Chereads / Rivandy Lex : Classical Academy. / Chapter 10 - Siswa Populer : Pangeran Matematika

Chapter 10 - Siswa Populer : Pangeran Matematika

3 Ucheryc 1464, jam 07:01, aku sudah mengenakan pakaian akademi. Rapi dan enak dilihat. Seolah-olah menjadi tradisi yang khas untuk merapikan pakaian akademi.

Semuanya sudah siap. Jaket tergantung di tongkat gantungan. Tersusun rapi dengan interior apartemen yang ditinggali.

Aku bergegas membuka pintu dan keluar dari akademi. Gerakan pintu mulai terungkap di luar. Berhenti seketika memandang sebuah senyuman, sehingga tanganku berhenti sejenak.

Ternyata, gadis berkuncir dua sudah di depan mata. Rambut biru langit yang indah pada musim panas yang cerah.

"Selamat pagi, Rivandy!"

"Selamat pagi."

Aku merasakan perubahan pada gadis itu. Kali ini, dia melancarkan senyuman padaku. Entah apa yang terjadi pada perubahan ini. Dia menuruti nasehatku.

"Cepatlah pergi! Kita akan terlambat."

"Aku paham. Tapi, ini terlalu cepat. Tunggu beberapa saat lagi."

Akhirnya, aku dan Aurora pergi bersama. Kami berada di apartemen yang sama. Menghela nafas di samping Aurora. Seorang wanita pemilik apartemen menahan tawa dengan momen ini

"Rupanya ada pasangan kekasih yang berangkat bersama. Manisnya!"

"..."

"Tenang saja! Kalian memang muda sekali. Rasanya aku ingin kembali ke masa lalu untuk menemukan asmara."

"Aku pergi dulu." Aurora mengucapkan selamat tinggal.

"Tolong jaga Pangeranmu! Jangan sampai dia lepas kendali! Kamu akan rugi."

"Iya."

Aku terdiam begitu saja. Aurora memberikan senyuman dengan mudah. Rasanya aneh dengan perubahan sikap Aurora. Kemarin suram, sekarang ceria.

Hampir setengah jam setengah meninggalkan apartemen. Kami bertemu dengan Evelyn, lolita berambut pirang sekelas dengan kami.

Kami bertiga berjalan kaki dengan obrolan manis para gadis dan sebuah buku kecil.9

[***]

Lonceng akademi berbunyi, mengingatkan siswa dan siswi untuk masuk kelas. Bagi yang terlambat akan dikenakan hukuman disiplin berupa membersihkan taman sebelum masuk kelas.

Kelas I Saintek A, kelas yang terdiri dari 24 siswa dan siswi. Mereka mendapatkan penilaian yang positif bagi masyarakat karena memiliki akademi yang bagus.

Baik Saintek maupun Soshum mendapatkan perlakuan setara dalam stigma masyarakat Roshan Capital.

Seorang guru yang santai. Tubuh rata-rata orang dewasa, kurus, dan ramah. Dia adalah guru matematika yang akan mengajar pada kelas I. Pak Stephan.

"Dobroya Utra!"

[Dobroya Utra = Selamat Pagi dalam bahasa Roshan]

"Selamat pagi, Pak!"

Pak Stephan berhadapan dengan para murid akademi yang siap belajar kali ini. Pelajaran matematika. "Sebelum belajar, aku akan absen terlebih dahulu agar bisa mengetahui nama kalian."

"Iya, Pak."

Absen dimulai secara berurutan. Dari huruf A sampai Z. Nama murid huruf A berada di abesn depan. Setelah mengabsen satu per satu. Pak Stephan mulai mengajar matematika.

"Oke. Karena semuanya sudah hadir, sekarang kita akan mempelajari bab pertama mengenai sistem persamaan linear satu variabel, atau sistem PLSV."

"Persamaan linear satu variabel adalah sebuah persamaan berbentuk kalimat yang belum diketahui kebenarannya bisa dihubungkan dengan tanda "=" (sama dengan) dan hanya mengandung atau memiliki 1 variabel."

"Variabel itu sendiri adalah simbol yang menandakan nilai yang berubah dalam suatu himpunan operasi yang diberikan."

"Jadi, bentuk variabel adalah ax+b=0. Huruf a adalah koefisien, b sama dengan konstanta, dan x adalah variabel."

"Contohnya adalah 3x-10=2. Angka tiga adalah variabel. x itu variabel. 10 adalah konstanta. 0 adalah hasil dari variabel dari 3x-10. Hasilnya 2."

"Tapi, ingat! Tidak selamanya x bisa dijadikan variabel. Bisa jadi, huruf lain yang digunakan untuk variabel. Ada y, p, m, n, dan lain sebaginya. KAlian bebas menggunakan variabel kalian sendiri."

Pak Stephan mengambil kapur dari tasnya dan mulai menulis di papan tulis hitam. Setelah penjelasan matematika, soal matematika akan ditulis untuk mengukur kemampuan murid akademi.

"Soal pertama. 4y-1= 11. Yang harus kalian lakukan adalah menambahkan kedua ruas dengan angka satu. Jadi, persamaannya menjadi 4y=12. Setelah itu, kedua ruas dibagi 4, sehingga dapatlah variabelnya menjadi y=3."

"Soal kedua. 6t+10=4t+16. Pertama 4t dipindahkan ke ruas kiri, sedangkan 10 dipindahkan ke ruas kanan. Jadi, hasilnya adalah 6t-4t=16-10. Kalau dikurangi, jadi hasilnya 2t=6."

"Nah, sekarang masing-masing ruas dibagi 2. Jadi, hasilnya t=3. Ini agak panjang. Tapi, setidaknya kalian akan memahaminya."

"Apakah kalian sudah paham yang aku ajarkan?"

Mereka mengangguk sambil memperhatikan variabel di papan tulis. Pensil di genggam mencoret kertas dengan variabel. Tidak ada rumus yang khusus. Hanya cara penyelesaian variabel di ingatan mereka.

"Siapa yang mau coba? Aku akan memberikan kapur untuk kalian."

Pak Stephan memberikan tantangan pada mereka untuk menuliskan beberapa variabel di papan tulis. Mereka terpancing dan maju sesuai dengan urutan.

Satu per satu siswa dan siswi maju ke depan dan memberikan kontribusi dengan menulis variabel di papan tulis.

Variabel 5x-2=3, 2r-5=10r, 4z-10=32, 4o-9=9-2o, dan lain sebagainya. Pak Stephan mempersilahkan para murid untuk duduk lalu memeriksa variabel astu per satu. Kedua alis terangkat semenjak memandang beberapa variabel sesaat.

"Hm. Sepertinya, kalian perlu belajar lebih baik lagi. Ada variabel yang salah dan penulisan yang belum lengkap. Lupakan! Sekarang, aku akan memberikan tantangan pada kalian untuk menjawab soal yang akan dituliskan di papan tulis."

Pak Stephan memberikan soal agar menjawab soal yang baik. Siswa yang ditunjuk harus maju ke depan lalu menjawab soal remaja itu.

Soal 5f+8=18, 3x-1=7,x/2+x/3=25/6. Tidak terlalu sulit. Hanya pemahaman mereka yang perlu digali lebih dalam.

Kedua soal itu sudah dijawab. Evelyn dan Aurora tidak maju ke depan karena tidak mengerti. Pak Stephan mulai menunjuk seseorang lalu memanggilku.

"Sekarang, Rivandy! Maju ke depan dan jawab soal ketiga ini."

"...."

Setelah maju ke depan, sebuah kapur sudah ada di tanganku. Tanganku tertuju pada kapur dan mulai mengerjakan dengan cepat.

Tidak sampai 20 detik. Aku sudah menyelesaikan dengan cepat. Tanpa kesalahan. Seolah-olah ingin memuja cara pengerjaanku.

"Wah! Cepat sekali! Aku tidak melihat ada siswa yang berbakat sepertimu. Semuanya benar. Dari langkah pengerjaan sampai hasilnya."

"Itu mudah. Pertama, lakukan KPK (Kelipatan Persekutuan Kecil) pada penyebut. Hasilnya, (3x+2x)/6=25/6. Lalu, kedua ruas dikali dengan 6. Sisanya, 3x+2x=25. Tinggal ditambah variabelnya, dan dibagi 5 hasilnya x=5."

"Yah. Aku sudah terbiasa dengan soal ini. Aku sudah membaca Ensiklopedia Matematika beberapa kali. Itu belum sebanding bagiku."

Semua mata tertuju padaku. Tidak hanya cara pengerjaan matematika, wajahku terasa tidak asing bagi mereka. Seakan-akan tidak pernah lupa dalam memori.

"Pantas saja kau mendapatkan nilai sempurna. Soal sulit ini bisa dikerjakan dengan mudah. Tidak kusangka ada siswa yang berbakat disini."

Pak Stephan memujiku. Memberikan tepuk tangan yang pertama kalinya. Diikuti dengan cibiran manis dari siswa lain. Bahkan, para gadis melirikku sejenak dengan colekan. Itu tidak masalah bagiku.

"Wah! Ada siswa tampan yang jenius. Mengerjakan matematika saja lebih cepat daripada rusa."

[Kecepatan Rusa : Sekitar 90 km per jam]

"Udah tampan, cerdas lagi."

"Iya. Apakah dia setampan seperti pangeran di dalam buku dongeng?"

"Tentu saja. Dia adalah seorang pangeran yang datang untuk kita."

"Sepertinya Dewi Vortunya memberikan keberkahan pada kami."

"Pangeran Matematika. Aku mencintaimu."

Aurora dan Evelyn hanya terdiam. Hanya memberikan dukungan padaku sudah cukup. Aku dipersilahkan kembali ke bangku kelas. Namun, mereka mendatangiku untuk membantu meningkatkan kemampuan mereka.

Aku menerima mereka dengan baik. Rasanya tidak keberatan digosip para gadis, dan mendekatiku begitu saja. Memberikan mereka dalam pengerjaan matematika bisa kulakukan.

Setelah pelajaran matematika berakhir, aku tidak bisa keluar kelas. Mereka masih melengket padaku, alhasil Aurora dan Evelyn pergi ke kantin terlebih dahulu tanpa aku.

"Pangeran Matematika! Ajari lagi dong!"

"Aku senang sekali kamu mengerjakannya untukku. Tolong yah!"

"Baiklah! Aku akan memeriksa permintaan kalian. Bersiaplah! Kalian tidak boleh istirahat sekarang!"

Sejak saat itu, aku dipanggil Pangeran Matematika.