"Ibuk.. Ibukk..!!" Bintang mengetuk-ngetik pintu kamar mandi namun sama sekali tak ada jawaban. Kini Bintang mulai merasa panik jangan-jangan terjadi sesuatu dengan ibunya dj dalam kamar mandi. "Ibuk.. Ibuk gak apa-apa?? ibu buka pintunya buk..!!" kini perasaan cemas mulai menghantui Bintang. Ia berusaha mendobrak pintu kamar mandi, namun tentu saja tak bisa terbuka karena tenaganya yang tak seberapa tak mungkin bisa mendobrak pintu tersebut. Jelas ia butuh bantuan, kini Bintang berlari keluar rumah mencoba untuk meminta bantuan kepada seseorang yang bisa menolongnya.
Bintang berlari keluar rumah hingga sampai di gang kecil depan rumahnya ia celingak celinguk mencari sosok pria yang bisa membantunya untuk mendobrak pintu kamar mandinya. Namun Bintang begitu kaget menemukan sosok pria yang kini berdiri tak jauh dari rumahnya. Ia tercengang, sama sekali tak menyangka Bram hadir disini tepat pada waktu yang genting.
"Pak Bram? kau? Kenapa kau ada disini?"
"Hmm aku.." Bram tampak malu untuk mengakui alasannya yang datang untuk mengajak Bintang menjadi pasangannya menghadiri acara pernikahan.
Tanpa pikir panjang Bintang pun langsung menarik pergelangan tangan Bram yang masih tampak berpikir mencari jawaban.
Bram sendiri yang di tarik Bintang untuk masuk kedalam rumahnya menjadi sedikit bingung gadis itu menariknya dengan kuat dan tergesa-gesa menggelandangnya tanpa bicara apapun.
"Tunggu..tunggu.. Ada apa ini? Kenapa kau menarik ku seperti ini?" Bram yang tak mengerti tentu saja mencoba untuk protes.
"Tolong aku pak Bram.. Ibuk.. Ibukku.." Bintang tak mampu melanjutkan ucapannya. Namun melihat ekspresi Bintang yang tampak panik dan tegang tentu saja Bram mengerti jika terjadi sesuatu dengan ibu Bintang yang pasti sedang dalam keadaan darurat.
Bintang masih menarik tangan kanan Bram membimbingnya masuk kedalam rumahnya menuju hingga kebelakang melewati dapur dan hingga sampai pada depan pintu bilik kamar mandi.
"Ibuku ada di dalam. Sepertinya pingsan karena tadi aku mendengar suara jatuh. Dan pintunya di kunci dari dalam jadi, tolong aku!" Bintang tampak berkaca-kaca ia terlihat sangat panik dan khawatir.
"Baiklah. Agak minggir sedikit!" Bram meminta Bintang untuk minggir agar dia punya ruang lebih untuk mendobrak pintu.
Bram mengambil ancang-ancang dia mundur tiga langkah ke belakang lalu maju kedepan sambil menabrakan bahunya pada pintu kayu tersebut.
Brukk…
Percobaan pertama gagal. Bintang yang panik mulai bertambah panik. Ia jadi ragu apakah satu orang saja bisa mendobrak pintu tersebut?
Bram mengulanginya lagi.
Bruukk...
Percobaan kedua kembali gagal. Bintang sudah tak tahan lagi, ia hendak beranjak pergi memanggil bantuan lagi. Mungkin dengan tenaga dua orang atau lebih pintu akan bisa terbuka.
"Pak Bram, biar aku cari bantuan lagi." Bintang segera berlari menuju keluar.
Bruakk…
Kini pada percobaan ketika Bram menendang pintu tersebut dengan keras dan seketika pintu terbuka. Bintang yang hampir mencapai pintu keluar menyadari jika Bram telah berhasil membuka pintu kamar mandi. Bintang segera berlari lagi kedalam.
Disana Bintang telah mendapati Bram yang masuk terlebih dahulu kedalam bilik kamar mandi sederhana dengan bentuk letter L. Dan ibu Bintang memang benar-benar pingsan di sisi yang untungnya agak jauh dari pintu.
"Ibuk.. Ibuk.." Bintang berteriak histeris melihat ibunya tak sadarkan diri. Dan kini sudah berada dalam gendongan Bram. Pria itu membawanya keluar dari kamar mandi.
"Maaf Bintang pakaian ibumu basah. Sebaiknya ganti bajunya dulu dan kita bawa kerumah sakit."
"Baik. Tolong bantu aku baringkan ibuku di kamarnya." pinta Bintang. Bram pun hanya bisa menurut dan mengikuti Bintang untuk masuk kedalam sebuah kamar.
Selama mengganti pakaian ibunya tangan Bintang gemetaran. Ia memang tak melihat ada luka ataupun darah yang keluar dari tubuh ibunya, namun melihat ibunya yang pucat pasi dan masih tak sadarkan diri tentu saja membuatnya khawatir.
Setelah Bintang mengganti pakaian Ibunya Bram kembali menggendong wanita paruh baya itu. Letak mobil yang berada cukup jauh dari rumah Bintang. Membuat Bram cukup ngos-ngosan. Semua tetangga yang melihat hak ini juga tampak khawatir dengan apa yang terjadi dengan bu Mirna.
"Bintang bisa kau membantu membukakan mobil?"
"Tapi kuncinya?"
"Ada di saku celanaku yang sebelah kanan."
Bram yang kedua tangannya menumpu tubuh ibu Bintang dalam gendongan tangannya tentu saja tak bisa meraih kunci mobil yang ia simpan di saku mobilnya.
Bintang awalnya ragu melakukan hal tersebut. Namun situasi dan kondisi membuatnya menghilangkan pikiran negatifnya. Ia pun memasukkan tangan kanannya kedalam saku celana Bram ternyata di saku celana tersebut ia tak hnay mendapati kunci mobil namun juga beberapa benda lainnya yang entah apa. Ia sendiri bahkan. juga tak sengaja menyenggol sesuatu yang justru membuatnya geli dan membuat wajahnya memerah. Ia mencoba menepis pikiran negatifnya, dan pada akhirnya ia mendapati kunci mobil tersebut. Ia yang tak pernah memegang benda seperti itu tentu saja bingung harus bagaimana tangannya bahkan sampai gemetaran.
"Pencet bagian yang kanan." Bintang segera menurut dan Bintang kini bisa membuka mobil berwarna putih tersebut.
Bram segera membaringkan tubuh wanita paruh baya itu di kursi belakang dengan sangat hati-hati. Dan Bintang yang sudah dulu masuk kedalam meletakkan kepala ibunya diatas pangkuannya. Dokter berkaca mata itu kini dengan sigap langsung memacu mobilnya menuju rumah sakit. Sementara Bintang yang khawatir hanya bisa menangis melihat keadaan ibunya yang masih saja belum sadarkan diri.
Setelah sekitar 15 menit perjalanan kini mobil bram mengarah memasuki area rah sakit dimana biasa ia bekerja rumah sakit elite dimana pasti biayanya mahal.
"Maaf pak Bram. Apakah kita bisa kerumah sakit umum saja?"
"Kenapa? Kita sudah sampai disini jadi lebih baik kita harus cepat membawa ibumu kedalam."
"Tapi pak. Sebenarnya aku.." Bintang ragu-ragu untuk jujur. Namun pada kenyataannya ia memang tak akan sanggup jika harus membayar perawatan di rumah sakit besar seperti ini. Ia saja hanya membawa uang yang tak seberapa.
"Sudah jangan pikirkan masalah biaya. Yang penting ibumu harus segera di tangani. Semuanya biar aku yang mengatur." ucap Bram yang seolah tau isi didalam pikiran Bintang.
Meski awalnya Bintang ragu. Namun kini mau tak mau ia harus menuruti dokter tersebut. Kini yang terpenting adalah keselamatan ibunya.
Bram kini memenaggil beberapa perawat untuk membantunya mengeluarkan tubuh bu Mirna. Dan menaikkannya keatas blangkar dan membawanya segera menuju ke ruang ugd.
Bintang yang awalnya mengikuti kini terpaksa harus menunggu dokter melakukan ti d akan dan memeriksa keadaan ibunya. Gadis itu tak henti-hentinya menangis. Membuat Bram tentu saja merasa canggung dan bingung harus bersikap bagaimana sementara ia sendiri tak bisa menjamin keadaan ibu Bintang.
Bersambung..!