api itu pun menghantam tubuh Keysa dengan keras dan mulai membakar tubuhnya. Lingkaran itu semakin membuat api itupun panas, pusaran bak puting beliung melahap habis tubuh Keysa bersamaan dengan jeritan keras darinya.

Api itupun padam bersamaan dengan lenyapnya Keysa bersamaan dengan jiwa yang hangus terbakar. 

Auf pun mulai berdiri.

Kona menggunakan kesempatan untuk menyerang Auf. Ia menyemburkan Api dari telapak tangannya ke arah Auf. Pusaran bak portal keluar dari telapak tangan Auf menyerap habis serangan Kona sampai tak tersisa.

Detak jantung Kona berdegup, kepalanya mulai pusing akibat Auf menyerap semua serangannya. Ia mulai menarik napasnya. "Huh…. Nous kah?" tanya Kona dengan nada datar.

"Kau adalah seorang iblis tapi kau banyak bicara ya…. Hah kukira aku akan berhadapan dengan penyihir yang tadi, ternyata kau mengalahkan nya terlebih dulu. Ku kira kalian berkerjasama" ucap Auf sesambil berjalan beberapa langkah.

Kona memandang kebawah dengan raut wajahnya yang sangat datar dan ia bahkan tidak berkedip. Ia melihat bayangan Auf mengikat bayangannya. 

"Ternyata kau menyadarinya" ucap Auf kepada Kona. Kona pun memandangi wajah Auf. Sorot pandangan Kona cukup mengerikan untuk orang-orang awam yang takut dengan hantu. 

"Kau menyerap kekuatanku….?" tanya Kona sambil memiringkan kepalanya. Ekspresinya bahkan tidak terlihat bertanya jika menggunakan raut wajah datar. Gerak-gerik Kona mirip seperti boneka zombie yang dirasuki arwah penasaran.

Auf memejamkan kedua matanya. Tiba-tiba cahaya ungu kebiruan menusuk mata merah milik Kona. Tiba-tiba kesadarannya berada di dimensi aneh yang berwarna putih. Ia memandangi tubuhnya, mata merahnya menghilang bersamaan dengan tanduk kecil miliknya. Penampilan nya kini mirip seperti manusia biasa.

Kona melihat ke sekujur tubuhnya, ia memakai sebuah baju tidur berwarna pink. Tiba-tiba ia terbaring di kasur, suasana menunjukan bahwa ia sedang berada di kamar. Sinar rembulan bersinar masuk lewat kaca jendela. Ia sama sekali tidak dapat  mengingat apapun yang terjadi. Ia bahkan baru menyadari bahwa ada kompres di dahinya.

Knock pintu berbunyi bersamaan dengan pintu yang perlahan terbuka. Seseorang masuk kedalam kamarnya, wajahnya tidak terlalu jelas karena ia membelakangi cahaya. "Kau terbangun ya…." wanita itu mulai berbicara kepada Kona sesambil mengganti kompres-nya dengan air baru. "Anak mama harus kuat donk…. Kau bisa melawan demammu itu agar kau bisa bermain dengan teman-temanmu lagi besok" ucapnya sambil tersenyum.

Wanita itu ternyata adalah Ibu dari Kona, ia sedang merawatnya yang dalam keadaan sakit. Kona juga ternyata disaat itu berumur 6 tahun.

"Teman-teman….?" lirih Kona sambil memegangi kepalanya. 

"Rin, istirahat dulu ya…. biar sembuh" ucapnya sambil menyelimuti Kona. Ia mengecup dahi Kona lalu pergi meninggalkan bersamaan dengan suara pintu tertutup.

"Rin…. Namaku adalah Rin…." lirih Kona sambil melamun menatap ke arah atas. "Nama itu rasanya tidak asing bagiku…."

Setengah jiwa milik Kona, Azazel, menguasai tubuhnya. Mata merahnya menyala dengan tanduk kecil yang membesar bersamaan dengan munculnya tanduk baru di sebelah kanan. Auf pun menggunakan ancang-ancang untuk menyerang Kona yang bertransformasi menjadi iblis.

"Akhirnya kau keluar juga!" ucap Auf.

"Ergh…. Arghhhh" teriak Azazel dengan suara ganda.

Cincin api melesat menuju Auf. Serangan demi serangan meledak ke segala arah mengikuti arah Auf yang menghindari serangan-serangan tersebut. Auf pun menghantamkan petir hitam ke tubuh Azazel. 

"Argggghhhh…." teriak Azazel dengan suara ganda. Ia melesat menamngkap Auf menggunakan rambutnya lalu melemparkannya ke arah atas membuat langit-langit ruang bawah itu hancur menembus keluar.

Cincin-cincin api melesat dan meledak ke tubuh Auf. Auf pun terpental ke tanah dengan keras dengan jubah miliknya terbakar.

Auf pun melepaskan jubah miliknya yang terbakar, sebagian kulitnya juga melepuh akibat ledakan barusan.

"Hah…. Hah…. Hah…." 

Merasakan aura panas di tempat ia pijak, Auf pun menghindar. Dan benar saja semburan api raksasa menyebur melalui tanah itu bersamaan dengan Azazel keluar dari sana. Auf pun mengeluarkan serangan petir hitamnya ke arah Azazel secara bertubi-tubi menghantamnya.

Hempasan aura panas pun meluas ke seluruh hutan itu, salju-salju mulai mencair karena terpaan panas yang begitu menyengat. Auf pun menutupi pandangannya oleh gelombang panas milik Azazel. Elang Api pun terbentuk lalu melesat ke arah Auf. Auf pun menghindari Elang itu. Elang itupun menghantam permukaan tanah lalu meledak mencairkan salju-salju yang tersisa.

Auf pun berbalik lalu menyerang balik Azazel menggunakan Crossbow Petir hitam raksasa miliknya. Pusaran bola api milik Azazel menghilang, aura panas terasa di belakangnya.

Yang benar saja, Azazel berpindah tempat ke belakang Auf lalu menghantamkan tangannya ke Auf. Auf pun terpental bertubi-tubi menghantam permukaan tanah dengan keras.

Sementara itu di ruang bawah tanah.

Gelembung yang memerangkap Mirai pun meletus, ia pun terjatuh menghantam permukaan lantai. Ruangan itu telah runtuh akibat pertarungan Azazel dengan Auf. Untungnya, gelembung yang memerangkap Mirai dan Faza melindung mereka dari reruntuhan.

Mirai pun mulai membuka kedua matanya, ia tersadar akibat efek dari racunnya menghilang. "Ah…. Dimana ini….?" ucapnya sambil memegangi kepalanya lalu mencoba untuk berdiri.

Aku terbangun di tempat aneh, tempat ini sepertinya barusaja hancur akibat sesuatu. Dan kenapa Faza berada di dalam sebuah gelembung raksasa, ini aneh apa yang ku lewatkan. Tiba-tiba tak lama kemudian, suara dentuman terdengar, aku melihat cahaya ke arah atas ternyata aku berada di ruangan bawah tanah. Ini membuatku sangat penasaran.

Pohon-pohon disekitar terbakar hebat akibat efek dari serangan Azazel. Auf pun mulai berdiri mencoba menyeimbangkan dirinya sendiri, luka bakar yang ia miliki cukup parah. "Andai saja aku bisa menggunakan seluruh kekuatan ku, aku tidak akan bisa kalah darinya. Eghh…." ucapnya sambil memegangi tangannya yang terluka.

Gelombang panas pun menghilang, Azazel mulai melayang mendekati Auf dengan perlahan-lahan. Mirai pun melihat Azazel mencoba menyerang Auf menggunakan cincin-cincin Api yang melesat ke arah Auf.

"Dia…. Apakah dia Auf….? Sial dia dalam bahaya!" kejut Mirai sambil menembakan peluru es ke arah Cincin-cincin api itu. Seketika Cincin-cincin api itu membeku lalu meledak.

Azazel pun memandang kearah Mirai yang menggagalkan serangannya. "Mira…. Apa yang kau lakukan disini?" tanya Auf.

"Aku tidak akan biarkan seseorang menyerang temanku!" teriak Mirai sambil mengarahkan telapak tangannya ke arah Azazel. Es padat membentuk sebuah runcingan es lalu melesat ke arah Azazel. Perut Azazel pun tertusuk oleh serangan Es milik Mirai. Warna kuning di rambut Mirai pun menghilang tergantikan oleh gradiasi Putih-Biru. Bunga-bunga es melayang di sekitarnya, gelombang aura dingin menyebar, api-api yang semula membakar pepohonan pun menghilang. 

"Aku akan membekukan Apimu" tegas Mirai. Tak lama kemudian tanah pun bergetar, gundukan es raksasa pun memakan tubuh Azazel lalu membekukannya secara beruntun. 

Mirai pun berlari menghampiri Auf yang terluka parah lalu memberikan sebuah Ramuan Penyembuh. "Ambilah ini" ucap Mirai sambil memberikan ramuan itu.

"Terima kasih…." sahut Auf lalu meminum ramuan tersebut, luka-luka yang ada disekujur tubuhnya pun menghilang berkat ramuan penyembuh milik Mirai.

"Ada apa dengan topeng milikmu, dan apa yang sebenarnya terjadi disini…." tanya Mirai. "Aura mengerikan dari dirimu menghilang…."

"Orang yang menyuruh kita untuk mencari bunga Anggrek Jiwa hanyalah sebuah umpan. Dia berencana mengambil kekuatan milikmu dan juga Faza…." jawab Auf menjelaskan.

"Sial…. Seharusnya kita tidak terperdaya dengan tipuannya. Kalau begitu apakah dia…." 

"Bukan…. Dia adalah Ixora Kona, tidak…. Azazel. Dia tidak ada hubungannya dengan orang yang bernama Keysa, bahkan dialah yang membunuh Keysa" jelas Auf.

"Benarkah…. Kalau begitu, dia ada tujuan lain menyerangmu?" ucap Mirai bertanya.

"Tidak…. Aku tidak tau. Yang pasti perangkap es-mu tidak akan bisa bertahan lama" jawab Auf.

"Jika begitu, maka…."

Tiba-tiba perangkap Es yang membekukan Azazel mulai retak bersamaan dengan aura panas semakin terasa. "Egh… Dia mencairkan seranganku" batin Mirai siaga. 

Perangkap Es milik Mirai pun hancur hancur berhamburan. Angin panas menghempas ke segala arah. Azazel akhirnya berhasil keluar dari perangkap milik Mirai, luka tusuk yang dia miliki pun telah beregenerasi. Gelombang panas kembali ia keluarkan, membuat suasana terasa sangat panas. Bunga-bunga es yang melayang di sekeliling Mirai pun menghilang akibat panas. 

"Ergh…." 

Pandangan Mirai seketika mulai buram, ia merasakan pusing yang luar biasa. Tubuhnya mengeluarkan keringat, seolah ia sedang mencair. Mirai mulai sempoyongan dan jatuh, untungnya Auf menangkap tubuh Mirai sebelum ia menghantam permukaan tanah.

"Mirai, bertahanlah!" ucap Auf sambil menyenderkan tubuh Mirai ke sebuah batang pohon.

Azazel menghembuskan api melalui mulutnya menuju ke arah Mirai dan Auf. "Egh…. Takkan ku biarkan kau!" tegas Auf sambil mengerahkan telapak tangannya ke arah serangan api itu. Bak sebuah lubang hitam, sebuah portal dimensi muncul di tangannya menghisap habis serangan yang dikerahkan Azazel. 

Tubuh Auf patah-patah seperti karakter permainan yang nge-bug, dengan cepat ia perpindah ala-ala Glicth ke hadapan Azazel sambil mengepalkan tangannya. Ia menghantamkan tubuh Azazel dengan keras ke permukaan tanah. Auf memijak tanah. Ia berjalan menuju Azazel yang mulai berdiri. Azazel menghembuskan api pendek ke arah Auf. Auf pun melompat ke udara, berniat menghindari serangan dari Azazel. Alhasil serangan Azazel sia-sia termakan awan yang berkumpul di langit. 

Auf kembali memijak tanah setelah menghindari serangan demi serangan dari Azazel. "Aku akan membuatmu membayar apa yang telah kau perbuat…." ucapnya.

Tiba-tiba langit menjadi sangat gelap gulita, awan-awan berkumpul seperti akan terjadi badai. Petir-petir menyambar-nyambar, angin berhembus kencang menggerakkan pepohonan. Hal yang direncanakannya berhasil, Auf mengangkat tangan kirinya ke arah langit. Petir menyambar tangannya itu lalu terkoneksi melalui tangannya. "….Cumulonimbus!"

Hujan deras membasahi tanah, kristal es yang ada di awan telah mencair akibat aura panas dari Azazel yang menyebabkan cuaca disekitar tempat itu tidak terkendali. Azazel terombang-ambing akibat serangan hujan yang membasahi dirinya, sebagian besar tetesan air yang mengenainya meledak menjadi uap panas setelah bersentuhan dengan tubuhnya.

Hujan yang amat deras terus membasahi permukaan tanah seakan hujan tersebut tidak memiliki sela-sela di antaranya.

Air hujan mendinginkan keadaan, Mirai pun mulai sadar dari pingsannya melihat di sekelilingnya, ia hanya terkena tetesan gerimis dari hujan tersebut.

Auf…. Aku tidak mengerti apa yang telah terjadi disini setelah aku tidak sadarkan diri karena merasakan panas. Tapi untungnya, air hujan ini mendinginkan ku. Tapi tunggu dulu! Hujan di musim dingin? 

Ah! Auf, dia menghujani orang itu….

"Dan sentuhan terakhir…." ucap Auf. Jutaan petir bertegangan tinggi berkumpul di satu titik lalu melesat menuju ke arah Azazel, setiap tetesan air yang jatuh mempermudah jalan petir itu untuk menyambar tubuh Azazel.

Cahaya terang menyinari keadaan, membuat buta sesaat pada orang yang sedang berada disana. Mirai menutupi pandangannya, tiba-tiba hempasan kuat mendorong tubuhnya. Alhasil Mirai terhempas beberapa meter dari tempatnya semula. "Akhh…. Apa itu tadi"

Dumm! Ledakan dahsyat yang memekakkan telinga terjadi. Cahaya terang mulai hilang dari pandangan, kawah besar yang cukup dalam terbentuk. Auf melayang di atas kawah besar itu. Terlihat Kona telah kembali ke wujud aslinya, Azazel berhasil dikalahkan oleh Auf. 

Tik Tok! Tik Tok! Suara jam pun terdengar. Sebuah portal yang mirip seperti jam dinding muncul di samping Auf. Seorang gadis kecil keluar dari portal itu dengan rambut merah dan mata berwarna emas.

"Rikka! Rikka! Eh…. Ahhh" gadis kecil itu terjatuh dari portal miliknya sendiri, untungnya Auf sigap meraih tangannya.

"Hoehhh…. Kukira ada permukaan tanah disini. Hey! Apa yang kau lakukan mengapung begini, kan sudah ku beritahu padamu kalau aku tidak bisa terbang!" tegasnya memarahi Auf. 

"Erikka, apa yang membuatmu datang kesini?" tanya Auf.

"Dasar Nathe bodoh! Apa yang kau lakukan dengan gadis dibawah sana. Lagipula menyalahgunakan kekuatan alam begitu tidak baik tau!" ucap gadis itu yang ternyata namanya adalah Erikka.

"Kau belum melihatnya belum tau" sahut Auf yang dengan sengaja melepaskan genggaman tangannya dengan Erikka. "Ahhhhh" Alhasil Erikka terjatuh menghantam permukaan tanah.

Brak! "Uwa uwa uwa…. kenapa angka 1 berputar di kepalaku…." Erikka pun terbaring di tanah dalam keadaan mengigau.

"Auf!" Mirai menghampiri Auf sambil memanggil namanya. Auf pun mendengar panggilan dari Mirai lalu turun menghampirinya. 

"Ah, kau sudah baik?" tanya Auf kepada Mirai.

"Lumayan, ngomong-ngomong apa itu tadi….?"

"Hmmm…. Ceritanya panjang, yang jelas Azazel telah kalah" jawab Auf.

"Nathe bodoh! Kenapa kau melepaskanku, kau mau membunuhku ya!?" pekik Erikka yang kesal terhadap Auf.

"Eh, ngomong-ngomong dia siapa?" tanya Mirai.

"Dia adikku, umurnya baru 12 tahun, ya….dia lumayan menjengkelkan sih" ungkap Auf.

Erikka menghampiri Auf dengan ekspresi marah. "Hiyaaaa!!!!" teriak Erikka sambil berlari menuju kearah Auf. Auf mengarahkan tangannya ke arah Erikka lalu menyentil dahinya seketika hal itu membuat ekspresi marahnya berubah menjadi malu.

"Aduh…. hmmmp"

"Wah, dia imut ya" puji Mirai.

Seketika pandangan Erikka menuju ke arah Mirai.

"Tante siapa?" ucapnya dengan polos.

Egh! Tante…. Baru kali ini aku di panggil tante, apakah aku terlihat seperti tante-tante? "Hehe…." ternyata Auf benar dia agak menjengkelkan.

"Auf…. hmmm, dimana topengmu sekarang?" ucapku bertanya padanya. Wajahnya jadi terungkap setelah topengnya menghilang. 

Adiknya sedikit kaget setelah aku bertanya begitu. "Tunggu dulu, dia benar juga kenapa kakak menunjukkan identitas kakak!?" ucap Erikka menanyakan hal yang sama.

Auf pun berdengus sejenak, ia mulai berbicara sesuatu "Hmm…. Sepertinya tidak perlu lagi merahasiakan sesuatu pada teman-temanku sendiri. Lagipula aku dari awal memang sedang menyamar, namaku…."

"Namanya itu Nathe, Gabriel Nathe" ungkap adiknya.

"Dan aku adalah Nosaela Erikka, hehe…." lanjutnya sambil mengenalkan dirinya sendiri.

Dia seperti anak kecil berumur 8 tahun menurutku dari tingkah Erikka.

Kona akhirnya tersadar dari pingsannya, ia mulai meregenerasi dirinya sendiri. "Apa yang kulewatkan…." ucapnya bertanya-tanya, ia kini terlihat seperti manusia biasa, aura Azazel dari dirinya semakin memudar, Azazel telah dikalahkan oleh Auf, maksudku Nathe dengan mudah.

"Jadi kau memberikan nama palsu, eh tunggu dulu…. apakah di serikat itu juga….?" tanyaku kepada Nathe.

"Kurang lebih begitulah…. Ucapan Faza ada benarnya juga sih…." jawabnya. Aku pun terkejut dengan ucapannya, ada benarnya? "Apa maksudmu ada benarnya?" tanyaku yang kebingungan dengan perkataannya. 

"Hah, soal itu lupakan…." ucap Nathe menjelaskannya. 

"Hey, sepertinya gadis yang kakak serang sudah sadar!" teriak Erikka dari kejauhan.

Aku dan Nathe teralihkan pada Erikka yang melambai-lambaikan tangannya. Sepertinya dia menunjukkan sesuatu, oh tunggu dulu, gadis yang dimaksudnya apakah dia. Nathe pun mendatangi Erikka dan melihat ke arah bawah kawah, sepertinya Kona telah sadar dari pingsannya. Aku pun menghampiri Nathe dan Erikka.

Tanpa basa-basi Erikka malah berlari mendatangi Kona. "Bukankah itu berbahaya?" ucapku secara spontan. "Biarkan saja, jangan khawatir" sahut Nathe menyakinkan. 

"Baju kakak berantakan sekali…." ucap Erikka kepada Kona. Nathe benar, Kona sama sekali tidak melakukan perlawan pada Erikka, apa karena Azazel telah di kalahkan olehnya? Menurutku sih iya.

Erikka mengarahkan telapak tangannya ke arah Kona, seketika jubah yang dipakai Kona kembali menjadi baru, robekan-robekan bahkan noda yang menempel menghilang.

Aku pun terkejut bukan kepalang melihatnya. "Eh, bagaimana bisa?!" ucapku bertanya-tanya. Nathe pun tertawa kecil mendengar perkataanku, "apa yang salah?" sambungku.

"Tidak, Erikka punya kekuatan waktu…. Dia bisa menggunakan kekuatannya untuk mengembalikan sesuatu atau bahkan ya…. Menurutku kekuatannya lumayan berbahaya sih" ungkap Nathe.

"Ehehe, iya…. ada benarnya juga…." kataku setelah mendengar penjelasan dari Nathe, aku merasa kaku menyebut nama aslinya, huh….. 

Jubah yang dikenakan oleh Kona kembali seperti baru. "Woah…." kagum Kona dengan wajah sedikit memerah, sembari melihat jubah miliknya.

"Sebelumnya ekspresi gadis itu sangat datar, seperti tidak punya ekspresi wajah…. Aku tau dia bisa berubah dengan cepat, lagipula aku sudah memberinya kesempatan selama dia tertidur…." jelas Nathe.

"Ehmm…. Menurutmu dia bisa berubah?" tanyaku.

"Ehm…. sepertinya, siapa yang tau" jawabnya.

"Kakak kembali cantik sekarang hehe, oh ya, kakak mau jadi temanku?" ucap Erikka sambil tersenyum. "Eh, teman?" kejut Kona seakan seperti tidak pernah mendengar kata itu. "Ehm, kau tidak mengerti ya?" tanya Erikka dengan raut wajah yang berubah menjadi bertanya-tanya.

"Bukan begitu, aku sama sekali tidak punya teman di dunia ini…." jawab Kona. "Heh….? Jadi kakak tidak punya teman disini? Kalau begitu aku akan menjadi teman kakak" ucap Erikka.  

"Eh, benarkah?" tanya Kona. "Ayolah…." ucap Erikka sambil meraih tangan Kona lalu membawanya ke hadapan Nathe dan Mirai.

"Dan kak Nathe, kakak harus meminta maaf padanya! Dia sekarang temanku, tidak sopan kalau tidak meminta maaf" tegas Erikka dengan nada marah kepada Nathe, sepertinya Erikka tidak tau apa yang sebenarnya terjadi deh…. Aku juga.

"Huh…. Baiklah, Ixora-sama, aku minta maaf telah bersikap agak kasar padamu. Kalaupun kamu sadar aku melakukannya" ucap Nathe meminta maaf, menurutku itu tidak terdengar seperti sebuah permintaan maaf.

"Aku tidak tau, seharusnya aku yang meminta maaf. Aku selalu dikendalikan oleh iblis yang sudah lama berada di dalam diriku…. Jadi ya, kau yang tidak perlu meminta maaf, seharusnya aku berterimakasih padamu. Tapi, aku tidak akan tau itu akan bisa bertahan sampai kapan. Seharusnya kau tau, jiwaku sudah terhubung olehnya…. jadi ya-" 

"Hey, kak Kona bicara apasih? Hmmp…." potong Erikka. "Benarkah?" ucap Kona kepada Erikka. "Iya, oh ya…. Aku lupa menyebutkan namaku, namaku adalah Nosaelia Erikka. Dan lelaki tangguh dan kuat ini yang katanya menurut pandangan iblis ini, namanya adalah Nathe. Oh ya, kakak boleh panggil aku Erikka kok" ucap Erikka memperkenalkan dirinya.

Aku mulai memperkenalkan diriku padanya. "Namaku Yamamoto Mirai, panggil aku Mirai" ucapku. Kona pun tertegun, "Salam kenal, aku Ixora Kona" ucapnya dengan senyuman, senyumannya sepertinya sangat tulus dari hatinya.

"Haha…." Kona pun tertawa terharu karena telah terlarut oleh suasana.

"Oh iya, kau datang kemari tidak bersama Faza? Dimana dia?" tanya Nathe kepadaku. Pertanyaan langsung membuatku terkejut. Ah! Aku melupakan orang itu, sepertinya dia sudah mati tertimpa bangunan.

Sementara itu di ruang bawah tanah yang sudah hancur…

Sorot memperlihatkan beberapa beton bangunan berantakan dimana, hampir menutupi seluruh ruangan, tidak ada jalan keluar kecuali kau keluar melalui jalan atas. 

Sebuah gelembung yang memerangkap Faza meletus, alhasil Faza jatuh menghantam permukaan tanah. Kedua matanya perlahan mulai terbuka. "Eh! Dimana aku?" betapa terkejutnya dia melihat dirinya sendiri berada di sebuah ruangan yang sudah runtuh. "Ngomong-ngomong kemana semua orang? Tidak ada? Ya sudah, tidur lagi…." ucapnya lalu tertidur untuk kedua kalinya.