"Saya suami kamu. Lebih berhak dekat dengan kamu."
Lama kali pun actionnya, pikir Cia.
"Suami sementara."
"Tapi tetap suami kamu. Apapun istilahnya."
Mood Cia untuk ngarasin kissing anjlok.
"Ya udah sih jangan bawa-bawa hak dan kewajiban." Ketus Cia. Dia berdiri dan menjauh.
Mukanya udah merah antara kesal dan malu sama pemikirannya sendiri. Untung Dhika manusia biasa yang ngga bisa baca pikiran orang, coba kalau bisa kan malunya sampek jadi buyut.
"Mengharap saya cium bibir kamu?" Dhika duduk dengan tegak dan menyilangkan kakinya dengan anggun, dia menatap Cia dengan horor.
"FITNAH AJA TEROSSSS FITNAH ....!"
'Kok bisa baca pikiran gue sih' kesalnya dalam hati.
"Wajah kamu itu terlihat jelas menunggu saya aksi dari saya."
"Otak anda aja yang mesum." Ketus Cia lagi. Nggak boleh emosi berlebih, nanti ketauan emang iya ngarep.
"Lebih mesum mana sama kamu? Kebanyakan nonton otak jadi rusak."
"Kalau pun saya ngayal, bukan anda cowoknya."