Chereads / Cinta Untuk Athalla / Chapter 2 - Pisah

Chapter 2 - Pisah

Pesawat sudah lepas landas, meninggalkan tanah air, menuju negeri orang. Gata memakai jaket untuk melindungi tubuhnya. Tidak banyak barang yang ia bawa. Cukup membawa seperlunya, sisanya bisa beli disana.

"Atha, aku janji padamu. Tunggu aku, ya".

Gata mencium layar ponselnya yang menampilkan foto Atha. Wanita cantik sedang memakai topi dan mencium bunga tulip. Perjalanan menuju Amsterdam memakan waktu yang begitu lama.

Sayup-sayup mata Gata mulai meredup. Ia memejamkan matanya, untuk tidur sejenak. Sedangkan di lain tempat, tepatnya di Jakarta. Atha sedang duduk termenung di belakang rumah. Sepi, ia suka menyendiri. Kecuali hanya ada Gata. Memang Atha tidak bisa jauh dari pria itu. Sudah menjadi candu baginya.

"Apakah Gata sudah sampai?" Atha melihat sebelah kirinya. Kosong. Tidak ada seseorang yang bisa ia ajak ngobrol. Pembantu rumah pun sibuk dan tidak sesuai dengan usianya.

Atha menceburkan kakinya di kolam renang. Duduk sambil membaca buku, menghalau kesepian. Sesekali ia melihat ponsel, siapa tau ada notif pesan dari Gata.

Namun hari semakin sore, belum juga ada kabar. Sungguh, Atha begitu kesepian tiada ocehan dari Gata.

Rumah yang ia tinggali lumayan besar dan mewah. Terletak di pusat kota. Berdampingan dengan perumahan elit lain yang tak kalah mewah.

Sebenarnya jika ia ingin kuliah di Amsterdam bersama Gata, itu bisa saja. Tapi ia lebih mencintai Indonesia. Budaya Indonesia perlu diperhatikan, dan moral pun sama.

"Non, bibi sudah buatkan makan malam". Bibi Tati menemui majikannya yang duduk di sofa.

"Iya. Yuk makan bareng, bi" sahut Atha dengan senyum simpul.

"Tidak non, bibi tidak pantas untuk makan bareng sama non" bibi merasa tidak enak dengan Atha.

"Gapapa bi, ayolah. Di rumah ini kan cuma ada aku, bibi dan pak satpam. Please, jangan nolak".

Akhirnya bibi tidak bisa menolak kemauan majikan mudanya. Wajar saja, Atha begitu haus kasih sayang orang tua. Jadi adanya pak satpam dan bibi Tati membuat rumah sedikit berwarna. Atha mengganggap mereka seperti orang tua kandungnya sendiri.

"Eum...., masakan bibi emang paling enak". Puji Atha sembari mengacungkan jempolnya.

"Biasa saja non, masakan bibi sederhana kok". Bibi tertawa ringan, ia juga tersipu malu kala Atha memuji hasil masakannya.

"Itulah bi, masakan boleh sederhana tapi rasanya luar biasa. Kapan-kapan ajari aku masak ya, bi"

Eh, kok malah minta ajari masak? Bibi hanya mampu menganggukkan kepalanya. Apapun akan ia lakukan asalkan Atha senang.

"Iya non, saya siap mengajari nona memasak".

"Aaaa, makasih bibi"

Atha memeluk tubuh pembantunya dengan erat dan secara tiba-tiba. Membuat bibi Tati susah bernapas.

"E--, non. Bibi gak bisa napas"

"Eh, maaf bi. Atha ga sengaja".

Atha memundurkan tubuhnya, tapi raut wajahnya begitu berseri. Ia bahagia, ingin belajar masak hanya untuk Gata. Suatu saat nanti masa bahagia akan hadir di antara mereka.

Jika nanti bisa langgeng sampai pelaminan, maka Atha harus bisa menjadi istri multitalenta. Terutama urusan dapur.

Kembali lagi di Amsterdam, disana sudah beda jam. Pesawat mulai mendarat cantik di bandara. Gata terbangun sebab ada pemberitahuan jika dalam 30 menit lagi pesawat akan mendarat.

Mengusap wajah dan menatap diri di depan cermin. Rapi dan tetap tampan. Ketika sudah menginjakkan kaki di bandara, udara dingin menerpa.

"Akhirnya aku sampai di Amsterdam. Fyuhhh"

Gata mempercepat langkahnya, keluar dari bandara dan menghampiri taksi yang sudah ia pesan.

Pergi ke sebuah apartemen yang mana tempat ia akan tinggal selama kuliah. Sepanjang perjalanan menuju apartemen, Gata tak henti-hentinya menguap, masih mengantuk.

Cuaca begitu terasa dingin, untungnya Gata membawa jaket tebal. Sesampainya di apartemen Gata langsung membawa kopernya dan memasukkan ke dalam kamar.

Tak sengaja ia menabrak wanita cantik yang sedang sama-sama berjalan dan tidak melihat depan.

Brukh

"Auw..." si wanita memekik kecil sambil mengusap-usap lengan bagian siku.

"Oh no! i'am so sorry.." Gata membantu wanita itu untuk berdiri.

"It's ok..." sahutnya berusaha berdiri dengan dibantu Gata.

Mata yang mengantuk kini sudah diganti dengan mata lebar. Rasa bersalah telah menabrak wanita itu ketika berjalan.

Bersambung