Selesai makan pagi, kedua muda mudi itu pun melanjutkan rencananya untuk pergi ke Bogor. Di sana Ansel menepikan mobilnya di sebuah wahana yang tidak jauh berbeda dengan Dufan. Ya, saat ini mereka sudah sampai di Jungle Land.
Setelah membeli tiket dan masuk, permainan pertama yang dipilih oleh Alara adalah Komedy Putar. Alara begitu ingin meluapkan emosinya dengan berteriak sekencang mungkin agar bisa sedikit membaik hatinya. Dia tidak ingin menangis, rasanya rugi sekali menangisi pria yang tidak pernah peduli. Akan tetapi, lagi-lagi hatinya masih merasakan sesak.
"Kakak pintar sekali memilih tempat seperti ini!" serunya senang karena paling tidak, mampu mengurangi bayangan wajah Arvin tadi.
"Pastilah, aku itu tipe cowok yang peka. Lihat muka jelekmu saat menangis, tentu aku langsung mendapat ide ini. Dan lihat! Kamu tersenyum, kan! Lebih enak dipandang begini dari pada muka kusut kayak tadi pagi." Ujar Ansel bangga.
"Ish, rese banget sih." Keduanya pun tertawa dan kembali menaiki beberapa wahana yang sudah tersedia. Alara sejenak benar-benar melupakan kesedihannya. Hampir semingguan ini, bersama Ansel membuat dunia Alara berwarna dan hidup. Dia bisa menjadi diri sendiri tanpa menutupi sifat kekanak-kanakkannya. Berbeda bila saat di dekat Arvin, Ia menjadi kaku dan salah tingkah. Berusaha selalu menjaga imagenya sebaik mungkin agar Arvin merasa nyaman di dekatnya. Cinta memang mampu merubah sifat manusia, dan itulah keistimewaan cinta.
Sedangkan dibelahan dunia yang lain, Arvin tengah berbahagia. Dia membeli banyak barang yang akan dibawa ke Australia sebagai oleh-oleh. Senyumnya tak pernah luntur dari pancaran wajah berserinya. Membayangkan akan segera bertunangan dengan sang gadis pujaan membuat hidupnya semakin bahagia. Dia merasa bebas berada jauh dari istrinya.
Tanpa rasa bersalah sedikitpun dan memikirkan bagaimana hancurnya hati Alara jika mengetahui suaminya akan bertunangan dengan orang lain. Ansel terus saja beranggapan bahwa apa yang dilakukan olehnya sudah tepat. Memang sedari awal dia hanya ingin membuat wanita yang bergelar istrinya itu menderita, sangat menderita.
Setelah bertunangan pun, Arvin berencana untuk membawa Zemira ke Indonesia dan menikah disana. Mungkin pernikahan siri menjadi jalan satu-satunya yang ditempuh asal mereka bersatu. "Kita akan menikah sayang, setelah aku bisa meyakinkan Mama jika kamu pun layak menjadi menantunya. Kita akan mengadakan resepsi." Monolognya sendiri.
Beberapa tentengan dia bawa ke rumah yang sudah dia beli untuk Erina di Yaman. Beruntung di rumah tidak ada orang, Erina tengah menemani Dina di rumahnya karena Akbar tengah melakukan perjalanan bisnis ke Saudi Arabia.
Sesampainya di kamar, dia meneliti kembali belanjaan. Satu per satu dia cek, takut bila ada yang kurang maka bisa kembali lagi ke tokonya. Satu set perhiasan, serta baju-baju indah dan beberapa gaun juga tak luput dia beli. Merk branded menjadi pilihan terbaik bagi siapa pun yang memiliki uang tak berseri. "Semoga kamu suka ya, sayang!" ucapnya dengan tersenyum sendiri.
Dua sudah berlalu, dan hari ini merupakan jadwal kepulangan Arvin setelah mengantar sang Mama pergi ke negeri Syam. Erina tidak tahu jika sang putra tidak pulang ke Indonesia tapi pergi ke tempat dimana anak semata wayangnya menimba ilmu bahkan mendirikan perusahaan hingga besar dan memiliki cabang di Jakarta.
"Ma, Arvin pergi ya! Mama jangan terlalu banyak pikiran, semua sudah terkendali dan aman di sini. Arvin juga sudah menyewa beberapa bodyguard untuk melindungi Mama dari Kevin. Jadi Mama hanya perlu bersenang-senang saja di sini. Jika ada apa-apa segera hubungi Arvin saja, Ma!"
"Iya sayang, terima kasih banyak, ya! Kamu juga hati-hati, salam buat Alara, ya!" Arvin tertegun. Selama beberapa hari ini memang dia tidak peduli keadaan sang istri. Hanya kemarin lusa dia sebentar ngobrol dan bertatap muka melalui video call.
Dan tentu saja mungkin sampai dua minggu kedepan, Arvin akan menemui Zemira dan mengecek kantor pusat miliknya yang sudah beberapa bulan ini belum dikunjungi.
"Iya, Ma! Mama hati-hati ya di sini. Jangan pernah pergi sendirian, biarkan para bodyguard itu menjalankan tugasnya dengan baik," Pesan Arvin.
"Iya, sayangggg. Sekarang pergilah, sebentar lagi keberangkatan pesawatmu!" Suruh Erina kemudian.
"Salam buat Alara, ya! Mama sangat merindukannya." Arvin mengangguk. Pikiran entah, sebenarnya dia tidak ingin membohongi sang Ibu. Namun dia sendiri tidak mampu mengendalikan keinginan yang teramat besar agar bisa membangun mahligai cinta dalam satu ikatan suci seperti impiannya selama ini.
"Arvin pergi, Ma! Assalamualaikum!"
"Wa'alaikum salam." Setelah salam perpisahan dilanjut dengan menghilangnya tubuh Arvin, Erina kembali pulang kerumah.
Sedangkan Arvin, sudah berada di kabin pesawat menuju Negara Kanguru. Bayangan bagaimana terkejutnya nanti sang pemilik hatinya, membuat Arvin benar-benar tidak sabar bertemu dengan Zemira.
"Sayang, aku datang. Semua harapan kita yang indah akan segera terwujud," ucapnya, lalu mencium gambar dalam layar ponsel pintarnya.
Sesampainya di rumah, Erina segera memberi kabar kepada menantu kesayangannya jika suaminya pulang hari ini.
"Assalamualaikum, Ma!"
"Walaikum salam sayang. Sedang apa? Apa Ansel menjagamu dengan baik? Dia tidak merepotkan mu kan sayang?"
"Tidak, Ma. Kak Ansel sama sekali tidak merepotkanku kok, Ma. Justru dia menjagaku layaknya adiknya sendiri dengan sangat baik." Terang Alara.
"Syukurlah jika begitu. Oya sayang, hari ini Arvin akan kembali ke Indonesia. Baru saja Mama sampai di rumah dan langsung menghubungimu. Jangan kaget ya dengan hadiah yang dia bawa."
"Kenapa memangnya, Ma?"
"Astaga sayang! Kamu polos banget sih. Tentu saja itu semua buat kamu, Nak!" Alara bukannya senang namun malah sedih. Dia bahkan sanksi atas ucapan dari mertuanya. Dia tidak yakin jika apa yang dibilang Erina itu benar adanya. Kenapa Alara bisa berpikir begitu? Tentu saja karena hubungan komunikasinya bersama Arvin selama seminggu ini tidak berjalan sama sekali.
Seolah menghindar atau memang tidak ingin berhubungan lagi dengan Alara, Arvin mengabaikan semua chat dan panggilan dari Alara. Bahkan ungkapan rindunya tidak terbalas layaknya pasangan pada umumnya yang saling bertukar kata rindu saat berada jauh.
Namun Alara tidak ingin semua itu diketahui ibu mertuanya, bisa berbahaya jika sampai tahu. Selain nanti Arvin kena amarah, bisa jadi kondisi Erina yang lemah akan drop. "Andai saja kabar yang Mama beri ini benar, betapa senangnya diri ini. Tapi maaf Ma, aku tidak berani berharap banyak sekarang," gumamnya dalam hati.
"Ya, sudah sayang. Mama dipanggil sama Tante Dina. Mama tutup ya!"
"Iya, Ma. Salam buat Tante Dina, Ma."
"Iya, Assalamualaikum."
"Walaikum salam."
Ada perasaan begitu bahagia mendengar berita dari Erina. Dia menghitung waktu, ya dia akan menjemput sang suami nanti di bandara. "Bahkan kepulanganmu saja harus Mama yang memberi tahu, sebenarnya kamu kenapa sih, Mas? Perubahan sikapmu yang drastis membuatku bingung?"
Di tempat lain, setelah beberapa jam. Ervin sudah sampai di Australia. Dia langsung menuju rumah Zemira.
Ting tong
Hingga sampai tiga kali memencet bell, seorang wanita paruh baya datang tergopoh-gopoh. "Hai, Bi!" sapa Arvin setelah melihat pengasuh kekasihnya sedari kecil.
"Tuan Arvin!" Serunya, dia pun mematung sebentar. "Silahkan masuk Tuan, saya akan panggilkan Nona Zemira," ucapnya sopan, Bibi Nina adalah pengasuh Zemira sedari kecil. Dia asli orang Indonesia yang dibawa oleh Neneknya Zemira untuk bekerja dikeluarga tersebut. Jadi tentu saja Bi Nina mengerti bahasa Indonesia.
Arvin menuruti perintah Bi Nina, dia duduk tenang di ruang tamu sembari menunggu kekasihnya keluar. Tak berselang waktu lama, Zemira dibuat terkejut oleh kedatangan seseorang yang sangat dia rindukan beberapa bulan ini.
"Arvin!" panggilnya. Sedetik kemudian, tubuh Arvin ditubruk oleh badan Zemira untuk masuk kepelukan sang pujaan hati. Dengan tangan terbuka, Arvin membalas pelukannya erat. Keduanya melepas rindu yang selama ini mereka tahan, Zemira tidak menyangka jika tiba-tiba Arvin kembali tanpa memberitahunya terlebih dahulu.
"Sayang, aku merindukanmu!" ucap Zemira.
"Aku juga, sayang. Aku janji tidak akan pergi meninggalkanmu lagi. Ikutlah bersamaku ke Indonesia, mari kita menikah disana," Ujar Arvin to the point.
"Iya, Vin. Aku mau, dimanapun kamu berada aku akan mengikutimu. Aku hampir gila karena berada jauh darimu." Zemira menangis. Ia meluapkan semua kebahagiaannya dengan tangisan.
"Shutt jangan menangis lagi sayang, maafkan aku karena meninggalkanmu terlalu lama." Zemira menanggapinya dengan anggukan. Dia sudah kehilangan kata-kata.
Arvin melepas pelukan wanitanya, dan menuntun untuk duduk di sofa. Tangan meraih barang bawaannya yang sudah dikemas apik dan menyerahkannya kepada Zemira.
"Sayang, aku bawa oleh-oleh untukmu!" Arvin menyodorkan kemasan itu dihadapan Zemira, airmata yang keluar pun kini berganti senyuman indah yang sudah lama tidak Arvin lihat.
"Terima kasih banyak sayang, ini terlalu banyak."
"Tidak masalah sayang, yang penting kamu suka." Zemira hanya tersenyum. Keduanya pun terlibat perbincangan hangat, sebagai bagian melepas rindu. Satu jam sudah berlalu, dan keduanya seakan enggan untuk mengakhiri pertemuannya.
"Sayang, besok temui aku di Restoran Maha ya! Ada hal yang ingin aku sampaikan, penting. Jadi kamu harus datang, ya!" Restoran Maha adalah tempat Favorit bagi mereka. Restoran Maha merupakan salah satu tempat yang menyediakan menu-menu halal dari timur tengah yang ada di Melbourne. Selain tempatnya bernuansa klasik, tentu saja menambah suasana romantis. Di sana nantinya yang dipilih Arvin untuk melamar kekasih hatinya.
"Pasti sayang. Selama kamu tidak ada di sini, aku tidak pernah berkunjung ke Maha. Aku takut rasa rinduku semakin besar jika aku mengunjungi tempat kenangan kita." Tangan Arvin terulur menyurai lembut kepala Zemira.
"Benarkah itu sayang? Sebesar itu kah cintamu padaku?"
"Apa kamu meragukan perasaanku? Ish, kamu jahat." Arvin spontan terbahak.
"Hahahaha jangan ngambek dong... aku Cuma bercanda kok!"
"Gak lucu," kesal Zemira. Arvin menoel hidung Zemira gemas.
"Kamu semakin cantik sayang kalau sedang ngambek. Sering-sering deh, biar aku makin cinta sama kamu," goda Arvin lagi.
"Arvinnn...," teriak Zemira akhirnya.
"Hahahaha oke oke, aku pulang saja lah dari pada jadi sasaran amarah singa lapar," Zemira semakin geram mendengar candaan Arvin. Beginilah sifat Arvin sesungguhnya. Tidak jauh beda dengan Ansel, selalu riang bersama orang yang disayang. Arvin melakukan itu pun hanya kepada Zemira, tidak ada yang lain. Apa lagi saat bersama Alara, walaupun bersandiwara tapi tidak bisa menutupi hawa dingin dari sikap Arvin. Dan sayangnya Alara terlalu bodoh untuk memahami karakter Arvin.