"Kenapa tidak mengatakan pada kami?"
"Apa Papa benar-benar tidak mau mengenal kami?"
Pertanyaam itu membuat Dinu mengangkat kepala. Kedua bola mata hitam legamnya berkaca-kaca. Lidahnya begitu kelu untuk menjawab pertanyaan dari menantunya.
Andai Dinu bisa memilih, ia lebih baik pergi bersama mendiang Istrinya daripada harus berhutang nyawa dengan wanita yang hampir ia cintai.
"Papa hanya ingin menyerahkan ini. Setelah itu Papa akan pergi. Papa tidak akan lagi mengganggu kalian. Dan juga Marina ... Papa sangat menyesali akan hal tersebut," ucap Dinu perlahan bangkit dari duduknya. Ia sudah merencanakan untuk hidup di sebuah pedesaan. Mengatur kembali kehidupan dirinya mulai dari awal.
Dinu menyerahkan map merah, di dalam sana sudah ada nama perusahaan dan segala aset atas nama putra kandungnya yang tadi ia ambil dari kantor pengacara lelaki paruh baya tersebut.