"Kamu wanita bersuami, cincin itu identitas kamu." Dia ingin melihat seindah apa jari manis Cia kalau pakai cincin.
"Saya masih sekolah. Dan lagi tanpa cincin itu, saya tau kok kalau udah nikah."
"Sesekali pakai, saya ingin lihat istri saya memakainya."
"Pas kita berdua aja ya?" Dhika mengangguk kecil.
Dia menarik Cia, dan bertukar tempat. Sekarang dia yang memeluk gadis itu dari belakang. Cia menutup matanya, takut liat kebawah kakinya bisa lemas.
Dia bukan fobia ketinggian, cuma kalau lihat begini ngeri juga. Walau pemandangannya menggiurkan.
"Buka matamu, jangan takut. Ada saya." Cia menggeleng, mau ada siapa juga, takut ya tetap takut.
Dia merasa geli karena Dhika bicara tepat di kupingnya.
"Jika di dunia ini tidak ada ada yang bisa kamu percaya, maka kecualikan saya." Cia merasakan tangan besar suaminya melingkar di perut ratanya.
"Apa kita nggak terlalu intim?" Risih-risih nyaman dia.