"Kau tenang saja. Ibumu pasti baik-baik saja. Tak ada luka serius di tubuh ibumu kan?" Bintang hanya melirik Bram sekilas, ucapan nya memang benar tapi tentu saja ia tak bisa tenang sebelum mendapati ibunya sadar dan dalam keadaan baik-bain saja.
***
Dinar memandang jendela kamarnya yang mengarah kearah perkebunan teh milik keluarganya yang menghijau dan membentang sepanjang mata memandang.
Kreekk.
Pintu kamarnya di buka perlahan dan seseorang masuk kedalamnya dengan langkah tegap. Dari suara langkahnya Dinar sudah sangat hafal betul siapa yang datang tanpa ia harus menoleh.
"Kenapa melamun? Orang hamil gak boleh melamun." Adinata kini mendekat dan duduk di samping putrinya yang duduk diatas depan tempat tidur empuk berlapis kain pembungkus berwarna merah jambu dengan motif bintang-bintang.
"Ayah? Ada apa?"
"Emm. Ayah hanya ingin menemui putri ayah. Sebentar lagi kau akan menikah jadi nanti pasti tak akan ada waktu luang untuk ayahmu ini."
"Kenapa bilang begitu. Nanti pasti aku juga akan sering main kesini kok."
"Tetap saja. Kau adalah milik orang lain dan kau tak akan lagi menjadi putrinya ayah yang manja. Karna kau sebentar lagi akan menjadi seorang ibu."
"Sampai kapan pun aku tetap akan jadi putri ayah yang manja."
"Maaf, ayah tak bisa memberimu pesan apapun mengenai kehamilan tentang apa yang harus dan tak boleh dilakukan. Karena ayah juga tak mengerti hal-hal seperti itu. Andai saja ibumu masih hidup mungkin kau bisa bertanya perihal kehamilan dan masalah bayi kepadanya. Tapi ya.. Ibumu tak ada lagi di dunia ini dan ayah bahkan sudah gagal mendidikmu jadi orang yang baik."
"Ayah… Maaf kan aku. Aku memang anak yang tak berguna."
"Ayah tak ingin Menyalahkan mu lagi. Tujuan Ayah kemari hanya ingin memberikan ini." Adinata mengeluarkan sebuah kotak berwarna hitam. Dinar sendiri tak pernah melihat kotak itu sebelumnya.
"Apa itu ayah?"
Adinata membuka kota itu dan ternyata isinya adalah perhiasan emas. "Ini semua adalah peninggalan ibumu. Dan ini. Gelang ini adalah gelang mu saat kau bayi. Dan ayah ingin kau ataupun cucuku nanti bisa memakai benda bersejarah ini. Ya mungkin modelnya sudah sedikit jadul tapi kualitas emasnya masih sangat baik." Adinata menunjukkan perhiasan itu kepada Dinar, ada kalung, gelang, anting, bahkan gelang bayi juga masih terjaga dengan baik.
"Ayah..?" Dinar terharu melihat perhiasan itu.
"Sebentar lagi kau akan menjadi seorang ibu. Dan ayah berharap kau akan mampu menjaga anakmu nanti dengan baik sayangilah dia karena ia merupakan bagian dari darah dan dagingmu. meskipun anak itu tercipta dari sebuah ketidak sengajaan tapi ayah harap kau dan Aditya mampu melimpahkan kasih sayang kalian berdua pada bayi itu. Bagaimanapun ia adalah bayi yang tidak berdosa tapi rawatlah dia dengan penuh cinta dan kasih." ucapan Adinata sukses membuat Dinar melelehkan air matanya setiap kata-kata yang di lontarkan pria itu megitu menusuk di relung hatinya. Selain karena terharu tentu saja Dinar merasa bersalah dan berdosa kepada Ayahnya.
Dinar yang tak sanggup kini memeluk Ayahnya dengan erat. Ia terisak dalam pelukan Ayahnya. "Pasti ayah. Aku pasti akan merawat dan membesarkannya dengan penuh cinta dan kasih sayang."
Dinar mungkin saja bisa melakukan dan memenuhi janji itu pada Ayahnya. Tapi Aditya? Bayi tersebut bahkan bukan hasil dari benih Aditya jadi Dinar tak yakin pemuda itu akan bisa menyayangi anaknya kelak. Mau menikahinya saja Dinar sudah merasa sangat bersyukur setidaknya ia tak di bunuh hidup-hidup oleh Ayahnya.
"Setelah ini kamu memang masih putri ayah tapi kamu juga adalah milik suamimu. Kamu harus menuruti semua apa yang di katakan dan di perintahkan oleh suamimu, jangan buat dia kecewa layani dia dengan sepenuh hatimu." Dinar mengangguk dalam pelukannya. Ia menyetujui permintaan ayahnya meski ia sendiri tak yakin apakah ia bisa melakukan hal itu karena pernikahannya dengan Adit adalah tanpa di dasari rasa cinta.
Biasanya Adinata datang ke kamar Dinar hanya untuk memanggil gadis itu untuk makan atau jika butuh suatu bantuan, tapi lain halnya dengan kali ini. Ayah dan anak ini berdua di dalam kamar dan saling berpelukan bahkan saling menangis. Dirga yang lebih dulu hijrah ke jakarta meninggalkan Adinata yang mengurus perkebunannya, sementara sebentar lagi Dinar juga akan meninggalkannya untuk ikut suaminya setelah menikah.
"Ingat, kau masih harus menyelesaikan wisudamu. Ayah ingin melihatmu memakai toga dan lulus dengan bangga." ucap Adinata berpesan.
Dinar memang sudah lulus dan hanya tinggal menunggu proses wisuda, sementara Adit sendiri yang memang selisih satu tahun lebih muda dari Dinar masih harus menyelesaikan pendidikannya 2 semester lagi. Namun Aditya sendiri juga telah di bebani untuk mengurus perusahaan oleh Bima,Ayahnya. Jadi nanti setelah menikah Aditya mau tak mau harus bolak balik jakarta-singapore demi menyelesaikan pendidikannya dan pekerjaannya.
***
"Bagaimana dokter keadaan pasien?"
"Loh dokter Bram? Apakah pasien tersebut kerabat anda?" dokter yang baru keluar mendapati Bram yang menunggu di luar ruangan bersama seorang gadis cantik.
"Ya dia adalah kerabatku." jawab Bram spontan sementara Bintang melirik Bram dengan tatapan tak menyangka. Padahal diantara mereka bahkan sama sekali tak ada hubungan apapun.
"Pasien mengalami patah tulang pada lengan kirinya, namun jangan khawatir pasien kini sudah sadar. Selain itu tak ada luka dalam yang serius."
"Jadi ibuku harus di operasi?"
"Ya. Pasien harus di operasi. Dan keluarga harus menandatangi surat pernyataan persetujuan untuk tindakan operasi yang akan kami lakukan."
"Lakukan saja dok semuanya biar saya yang urus pokoknya lakukan apapun yang terbaik untuk pasien." jawab Bram dengan mantap.
"Tapi pak Bram.." Bintang mencoba mencegah Bram melakukan semua inj untuknya karena membantu menyelamatkan ibunya saja Bintang sudah sangat berterima kasih.
"Sudahlah Bintang. Jangan pikirkan yang lain biarkan ibumu mendapatkan pelayanan dan tindakan yang terbaik."
Bintang hanya bisa pasrah. Entah harus dengan cara apa ia harus membalas kebaikan Dokter muda berkaca mata tersebut.
Dokter yang menangani ibu Bintang pun kini berlalu dan hendakenyiapkan segala prosedur yang di butuhkan. Sementara Bram mengikuti dari belakang untuk memberikan jaminan dan persetujuan untuk tindakan operasi untuk ibu Bintang. Semuanya diurus oleh Bram termasuk biaya administrasi yang dibutuhkan. Sementara Bintang kini menemui ibunya yang masih di ruang ugd.
"Ibu? Tadi kenapa ibu bisa sampe jatuh?"
"Ibu tadi habis mandi mau keluar tapi kepleset. Aduh tangan kiri ibu sakit banget.."
"Ibu tenang dulu ya. Lengan kiri ibu mengalami patah tulang jadi untuk sementara ini jangan banyak bergerak dulu."
"Lalu siapa yang membawa ibu kerumah sakit ini? Ini kan rumah sakit mewah pasti biaya perawatan disini mahal. lebih baik ibu diurut di tukang pijat aja Bintang."
"Ibuk tenang saja. Semuanya sudah diurus sama Dokter Bram. Dia tadi yang bantuin Bintang bawa ibu kerumah sakit ini."
Bersambung...!