Hari ini Haura tidak menjadwalkan untuk mengerjakan skripsinya, karena ia ingin bertemu dengan pimpinan perusahaan yang sudah membeli tanah tempat Haura mengajar.
Tidak lupa ia juga menelpon Pak Riduan untuk memberitahu bahwa hari ini ia akan datang ke perusahaan. Namun, sebelum berangkat Haura mampir ke kamar Hera dan Firhan untuk bertemu dengan Ibrahim.
Tok..Tok..Tok
"Kak, Haura boleh masuk nggak?" tanyanya.
"Masuk aja, Ra."
Dengan senyum sumringah Haura menggendong keponakannya itu. "Halo, keponakan onti Haura. Baim udah sehat ya, nggak panas lagi jidatnya." Haura menempelkan tangannya di jidat Ibrahim untuk memastikan suhu tubuh Ibrahim.
"Alhamdulilah, Ra. Tuh senyum-senyum Baimnya. Katanya Onty Haura cantik banget hari ini."
"Bisa aja bikin ontynya terbang melayang."
"Ra, kakak boleh nanya sesuatu?" tanya Hera di sela kesenangan itu.
"Boleh kak. Mau nanya apa?"
"Apa ada seseorang yang kamu sukai?"
Haura yang tadinya asyik bermain dengan Ibrahim mendadak diam saat di tanya soal itu. Ia bingung juga harus menjawab apa. Tidak biasanya Hera menanyakan kepada Haura tentang soal itu. Hera juga tidak pernah ikut campur masalah hati Haura. Pertanyaan itu menimbulkan kecurigaan baginya.
"Kakak nggak maksa kok, Ra. Maafin kakak ya, pasti aneh ya kenapa kakak tiba-tiba bahas masalah ini." Hera tahu kalau adiknya itu sedang kebingungan menjawab pertanyaannya.
"Enggak apa-apa kok kak. Kalau kakak tanya soal itu, maka Haura akan menjawab iya. Ada seorang lelaki yang membuat Haura jatuh cinta."
Hera menerbitkan senyum kepada Haura. Ia merasa sangat bahagia kalau Haura bisa berbagi cerita dengannya. "Apa yang membuatmu jatuh cinta?" tanya Hera penasaran dengan sosok lelaki yang berhasil membuat adiknya itu jatuh cinta. Karena setahu Hera wajah polos yang sering ia lihat itu tidak pernah menampakkan siapa yang di sukai Haura, apalagi Haura terlihat tidak pernah memusingkan perihal laki-laki.
Karena sudah terlanjur mengatakan sejujurnya kepada Hera. Haura akhirnya menceritakan tentang bagaimana ia bisa jatuh cinta dengan sosok lelaki itu. Semuanya bermula dari sepasang sendal.
Flashback On
"Gorengannya 10 ribu ya, Pak."
"Siap teh Haura, mau cabe hijaunya nggak?"
"Enggak usah Pak, buat orang yang suka pedas aja."
"Nek berhenti," teriak seorang pemuda bertopi hitam kepada seorang nenek yang sedang memikul bakul. Pemuda itu menghampiri nenek penjual buah itu dengan nafas ngos-ngosan.
"Saya mau beli semua jualan nenek. Apakah masih ada?"
Mata nenek itu berkaca-kaca. "Memang belum ada yang beli, Nak."
"Kalau begitu bungkus semuanya dan ini untuk nenek." Pemuda itu menyodorkan sendalnya ke kaki nenek dan ia pulang dalam keaadaan tanpa sendal.
Flashback Of
"Jadi ceritanya gitu, Semoga Allah mengabulkan cinta dalam diammu," ujar Hera.
Haura membalasnya dengan senyuman, tapi dalam hatinya ia mengaminkan doa Hera. Ia tidak terlalu mengkhawatirkan perihal jodoh karena ia yakin semuanya sudah di atur oleh Allah, bahkan daun yang jatuh ke tanah.
Dengan siapapun nantinya ia menikah, Haura yakin itu adalah jodoh terbaik yang Allah berikan kepadanya. Namun, sebagai manusia ia juga tidak lepas berdoa untuk harapannya.
"Kamu mau ke kampus?" tanya Hera yang melihat Haura sudah rapi.
"Enggak kak, ada hal yang harus Rara urusin. Kalau begitu Rara pergi dulu ya. Assalamu'alaikum.
Dengan menggunakan sepeda motor kesayangannya, Haura melajukan kendaraanya dengan kecepatan sedang, sembari memikirkan kata-kata yang akan ia katakan kepada pimpinan perusahaan yang akan ia temui nanti.
Sampai di tengah perjalanan ia teringat kalau nanti akan berhadapan dengan seorang laki-laki. Dengan cepat Haura menelpon Intan untuk menemaninya dan alhamdulillahnya Intan sedang tidak sibuk.
"Intan memang penolong di waktu yang tepat," pungkas Haura. Jika tidak ada Intan, mungkin saja Haura tidak jadi ke perusahaan itu.
Mereka bertemu di depan perusahaan yang menjulang tinggi ke langit. Salah satu perusahaan terbesar di kota mereka. Perusahaan itu bernama "Store.Id" yang bergerak di bidang pemasaran.
"Ra, kayaknya enak kalau kerja disini," ucap Intan.
"Bisa iya, bisa tidak, kan kita belum mencoba. Menerka-nerka itu belum tentu benar lo," balas Haura dengan tertawa kecil.
"Iya, Iya."
" Haura," panggil Firhan yang tidak sengaja melihat Haura dan Intan berdiri di depan pintu masuk.
"Bang Firhan kok disini? Bukannya tempat kerja abang di sebrang sana?"
"Seharusnya abang yang nanya, kalian ngapain di sini? Apa ada kaitan dengan skripsi kalian?"
Haura dan Intan menggelengkan kepala serentak. "Intan juga nggak tahu bang, tiba-tiba di telepon Haura untuk menyusulnya ke sini."
Sebenarnya Haura tidak ingin jika anggota keluarganya tahu tentang persoalan yang di hadapinya, apalagi ayahnya. Namun, tanpa sengaja ia bertemu dengan Firhan. Mau tidak mau dia harus mengatakan tujuannya ke Store.Id.
"Nak, Haura. Eh, Pak Firhan juga disini. Apa mau ketemu Pak Abimayu juga." Belum sempat menjawab pertanyaan Firhan, Pak Riduan tiba-tiba datang menghampiri mereka dan mengatkan kalau ia sudah boleh masuk ke ruangan pimpinan perusahaan Store.Id.
Haura mengangkat alisnya sebelah. Betapa sempitnya dunia ini, ternyata Pak Riduan kenal dengan Firhan dan Firhan sendiri juga kenal dengan pimpinan perusahaan Store.Id itu.
"Terima kasih Ya Allah sudah mempermudah jalanku," batin Haura. "Hubungan Bang Firhan sama Pak Abimayu apa?" tanya Haura.
"Teman abang. Emangnya kamu mau ngapain ketemu Abimayu?"
Haura menghela nafas lega. "Alhamdullilah."
"Jadi gadis cantik ini adiknya Pak Firhan?" tanya Riduan yang tidak menyangka.
Firhan mengangguk pelan. Ia membenarkan ucapan Riduan, adiknya itu memang cantik. Firhan adalah penggemar kedua Haura setelah ayahnya. Tidak bisa di pungkiri wajah cantik Haura memang turunan dari almarhum ibu mereka.
Haura meminta Firhan untuk menemaninya bertemu dengan Pak Abimayu, tapi Firhan tidak bisa karena ia harus kembali ke kantornya. Dia juga baru saja bertemu dengan Abimayu sebelum Haura dan Intan datang.
"Pak, titip adik saya ya."
"Baik Pak."
Pak Riduan membawa mereka ke lantai 20 menaiki lift, tempat dimana ruangan Abimayu. Tidak hayal gedung itu memiliki 30 lantai, dimana semua lantai di penuhi banyak orang yang sibuk dengan pekerjaan mereka. Ada yang sedang mengurus berkas-berkas, ada yang matanya di depan layar laptop, dan ada yang saling mengobrol satu sama lain.
"Silahkan masuk, Nak Haura. Bapak tinggal nggak apa-apa kan. Ada pekerjaan soalnya."
"Nggak apa-apa, Pak. Makasih ya udah nganter kita berdua."
Haura dan Intan saling dorong satu sama lain untuk mengetuk pintu ruangan Abimayu. Tidak ada yang berani mengetuk duluan, terlebih Haura yang sudah keringat dingin sebelum masuk. Akhirnya, mau tidak mau Intan memberanikan diri untuk mengetuk Pintu.
Tok..Tok..Tok
"Masuk." Terdengar suara dari dalam ruangan, yang tak lain adalah suara Abimayu.