Chereads / KISAH CINTA PUTRI MUSANG DAN MANUSIA BIASA / Chapter 7 - 7 NENEK ERN MENINGGAL

Chapter 7 - 7 NENEK ERN MENINGGAL

"Mengenai kemampuanmu itu. apa kau merasa bahagia?" tanya justin yang membuat jari ern berhenti memutar kunci. Ern menengok kearah justin dan mengerutkan dahinya. Bagaimana mungkin justin berkata demikian. Sedangkan ern sangat membenci kemampuannya itu.

"maksudku bahagia karena kau bisa mengetahui kejadin yang akan terjadi lebih awal." Justin terbata-bata mengucapkan kalimatnya.

"aku tertekan." Jawab ern lirih seraya kembali memutar kunci dan membuka pintu.

"mengapa kau tidak menghilangkannya?" justin semakin penasaran .

Ern diam tak mempedulikan suara di belakangnya.

"duduklah." Ucap ern saat dirinya malas membahas tentang semuanya. ia hilang di balik pintu kamarnya. sementara justin paham dengan perasaan ern. iapun duduk di sofa mengikuti perintah ern.

Justin membuka jaketnya kemudian meletakkannya di meja. Ia bersender dan membuka smartphonennya. Mencari artikel tentang kemampuan ern.

"apa kau teman ern?"

Mata justin mencari sumber suara. Ia berdiri melihat seseorang di depannya.

"iya benar nek." justin tersenyum sambil memasukkan hpnya ke dalam saku.

nenek berjalan mendekat kepada justin. sedikit kesusahan karena usianya yang hampir menginjak 99 tahun.

"duduklah."

Justin tersenyum santun dan kembali duduk.

"ern tak bercerita tentangmu." Ucap nenek sambil membenarkan kaca matanya.

"kita baru menjadi teman belum lama ini. bahkan belum ada seminggu."

"oh begitu rupanya. Aku berharap…" nenek diam sejenak sebelum ia melanjutkan kalimatnya.

"kau tak akan membuatnya bersedih." Suaranya terdengar lirih. Matanyapun terlihat sedih.

"iya tentu." Jawab justin mengangguk angguk pelan.

Justin mengerti sebagai seorang nenek pasti sedih mempunyai cucu yang sering di perlakukan tak baik di sekolah.

"jadi? Apa cucukku mengajakmu kesini?" tanya nenek lembut.

"aku yang memintanya nek." Raut wajahnya terlihat malu. Matanya melirik seraya tersenyum.

"ku bilang apa. pasti ada saja pria yang terpesona cantiknya." Kalimatnya terdengar bersemangat. nenek tersenyum bangga. Justin malah meringis memperlihatkan giginya.

"iya kau benar nek. Aku terpesona cantiknya." Kalimatnya tegas karena justin percaya ern pilihan terbaikknya.

"aku berharap kau akan menjaganya sampai kapanpun." Ucap nenek dengan sorot mata penuh harap. mengingat usianya sudah tak muda lagi. jika bukan pria di depannya yang akan menjaga ern. lalu siapa lagi.

"aku berjanji nek. Aku akan selalu menjaganya." Justin tersenyum tipis penuh kebaikkan.

"kita tos!"

Mereka berdua tos dan saling melempar senyum kemudian tertawa.

"oh ya. siapa namamu ?"

"justin."

"doakan aku agar aku tak lupa namamu."

"hahah baiklah nek."

Mereka tertawa bersama lagi. namun justin berhenti saat melihat keberadaan ern tepat di belakang nenek.

"eh kau rupanya." Nenek menyadari keberadaan ern.

"duduklah sayang." Ucap nenek lembut sambil berusaha berdiri di bantu oleh ern.

"aku sudah menyiapkan semua alat rajutmu nek. Merajutlah di depan tv. seperti yang biasa kau lakukan." Jelas ern masih dengan wajah datarnya.

"aku tau kau berkata seperti itu agar kau bisa berdua bersama justin kan?" kalimatnya terdengar meledek. Nenek melirik ke arah justin.

Ern tak berkutik sedikitpun,ia mengacuhkan nenek dan justin yang saling melempar senyum. Nenekpun segera meninggalkan mereka berdua di ruang tamu.

"jadi apa yang kau ingin tanyakan kepadaku?" tanya ern seraya duduk di sofa.

"apa kau bahagia mempunyai kemampuan seperti itu?"

"mengapa kau ingin mengetahuinya?" ern balik bertanya. Ia tak bisa begitu saja menerima justin sebagai temannya. Ia takut justin akan memanfaatkannya.

"karena aku tak suka melihat kau di perlakukan layaknya orang aneh di sekolah. Aku benci mereka yang melukaimu.' Jelas justin berusaha meyakinkan ern.

ern hanya mengulum bibirnya. ia diam sejenak dan membiarkan matanya melihat wajah justin. sorot mata ern mencari kebenaran pada tatapan justin.

beberapa detik kemudian ern menunduk. ia putus asa dengan keadaannya sekarang. mau bagaimana lagi. ia pasrah dan membiarkan kisah yang di pendam dalam dalam terbuka pada akhirnya.

***

"itulah sebabnya aku ingin memberi tahu kepadamu bahwa sudah tidak ada apa-apa lagi untukmu, ern. rumah ini juga harus di jual untuk membayar hutang yang di pinjami."

Melihat gadis yang didepannya terbeliak. Laki-laki ini meneruskan.

"ada sedikit uang untukmu. Kukira jumlahnya tidak begitu banyak ,tapi cukup untuk mempertahankan ongkos hidup selama satu bulan."

Ern mengucapkan terimakasih atas kebaikan laki-laki itu dan berkata lirih.

"bagaimana mungkin aku dapat meninggalkan tempat ini…" melihat sorot mata penuh belas kasian dari tuan smith. Ern segera sadar dan meneruskan. "ya,kukira aku harus meninggalkan rumah ini bukan? Aku akan mencari pekerjaan." Tuan smith mengangguk.

"bagaimana dengan sekolahmu?"

Ern menggaruk keningnya bingung bagaimana menjawab pertanyaan tuan smith.

"entahlah.. tapi aku akan berusaha untuk menyelesaikan sekolah SMA ku."

"bagus."

Ern memandangi sudut demi sudut ruangan. Sorot matanya kosong seperti perasaannya saat ini.

"aku tahu ini berat untukmu." Ucapan tuan smith sangat berat di terima oleh ern.

"jika saja aku menjadi orang kaya. Aku akan membantumu ern."

Ern mengulum bibirnya. matanya beralih dari tuan smith.

"aku tahu ini perintah dari bosmu. Hutang memang harus di bayarkan." Setengah ikhlas ern mengucapkan pernyataannya.

"aku tidak tahu bahwa nenekmu meninggal beberapa jam lalu." Tuan smith berkata dengan menutup mulutnya dan menunduk. entah mengapa ern tak bisa menerima ekspresi tuan smith. Baginya itu sebuah kebohongan belaka.

"jika sudah tidak ada apa apa yang akan kau bicarakan. Aku akan segera pergi malam ini juga."

"ya tentu. Aku akan segera pergi." tuan smith berdiri dengan tegap.

"ini uang untuk satu bulanmu."

Tangan ern menerima amplop coklat yang menurutnya itu tidak mungkin untuk satu bulan.

"terimakasih."

"baiklah aku akan pergi. jangan lupa kau hanya boleh membawa bajumu saja."

Tuan smith memperhatikan keseluruhan penampilan ern.

"baju yang kau pakai saja."

Ern menelan ludah. Wajahnya sama sekali tak melihat tuan smith.

"ya. aku tau itu." tubuh ern segera berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan tuan smith.

Tak mempedulikan bagaimana penampilannya saat ini. di luar dingin ia hanya memakai kaos lengan panjang dan short skirt. Entah bagaimana ia melindungi diri dari hawa dingin. ern baru menyadari arti kehidupan. Siapa miliki uang akan punya segalanya. Sial. Dirinya hanya mempunyai satu lembar dollar. Ern membuang kesal amplop pemberian tuan smith. Benar kata batinnya Laki laki tua dengan wajah serius itu pembohong. Mana mungkin selembar dollar cukup untuk satu bulan.

Malam masih belum terlalu sepi. Masih ada beberapa toko yang terbuka begitu saja dan beberapa pejalan kaki yang hanya memandang ern iba tanpa memberi tumpangan istirahat atau sejenisnya. tangan kecilnya memeluk diri dengan nafas beratnya. Sementara bibirnya sudah mulai biru dan bergetar. Di ujung jalan ia merasakan kepalanya bagai lemon yang diperas dengan tangan kekar.

"oh shit!"

"nona apa kau baik baik saja?" telinganya mendengar suara. Yang sepertinya pria berumur sekitar 40 tahun.

Ern merasakan kulit dinginnya tersentuh kain lembut. dirinya di papah oleh seorang pria yang menggunakan sarung tangan dan mantel tebal. Ia tak sanggup meliahat sekeliling. Matanya setengah sadar. Sementara tangannya terus meremas rambutnya.

"dad, cepatlah!" di sebrang jalan terdapat anak kecil berbalut jaket merah mencolok menggerutu kepada pria yang menolong ern.

"tolong beri dia coklat panas." Pria ini memberikan ern kepada penjaga cafe dengan tergesa gesa ia memberikan uang kepada penjaga cafe itu.