"Mommy!"
"Papa!" seru kedua balita begitu melihat kedatangan Cia dan Dhika.
"Darimana kamu?" tanya Sarah dengan wajah ketusnya.
Cia menggaruk tengkuknya yang nggak gatal, "hmmm …, dari penthouse."
Cia menahan Dhika yang ingin memberi penjelasan pada mamanya, "bawa anak-anak." Pintanya .
Dhika mengangguk, dia membawa kedua buah hatinya.
Cia menatap mamanya kemudian dia memeluknya dengan erat, "masih marah?" Sarah membuang muka.
"Cia tau mama udah nerima dia, kenapa masih ketus?"
"Setiap liat mukanya mama kesal!"
"Anak mantu tercinta lo itu." Goda Cia.
"Itu dulu, sekarang nggak!"
Cia menuntun mamanya keruang keluarga, mereka bicara sambil minum teh.
"Wanita itu memanfaatkan pak Mahar, Cia salah paham selama ini," ucap Cia.
"Bisa aja itu akal-akalan dia buat narik simpatimu, mama nggak bisa mentolelir perselingkuhan," ucap Sarah.
"Cia juga gitu, tapi apa yang pak Mahar alami nggak bisa Cia abaikan, dia korban dari keegoisan wanita itu."