"Gue, makan dulu bisa?" Arsyilla jengah melihat kedua sahabatnya yang menatap penuh tuntutan padanya.
Tanpa menjawab keduanya mengangguk.
"Cia," panggil seorang remaja pria yang tidak lain adalah Gabriel, ketiga remaja cantik ini pun menoleh secara bersamaan kesumber suara.
"Hai Gab," sapa balik Arsyilla sambil menyantap lahap baksonya.
"Kenapa chat Aku nggak di balas?" Gabriel duduk di sebelah Arsyilla dan menatap lembut gadis itu.
"Sorry, gue tadi di ruangannya Pak Mahar," jawab Arsyilla sambil mengunyah.
"Cia, kunyah dulu." Cecilia memperingatkan.
"Santai Cil," jawab enteng Arsyilla, dia sudah terbiasa mengunyah sambil bicara dan dia sadar itu kebiasaan buruknya.
"Pak Mahar?" Seingat Gabriel di sekolahnya tidak ada guru yang namanya seperti itu.
"Pak Mahardhika maksudnya Cia," jelas Cecil pada ketua Osis yang diam-diam dirinya sukai.
"Oh," jawab Gabriel sambil sedikit tertawa dan mengacak rambut gadis itu, siapa lagi kalau bukan Arsyilla.
"Gab!" Arsyilla menatap kesal Gabriel.
"Sorry Cia, Aku nggak tahan untuk nggak ngacak rambut tebal Kamu ini." Gabriel lupa jika Cia sangat tidak suka jika ada yang mengacak rambutnya.
Cecilia hanya bisa tersenyum tipis melihat pemandangan di depannya saat ini.
Cinta pertama yang menyedihkan, pikirnya.
"Ah, kenyang." Arsyilla mengusap perut ratanya setelah menghabiskan satu mangkuk bakso dan segelas jus jeruk.
"Ok, sekarang cerita." Tuntut Cecilia yang di angguki Zanetha.
"Bentar dong, bakso gue belum tergiling sempurna nih." Arsyilla menegakkan tubuhnya, dan meminum air mineral untuk melegakan kerongkongannya.
'Ghibah time' batinnya. Gadis itu menyetel suara sebelum biacara.
"Gue cuma berdiri kayak patung hampir dua jam, sementara Pak tua itu memeriksa soal, gila nggak tu?"
Arsyilla tidak sepenuhnya berbohong, dirinya juga kesal karena itu. Meski tu guru menyuruhnya duduk ketika awal masuk.
"Omg, jadi lo bisa natap Pak Dhika dari deket dong!" Mata Zanetha berbinar, membayangkan jika dirinyalah yang ada di posisi Arsyilla tadi. Oh, Dia tidak akan menyia-nyiakan waktunya.
"Lebay baget lo, nggak ada pilihan laen yang lo hayalin?" Arsyilla tau Zanetha fans garis keras guru tua itu.
"Apa itu hukuman?" tanya Cecilia, ia mengabaikan Zanetha yang sedang misuh-misuh, karena impiannya di hempaskan Arsyilla begitu saja.
"Nggak tau gue, pas gue tanya. Dia jawab, jangan berisik." Arsyilla menirukan gaya Dhika yang membuat Cecilia menggelengkan kepalanya.
"Cia, dihukum? Tapi karena apa?" Jantung Cecilia mau copot rasanya, karena Gabriel menatapnya untuk pertama kali.
"Cia, nggak kerjain Pr dari suami masa depan gue," jawab Zanetha, ia mengabaikan tatapan jijik Arsyilla.
Sementara Cecilia, lidahnya kelu.
"Benar begitu, Cia?" tanya Gabriel yang kini menoleh pada gadis pujaannya.
Dan Cecilia baru bisa bernafas lega.
"Iya, Aku sengaja biar Dia marah, dan nyuruh Aku keluar, tapi malah justru sebaliknya." Arsyilla emosi kalau mengingat hal yang terjadi tadi pagi.
"Lagian Kamu juga, Pak Dhika jadi idaman setiap cewek di sekolah ini, tapi Kamu malah sebaliknya." Gabriel memang sulit menebak sifat Arsyilla yang beda dari gadis lain di sekolahnya.
'Kalian nggak tau aja nasib buruk apa yang menimpaku karena pak tua itu' batin Arsyilla kesal.
"Tau Ach." Arsyilla menagcuhkan ketiganya, dan fokus pada ponselnya.
Tidak lama setelah itu bel masuk berbunyi, semua penghuni kantin masuk kekelas masing-masing begitupun dengan Arsyilla dan kedua sahabatnya.
****
"Ada masalah Ci?" tanya Alfandi.
Mereka telah berada di toko buku seperti janji mereka tadi.
"Eh, nggak ada kok," jawab Arsyilla sambil tersenyum manis, hati pemuda itu bergetar melihat senyum manis Arsyilla.
Arsyilla hanya sedang berpikir, apakah Alfandi akan menjadi jodohnya kelak, apakah pria ini mau menerimanya jika statusnya janda muda.
"Tumben, diem?"
"Lagi males ngomong. Sariawan," jawab Arsyilla.
"Kita beli obat." Tanpa sadar Alfandi memegang tangan Asryilla.
"Cuma sariawan biasa, jangan berlebihan." Dengan pelan Arsyilla menyingkirkan tangan Alfandi yang jauh lebih besar darinya.
"Sorry, Aku reflek." Alfandi segera melepas tangannya.
"No problem, Aku tau Kamu nggak sengaja." Arsyilla tidak suka adanya sentuhan jika tidak terpaksa dengan lawan jenis.
Aneh memang, padahal gadis itu suka gonta-ganti pacar, dan mungkin putusnya karena Arsyilla yang nggak mau di sentuh meskipun hanya saling bergandengan.
"Kita makan siang dulu baru Aku antar pulang," ucap Alfandi dengan senyum menawannya.
"Terserah Kamu, Aku ikut aja." Arsyilla merasakan perasaan yang berbeda dengan pemuda ini.
Malu-malu meong.
Setelah memilih beberapa buku dan membelinya, kedua remaja itu pergi keresto jepang untuk makan siang.
Tergolong mahal untuk anak sekolah, tapi siapa peduli, wong Alfandi anak tajir, pikir Arsyilla.
****
"Cia pulang!!!" Teriak Cia saat memasuki rumah mewah bergaya Amarika kuno.
"Cia, bisa nggak usah teriak? Kuping Mama udah bosen ni dengernya," omel Sarah saat melihat putrinya berjalan kearah ruang keluarga, ia menggosok kupingnya hingga memerah.
"Ntar kalau Cia nggak teriak, katanya rindu sama suara indah ini, sekarang bosen." Cia menghempaskan tubuh mungilnya di sofa empuk nan mahal milik Mamanya.
"Ya jangan tiap hari juga, Cia." Sarah selalu mejadi teman bertengakr Arsyilla.
"Mama lucu ih, mana bisa kebiasaan di atur-atur jadwalnya kapan mau teriak," jawab Cia malas.
"Eh, tadi Kamu ketemu calon mantu Mama, nggak?" Sarah mengabaikan selaan putrinya.
Ia bahkan melempar asal majalah yang penuh model seksi dengan barang branded favoritenya, fokusnya kini pada Arsyilla.
"Ya ketemu lah Ma, Pak tua itu kan guruku di sekolah." Arsyilla memutar malas bola matanya.
"Kok Pak tua Ci, Dia masih muda lo. 27 tahun umurnya." Protes Sarah yang tidak terima calon mantu tertampan di Dunia, di katain oleh putri kandungnya sendiri.
"Bagi Mama berondong, bagiku Dia sugar Daddy," jawab Arsyilla sambil bangkit dan berlari kekamarnya yang ada di lantai dua.
"Dari mana Kamu tau istilah itu Cia!!!" Sarah yang kini teriak, mengeluarkan seluruh kemampuan pita suaranya, karena dirinya yakin kalau pelan putrinya tidak akan mendengar.
"Anak itu, sejauh apa pergaulannya." Sarah bergidik ngeri dengan istilah sugar daddy yang Arsyilla ucapkan. Yang dirinya tau itu istilah untuk pria mata keranjang yang berusia senja.
***
Arsyilla menghempaskan tubuhnya di atas kasur queensize miliknya, hari ini begitu melelahkan buat dirinya.
Dirinya masih tidak percaya jika Dia setuju pada perjodohan itu, dan lagi kenapa Kakeknya bisa sampai membuat wasiat seperti itu. Jaman serba canggih begini kenapa dirinya harus terperangkap dalam wasiat kuno, pikirnya.
Dirinya tidak banyak memiliki kenangan bersama sang kakek, sebab di usianya yang kedelapan tahun, kakeknya telah meninggal Dunia, yang dirinya ingat hanyalah Kakek yang sangat suka memangku dan menceritakan dongeng-dongeng yang bisa membuatnya tertidur pulas.
Tidak di sangka sang kakek meninggalkan kejutan untuk dirinya, sekarang Arsyilla bingung mau di kemanakan semua daftar gebetannya yang berjumlah sepuluh orang ini, itupun awalnya lima belas, sudah di eliminasi lima olehnya.
Belum lagi sepertinya Dia jatuh cinta pada Alfandi, setiap di dekat pemuda itu, jantung Arsyilla seperti sedang senang aerobic, dan kupu-kupu mengumpul di perut ratanya. Ingat! Meskipun Arsyilla gonta-ganti pacar tapi dirinya belum pernah benar-benar merasakan jatuh cinta.
Dan mungkin, Alfandi pemuda pertama yang mendapatkan hatinya, pemuda itu begitu menarik dan sayang untuk di lewatkan atau hanya di jadikan pacar unfaedahnya.
Disitu jatuh cinta, disitu pula dirinya harus merelakannya, Dia tidak bisa mengembangkan perasaannya untuk sekarang, sebab harus menjalani perjodohan itu dulu sampai batas waktu di mana Arsyilla yakin ada pria yang mau serius dengan dirinya.
Sekarang Arsyilla akan memantapkan hati, memupuk rasanya untuk Alfandi.
Toh, Alfandi menyukainya pasti cowok itu mau menunggunya, sampai dirinya menerima pemuda itu.
Benar juga apa yang di katakan Pak tua itu, jika Dia memiliki hubungan dengan Alfandi sekarang, dan akhirnya Alfandi tahu keadaannya, pasti cowok itu kecewa berat dan akan meninggalkannya, Arsyilla tidak mau itu.