Mahasiswa berperawakan tinggi dengan balutan kemeja hitam berdiri tepat di hadapan Haura. Betapa terkejutnya Haura saat melihat wajah laki-laki yang menyapanya itu. Bagaimana tidak, orang yang Haura dan Intan bicarakan waktu di teras masjid tadi, kini di hadapan gadis pemalu itu. Haura hanya teringat dengan kejadian memalukan tadi, tidak dengan yang lain.
"Ya Allah tolong Haura," batinnya.
"Kenapa, Apa terjadi masalah?" Laki-laki itu seolah tahu kegundahan Haura.
"Tidak, semuanya baik-baik saja." Haura terlihat gugup menjawab pertanyaan dari mahasiswa itu.
"Syukurlah. Aku Faiz mahasiswa jurusan hukum, kamu Khadijah Haura bukan?" tanya Faiz seolah yakin dengan pertanyaannya.
Haura mengerutkan keningnya. Ia bingung bagaimana Faiz yang baru pertama kali berbicara dengannya langsung tahu namanya, lengkap pula. "Iya," jawab Haura malu-malu. "Sekali lagi maaf tentang masalah tadi, aku permisi dulu, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam," jawab Faiz dengan senyum yang manis.
Haura segera bergegas keluar dari ruangan itu, karena tidak mau berlama-lama berdua dengan laki-laki yang bukan mahromnya. Apalagi tidak ada Intan yang menemaninya, karena biasanya kalau Haura sedang mengobrol hal-hal penting dengan mahasiswa laki-laki, Ia selalu di temani Intan.
Haura teringat dengan pertanyaan terakhir dari Faiz. "Bagaimana mahasiswa jurusan hukum bisa tahu namaku? Apa aku begitu terkenal?" tanyanya. "Sadar Haura." Dengan cepat Haura menyingkirkan pikirannya itu.
Tidak ingin memikirkan masalah itu terlalu jauh, Haura akhirnya memutuskan untuk mengisi perutnya terlebih dahulu. Mungkin rasa lapar itu yang membuatnya berpikir aneh mengenai dirinya sendiri. "Aku wanita biasa jauh dari kata sempurna dan aku tidak terkenal." Haura berusahan meyakinkan dirinya bahwa dia tidak lebih baik.
Dsst..Dsst..Dsst..
Ponsel Intan bergetar di hadapan Pak Hasan. Sehingga Pak Hasan yang terkenal dengan rasa ingin tahu tentang semua mahasiswanya itu bertanya. "Siapa Intan? Pasti Haura." Pak Hasan sudah hafal dengan Haura. Mahasiswi dengan segudang kelebihan dan penggemar, termasuk Pak Hasan.
Intan mengangguk pelan. " Iya, Pak."
"Assalamu"alaikum, Tan kamu masih di kampus kan, makan yuk biar energi kamu penuh habis ketemu Pak Hasan."
Pak Hasan sengaja menyuruh Intan untuk loudspeaker percakapannya dengan Haura. Wajah Intan mendadak pucat, pasalnya Haura membawa nama Pak Hasan, tepat di depan orangnya.
[Apa setelah bertemu saya energi kamu terkuras Intan?] tanya Pak Hasan.
"Allahuakbar," ucap Haura dalam hatinya. "Enggak Pak, maksudnya i-tu, Intan kan belum makan siang ini, jadi pasti tubuhnya lemes Pak." Haura menghela nafas berat.
[Oh begitu, Saya kira kamu meledek bapak, Haura.]
"Enggak Pak, mana mungkin saya seperti itu. Tapi, saya minta maaf ya Pak karena sudah menelpon di waktu yang salah. Kalau begitu panggilannya saya tutup ya Pak. Assalamu'alaikum."
Haura tidak henti-hentinya beristigfar. Ia menyesali perbuatannya barusan karena sudah menelpon Intan di saat ia sedang bimbingan,tapi ia juga tidak bermaksud untuk membuat Intan dalam situasi seperti itu. Haura benar-benar tidak tahu kalau Intan masih di ruangan Pak Hasan.
Entah kenapa hari ini perasaan Haura tidak sedang baik-baik saja. Banyak hal-hal yang tidak terduga terjadi. Dari kejadian di teras masjid, kejadian di perpustakaan sampai kejadian yang baru saja terjadi.
"Hai Ra," sapa beberapa orang saat bertemu dengan Haura. Haura bak primadona di fakultasnya. Kadang Haura bingung harus bagaimana, karena kebanyakan mahasiswa laki-laki yang menyapanya.
Sering kali Haura hanya membalas dengan senyuman terkhusus untuk mahasiswa laki-laki dan sangat ramah ketika bertemu dengan sesama perempuan. Ia tidak segan untuk menerbitkan senyum yang manis bagai gula itu.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit dari kampus, Haura akhirnya sampai di sebuah kafe favoritnya. Kafe itu bukan hanya sekedar kafe biasa pada umumnya bagi Haura. Tempatnya yang astetik dan nyaman membuat Haura betah berlama-lama di kafe Dreamlicious sembari berbincang dengan Sisil, pengelola kafe itu.
Karena keramahan dan kebaikannya dengan orang sekitar membuat siapapun selalu ingat dengannya. "Assalamu'alaikum Kak Sisil, nasi goreng sama jus alpukatnya ya," ucap Haura sebelum ia memilih tempat duduk.
"Tidak pernah absen ya, nggak bosen itu-itu mulu menunya?"
"Kalau udah nyaman, susah kak berpindah ke lain hati," balas Haura sembari tertawa kecil.
"Haura-haura, satu-satunya perempuan unik yang pernah aku temuin. Udah cantik, baik, cerdas, ramah, lucu, dan lain-lainnya," puji Sisil tiada habisnya.
Selagi ada waktu senggang sembari menunggu makanan datang. Haura mengeluarkan Al-Qur'an dari tasnya dan mulai membacanya. Setiap hari Al-Quran itu selalu di bawanya, kemanapun ia pergi, karena baginya dunia terasa gelap tanpa cahaya Al-Quran.
Ting…Ting..Ting
Bel makanan berbunyi. Mendengar itu Haura langsung menyelesaikan bacaannya dan mengambil makanannya. Biasanya para pelanggan disana makanannya selalu di antar ke mejanya, tapi tidak dengan Haura, ia lebih memilih mengambil sendiri. Katanya biar ada obrolan dengan Kak Sisil walau hanya sekedar menyapa.
"Kakak sehatkan? Banyakin minum air putih ya biar nggak dehidrasi, sekarang cuaca panas banget soalnya."
"Iya, Rara. Alhamdulilah baik." Orang-orang terdekat Haura memanggilnya dengan sebutan Rara. Sebenarnya Rara itu kalau sama orang terdekatnya, sifat manjanya keluar.
"Alhamdulilah, kalau begitu aku makan dulu kak."
Haura kembali ke tempatnya dengan membawa makanannya.
"Mbak kopi lattenya satu." Tampak seorang laki-laki muda menggunakan setelan jas memasuki kafe dan duduk di sebuah kursi pojokan, karena memang hanya kursi itu yang tersisa. Siang itu kafe Dreamlicious memang penuh dengan pengunjung.
Setelah selesai makan barulah Haura berselancar di dunia maya. Tidak ada hal yang menarik untuk di lihatnya, kecuali menunggu webseries favoritnya yang update hanya seminggu sekali di youtube.
"Berapa mbak?" tanya laki-laki yang terakhir kali datang ke kafe dan paling cepat pulang.
"Only 10.000," jawab Sisil.
Laki-laki itu meraba jasnya serta kantong celananya untuk mencari dompetnya. "Sepertinya dompet saya ketinggalan di mobil. Saya akan ambil dulu, sebelumnya nama saya Abimayu Ghiffari."
Haura yang sekilas menyaksikan itu bertanya kepada Sisil. "Kenapa kak dengan laki-laki itu?" tanya Haura.
"Kayaknya lupa bawa dompet, Ra."
"DI gabungin aja Kak sama Haura," ucapnya.
Sisil menggelengkan kepalanya karena melihat kebaikan Haura. "Semuanya 35 ribu."
Ketika Haura hendak keluar dari kafe dan laki-laki itupun masuk ke kafe, mereka berdua saling berpapasan satu sama lain, tapi tidak saling melihat karena waktu berpapasan Haura sedang melihat ke bawah. Abimayu memberikan uang pecahan 10 ribu kepada Sisil, namun di tolak oleh Sisil, karena kopinya memang sudah di bayar oleh Haura.
"Maaf Pak, kopinya sudah dibayar sama gadis itu," tunjuk Sisil kearah Haura yang baru saja keluar dari kafe.
"Aku tidak ingin berhutang budi kepada orang lain." Dengan cepat Abimayu menyusul Haura keluar, tapi sayangnya gadis yang mengenakan hijab pashmina itu hilang di pelupuk mata.
Abimayu kembali masuk ke kafe itu dan menyerahkan uang 50 ribu kepada Sisil. "Sampaikan terimakasih saya kepada gadis itu dan ini uang gantinya," ucap Abimayu sebelum meninggalkan kafe Dreamlicious.
"Laki-laki yang dingin, tapi sepertinya punya hati yang lembut,"ujar Sisil.