Hidup bagaikan angka delapan. Gadis seperti Sellyn tak pernah berpikir jika hidupnya akan berjalan searah di mana kakinya selalu mengikuti garis angka itu.
Pertama pertemuan dan di ujungnya berakhir penyatuan pada lelaki yang hanya ia jadikan pahlawan. Namun, ternyata takdir berkata lain.
"Apa kamu masih gugup, Istri Kecilku?" tanya Regan saat sendok kedua telah berada di udara. Mereka berdua sedang berada di meja makan.
Tentu bukan berdua. Mereka sedang bersama dengan keluarga Regan. Sellyn sedikit mengangguk malu, melirik ke arah Nino dan mama mertuanya yang tak kunjung melepas garis lengkung di bibir mereka.
"Aku bisa makan sendiri, Bang, siniin," kata Sellyn berbisik. Sedaritadi lelaki berkaca mata itu tak henti-hemtinya bersikekeh ingin menyuapi Sellyn—istri kecilnya.
Regan menggeleng, dia semakin memajukan suapannya. Sehingga mau tidak mau Sellyn harus menerimanya secara reflek.