Kejadian yang dimulai sepuluh tahun yang lalu.

Saat itu tetesan air hujan tengah membasahi teras depan rumah hingga terlihat adanya aliran air deras yang memenuhi jalanan beraspal. Ketika itu memang sedang di masa musim penghujan.

Ia sedang terduduk diam di atas sofanya sambil menatap ke arah luar jendela, merenung sendirian. Ia mengharapkan seseorang untuk segera pulang kembali ke rumah.

Di dalam sebuah rumah yang sederhana, yang saat ini hanya terdapat dua orang penghuni di dalamnya.

Seorang gadis cilik bernama Hilya yang terus menerus melamun di depan jendela sambil memikirkan suatu hal jauh di dalam lubuk hatinya. Mengapa ia merasa hampa?

"Hilya, makan malam sudah siap!"

Panggil seorang pria yang tidak lain adalah ayahnya. Ia baru saja menghidangkan makan malam untuk mereka di atas meja.

Setelah mendengar suara panggilan ayahnya, Hilya langsung bergegas pergi menuju dapur.

Kemudian, Hilya melihat kalau ayahnya masih membersihkan semua peralatan masaknya. Ia pun pergi menarik kursi makannya dan duduk tepat di hadapan semua makanan itu, namun ada satu hal yang menjadi masalah baginya.

Ia merasa sedang tidak nafsu makan.

Tidak biasanya ia merasa seperti itu, ataukah karena pikiran dan perasaannya? Setelah selesai dengan pekerjaan dapur, sang ayah menoleh ke arah putrinya dan memperhatikan dirinya yang sedang duduk lesu di depan makanan yang baru saja matang.

"Apa yang sedang ia pikirkan?"

Batin ayahnya. Ia sangat ingin menanyakan hal itu dan membicarakannya secara perlahan dengannya. Akan tetapi, sebelum perbicangan itu dimulai, Hilya sudah mengajukan pertanyaannya terlebih dahulu.

"Ayah, apakah ia akan pulang hari ini?"

"Ayah tahu, kan... Ibu?"