Mata Arsyilla sudah sebesar biji kenari karena menangis semalaman, dia sakit hati dan emosi, yang ngebentak orang paling di bencinya pula. Hatinya jadi sakit berkali lipat.
Pagi ini ia sekolah dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya masker juga tidak ketinggalan, ia sudag memberikan banyak concelear di sekitar mata tapi tidak membantu.
"Udah lama pak Boy?" Arsyilla keluar penthouse, bodyguard Dhika sudah berdiri layaknya patung di mall, bedanya Boy tidak berpose.
"Satu jam," jawab Boy dengan kepala menunduk.
"Bapak lebih tua dari saya, jangan menunduk. Saya jadi nggak enak." Suara Arsyilla sengau.
"Baik nyonya, apa anda sakit?" Boy menekan tombol lift untuk mereka berdua begitu tiba di depan pintu bersegi panjang.
"Iya pak, demam."
"Saya izin kesekolah anda?" Arsyilla menggeleng.
"Saya ada seleksi olimpiade hari ini."
Setelah sampai lobi, Boy dengan segera mengambil mobil dan mengantarn Arsyilla kesekolah.
***
Tatapan heran dan tawa teman sekelas Cia tidak bisa di tahan ketika melihat gadis itu masuk dengan kacamata hitam.
"Kenapa lo?" Alis Cecillia tertaut sementara Aneth tanpa akhlak menertawakannya.
"Bengep muka gue." Arsyilla menghempaskan bokongnya di bangku.
"Ada yang patah hati." Sindir maya tiba-tiba, semua orang di kelas fokus padanya.
"Siapa?" Temennya nyaut.
"Adalah pokoknya, nangis kejer karena liat gue jalan sama cowok yang dia suka. Sok cakep sih, mikir kalau semua cowok itu suka sama dia." Suara Maya nggak selo.
"Emang bener?" Tanya Aneht dengan berbisik.
Zanetha tau itu sindiran si lampir untuk sahabatnya.
Alis Arsyilla terangkat menatap sahabatnya tajam, "selama ini jadi sahabat gue, lo nggak ngerti gimana gue? Kemakan sama omongan si lampir." Aneth menunduk merasa bersalah.
"Maaf Ci," cicit Anet. Arsyilla meneggelamkan wajahnya di meja dengan melipat kedua tangannya.
"Lo kebangetan Neth," ucap Cecillia.
Selama pelajaran berlangsung Arsyilla tidak melepas kacamata dan maskernya, sesekali ia bersin, kepalanya juga sakit efek nangis hebat.
"Bebeb Cia kenapa?" Alex dan delapan mantan gebetan Arsyilla masuk area kantin.
"Misi, most wanted mau lewat," ucapnya pede.
Arsyilla lagi nggak mood jawab, takut emosi.
"Lex, jangan ganggu Cia kalau nggak mau di dampratnya." Aneth mengingatkan.
"Emang kenapa?" Arsyilla melihat sembilan mantan gebetan dan dua sahabatnya menatap khawatir, ia jadi tidak tega.
"Gue nangis semaleman." Suara merdunya mulai keluar.
"Why?" Alex sok pakek bahasa inggris.
"Nonton horor." Ok, kesebelas orang yang mendengar sedang mencerna dan menyambungkan benang merah antara horor dan tangisan, dimana letak sentimentilnya.
"Lo nggak salah genre?" Tanya Gabriel. Arsyilla menggeleng.
"Terus letak sedihnya dimana? Setau gue horor nakutin, jika pun ada sedih, nggak buat muka bengep gitu, mata lo ampir ilang karena bengkak banget, atau lo nangis karena berasa hantu itu neror lo?" Gabriel menjelaskan dengan hati-hati.
"Hantu romance." Alis mereka kompak mengernyit.
"Hantunya jatuh cinta gitu?" Arsyilla mengangguk.
"Spoiler, kepo gue." Cecillia menuntut penasaran sama film yang di maksud Arsyilla.
"Gunduruwo kumpul kebo sama wewe gombel, terus manusia yang tau kejadian itu dapat sial seumur hidup, gak adil bangetkan?!" Emosi Arsyilla meluap sampai memukul meja kantin, semua mata tertuju kearah mejanya.
Sementara kesebelas orang tersebut cengok seketika, entah harus terkejut dengan yang mana lebih dulu.
"Apa ada cerita horor yang begitu?" Alex menyenggol tangan Randi.
"Tau ah," jawabnya acuh.
"Terus sedihnya dimana? Kalaupun tu setan kumpul kebo emang udah kodratnya begitukan Ci?" Cecillia gadis yang pintar secara akademis tapi kali otaknya buntu.
"Ya manusianya lah, dia nggak tau apa-apa malah nanggung dosa tu setan!" Jerit Arsyilla sambil meremas botol plastik yang ada di meja.
"Tu manusia kan nggak tau, terus darimana dia tau?" Alex ribet sendiri dengan ucapannya, Arsyilla membuatnya ribet.
"Nggak sengaja dengar," lirih gadis itu.
"Dengar apa?" Sembilan di tambah dua jadi sebelas orang tersebut merapat dengan tatapan penasaran kearah Arsyilla.
"Wewe manggil Gundu pakek desah." Mereka menenggak ludah kasar, horor campur hot ni.
"Terus?" Alex makin kepo.
"Terus apa lagi ya buat baby shark la!" Jerit Arsyilla frustasi.
Dia membayangkan apa yang dia dengar semalam, emosinya terus meledak. Sumpah serapah sudah ia layangkan dari hati untuk si wewe dan gundu yang ada di America.
"Ok, ini konyol tapi yang namanya film sah-sah aja, terus kalaupun lo nangis kasian sama nasib manusia itu, kenapa sampek bengep gitu muka lo, kayak lo yang ngalamin kesialan yang haqiqi ini, Ci." Lagi semua mata menatap Arsyilla curiga akibat analisi Andi, salah satu gebetannya yang emang kritis banget congornya.
"Iya bener tu, kenapa bebeb yang nyesek banget kayaknya?" Alex mendukung analisis Andi.
"Karena gue manusia itu!!" Jeritnya frustasi, merasa dia mengucapkan kalimat yang salah ia segera meralatnya, "maksud gue, karena nonotn tu film gue jadi ikut sial juga kan." Mereka mengangguk kompak.
"Apa judul filmnya?" Tanya Gabriel.
"Gue nggak tau, gabut banget semalam terus random pilih film horor, taunya sial seumur hidup gara-gara tu film." Omel Arsyilla.
"Lain kali kalau gabut hubungi kita atau sahabat lo, jangan sendirian. Gini kan jadinya?" Nasehat Gabriel.
"Gue kutuk tu setan sial terus."
"Yang salah lo karena udah nonton filmnya, ngapain tu setan yang lo kutuk, dia kan acting. Itu pekerjaannya Ci." Zanetha bersuara. Kenapa harus setan yang nanggung kesialan Arsyilla, pikirnya.
"Menurut gue tanggung banget, harusnya kalau sial dapatnya sekalian dong." Alex menyela.
"Maksud lo?" Rendra yang sedari tadi diam menyimak mengeluarkan suara.
"Ya paling nggak liat proses pembuatan baby sharknya, jangan denger suara doang, kentang banget kan kalau gitu."
"ALEX!" Bentak Arsyilla dengan wajah merah padam.
"Peace beb, itu buat aku bukan buat kamu." Alex membentuk huruf V dengan jarinya.
"Ya udah nggak usah di pikirin itu cuma film, setannya itu manusia, dia cuma acting doang. Pulang sekolah tidur, setelah bangun kamu pasti lebih baik." Rendra mengacak pelan rambut Arsyilla, membuat delapan cowok menatapnya tak suka.
"Masalah?" Tanyanya dengan alis naik sebelah.
"Kita udah sepakat buat mundur, nggak ada yang boleh maju." Peringat Aji.
"Terus menurut lo, gue maju gitu?"
"Terus apaan lo ngacak rambut Cia?"
"Bukan cuma pacar atau gebetan yang boleh begitu, teman dan sahabatpun boleh." Seketika mereka meniru apa yang di lakukan Rendra.
Arsyilla ingin nangis sekarang, masalahnya tak kunjung usai yang ada bertambah ribet.
Cecillia dan Zanetha masih mikirin masalah setan, manusia sial dan Arsyilla. Di lihat dari sudut pandang manapun harusnya Arsyilla tidak sebaper ini.
"Menurutku setan lebih sial," guman Zanetha tanpa sadar.
"Kenapa?" Tanya Alex.
"Setan bisa kapanpun liat anak manusia buat baby shark, dan setanlah yang di tuduh udah mempengaruhi mereka, menurut kalian sialan manusia atau setan? Gue sih fix setannya yang paling sial." Asumsi Zanetha.
Sepuluh orang yang lain diam sambil mikir ucapan Aneth yang ada benernya jug, manusia kan gitu kalau buat salah suka lemapr batu sembunyi kaki. Eh, maksudnya sembunyi tangan.
Arsyilla menutup matanya, sudah ia duga semakin gila jika dia cerit ini pada teman-temannya.
Eh, cuma namanya aja yang ngarang kok.
"Makin pusing gue." Arsyilla pergi meninggalkan kantin, matahari terik tidak dapat tembus masuk kematanya yang masih menyipit hampir hilang. The power of sunglasses.
****
Saat Arsyilla keluar dari lift dan menuju penthousenya, ia melihat seorang pria menyender di dinding samping pintu serba hitam dari ujung kaki sampek kepala, begitupun kopernya.
Makin serem sama topi, kacamata, masker hitamnya.
Arsyilla celingak-celinguk mencari Boy, sialanya dia melarang bodyguard itu mengantarnya sampai keatas, mumpung tu cowok misterius lagi nyandar dengan anteng, Arsyilla berbalik dengan cepat tujuannya masuk dalam lift.