"Jiwa raga kami untuk Ibu Pertiwi, darah dan nafas kami untuk bangsa dan negara ini."
***
Rini mengelus lembut perutnya yang membesar itu. Sudah hampir mendekati HPL-nya. Sebentar lagi buah cintanya dengan pria berseragam loreng biru yang sudah ia temani sejak mendaftarkan diri sebagai taruna angkatan laut itu akan lahir ke dunia. Buah cinta yang sudah mereka nanti-nanti dengan penuh cinta.
Rini tengah berselancar di sosial media ketika kemudian sosok gagah itu masuk ke dalam kamar mereka, ia tampak begitu menawan meski hanya dengan kaos putih dan celana pendek yang biasa ia kenakan di rumah. Kulit coklatnya terlihat begitu eksotis dan 'jantan' di mata Rini. Bagaimana pun, apapun itu dia sangat mencintai Roni, sang marinir yang begitu ia cintai itu.
"Hai, Jala-ku," sapanya sambil mengecup puncak kepala Rini.
Jala berarti laut, itu merujuk pada nama organisasi persatuan isteri para Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, Jalasenastri. Diambil dari bahasa Sansekerta diserap dalam bahasa Jawa. Jala artinya laut, Sena artinya tentara dan stri (Estri) yang berarti perempuan atau isteri.
Memang menjadi isteri Roni adalah kebanggaan. Karena menjadi isterinya lah kini Rini bisa bergabung dengan organisasi persatuan isteri tentara angkatan laut itu. Membuat dia bisa mengenakan seragam berwarna biru kebanggaan para isteri angkatan laut yang tidak semua wanita bisa mengenakannya.
"Hai sailor-ku, sudah mau tidur?" Rini sendiri lebih suka memanggil Roni dengan sailor dibandingkan 'abang' seperti para isteri tentara lain, bukankah antara pelaut dan laut tidak bisa dipisahkan? Bukankah mereka satu paket?
"Belum, masih ingin bersama anak isteri sebelum besok sudah harus berangkat," Roni bersandar manja di bahu sang isteri, membuat senyum manis terukir begitu indah di wajah Rini.
"Sayang berapa lama sih?"
Sebuah pertanyaan yang rasanya tidak akan ada bosannya untuk Rini tanyakan kepada sosok suaminya itu. Menjadi isteri tentara, apapun itu, sejak awal mereka harus paham dan mengerti bagaimana berat tugas dan tanggungjawab yang dipikul suaminya. Harus rela berpisah selama berbulan-bulan demi tugas, harus rela berbagi suaminya dengan bangsa dan negara.
"Nggak akan lama, Sayang. Sebelum lebaran aku sudah pulang."
Rini tersenyum, ia mengelus lembut kepala suaminya penuh kasih. Ya ... Ini sudah jalan seminggu puasa, dan sebentar lagi lebaran. Harapan dan keinginan Rini hanya satu, lebaran bisa berkumpul dengan suaminya. Dan bukanlah HPL-nya setelah lebaran?
"Tugas apa sih, Sayang?" Rini benar-benar selalu penasaran dengan tugas dan pekerjaan sang suami. Memang sudah sejak dulu sekali ia menemani Roni menggapai mimpinya menjadi salah satu anggota TNI Angkatan Laut, namun segala macam tentang laut dan pekerjaan suami, selalu jadi pertanyaan Rini.
"Besok itu cuma latihan aja, jadi bakal uji kebolehan kesenjataan kapal selam yang kita punya, Sayang."
Jelas Roni yang belum mau beranjak dari bahu sang isteri. Sudah jadi makanan sehari-hari Roni bergelut dengan kapal-kapal dan laut. Wujud kecintaan Roni terhadap profesinya, terhadap bangsa dan negaranya.
"Di dalam laut berarti?" Mata Rini membulat, sebenarnya ia tahu ini adalah pertanyaan konyol, namun ia tidak tahu apa lagi yang bisa ia tanyakan, ia tidak paham apapun tentang dunia militer, satu-satunya dunia militer yang Rini tahu hanyalah Roni. Hanya itu.
"Iya jelas dong! Ada memangnya kapal selam jalan di jalan raya? Atau terbang di angkasa? Tentunya di dalam laut, Sayang!" Roni menyentil gemas hidung sang isteri, tangannya kemudian meraba dan mengelus lembut perut membukit sang isteri.
"Di dalam laut itu seperti apa sih, Sayang?" Rini tidak bisa berenang, jangankan berenang atau menyelam di dalam laut, berenang di kolam renang aja dia tidak bisa. Sebenarnya Roni sudah berulang kali hendak mengajari Rini berenang, namun Rini selalu menolak.
"Laut yang mana dulu?"
"Memang ada berapa jenis laut?" ujar Rini balik bertanya.
"Ingat pelajaran geografi SMP dan SMA dong pasti? Ada empat zona berdasarkan kedalaman laut sayang."
Roni memperbaiki posisi duduknya, menatap sang isteri dengan seksama, ia sangat suka menceritakan segala sesuatu tentang pekerjaan kepada sang isteri. Selain agar isterinya bisa mengerti posisi dan resiko pekerjaannya, ia juga ingin sang isteri berwawasan luas.
"Ada zona litoral atau pesisir, bagian pasang surut pantai, zona neritic yang kedalamnya 150 sampai 200 meter di bawah permukaan laut, ada zona batial yang kedalamnya lebih 200 sampai 2.500 meter di bawah permukaan laut dan yang terakhir zona Abisal yang dalamnya lebih dari 2.500 meter."
"Dan besok Sayang mau sampai zona mana?" Sebenarnya Rini sudah lupa-lupa ingat dengan pelajaran itu, namun ia menganggukkan kepala saja, nanti dia bisa searching Google untuk lebih lanjut.
"Maksimal 500 meter sih, kan kapalnya cuma bisa sampai kedalaman itu."
"Di kedalaman itu ada apa saja?" rasanya kalau boleh, kapan-kapan Rini ingin ikut lah sekali-kali masuk dan merasakan bagaimana rasanya naik kapal selam sebesar itu.
"Sudah nggak ada apa-apa, hanya air laut dan gelap karena cahaya matahari sudah tidak bisa menembus kedalaman ini, Sayang. Hanya ada beberapa saja sih hewan yang masih bisa hidup di kedalaman ini. Ikan-ikan berukuran besar yang bisa hidup di sana."
"Ngeri ih!"
Roni sontak tertawa, mungkin selama ini yang ada di pikiran sang isteri dalam laut itu begitu indah dengan segala macam biota laut dan terumbu karang. Padahal di kedalaman laut yang luar biasa dalam itu masih banyak sekali seluk beluk yang belum mampu ditembus oleh manusia, masih banyak misteri laut yang tidak belum bisa dipecahkan oleh ilmuan manapun.
"Palung laut itu lebih ngeri!" Roni terkekeh, ia menyandarkan kepalanya di paha sang isteri, mengelus lembut perut membukit itu.
"Pernah kesana?" tanya Rini polos.
"Belum, mau aku kesana?"
"Jangan ih! Sedalam itu di bawah permukaan laut, kamu jahat kalau sampai pergi sedalam itu!" Rini mencebik, mengerucutkan bibirnya tanda tidak suka.
"Nggak lah Sayang, kapal kita nggak jangkau sampai kedalaman itu, kecuali nanti Menteri Pertahanan kita beli kapal selam baru yang bisa menembus kedalaman segitu." Roni terkekeh, kembali mengelus lembut perut membukit sang isteri. Di dalam sini, calon marinir hebat sedang bersiap untuk launching, calon marinir kebanggaannya yang akan meneruskan semua perjuangan Roni menjadi abdi negara menjaga wilayah laut negara ini.
"Sayang ... terus di dalam kapal itu nanti, dapatnya oksigen dari mana?" Sebuah pertanyaan yang mengusik pikiran Rini sejak dulu.
"Ada pasokan oksigennya, Sayang. Tapi ya terbatas. Nggak kayak kita di luar kayak gini, tetep beda."
Rini kembali mengangguk, kenapa rasanya kali ini ia begitu berat melepas kepergian suaminya ini dalam bertugas besok? Mengingat laut, dan kedalaman, bayangan hitam dan gelap itu langsung tersaji dalam benak Rini.
'Jala ... Misteri apa yang tersembunyi di kedalaman mu? Kenapa sekarang gelap dan hitam itu menganggu pikiranku?'