"Istriku sayang, dengarkan Aa dulu. Tadi itu Aa—" Baru saja Ustadz tampan itu hendak menjelaskan pada istrinya. Namun, seperti tadi, ia disela sehingga membuatnya menghentikan ucapannya.
"Maksud Aa apa pergi tanpa pamit? Padahal, Neng sangat cemas dan takut kehilangan Aa. Semua orang tidak tahu Aa ada di mana," omel Safira dengan suara yang bergetar menahan tangis.
Ustadz Uwais menarik napas dalam lalu membuangnya perlahan. Istrinya terus mengomel. Sementara dirinya dibiarkan berdiri di depan pintu.
"Istriku, tak bisa kah kamu biarkan suamimu ini masuk dulu?" Kali ini Ustadz tampan itu memelas dan memohon pada istri cantiknya itu. Dua mangkuk labu kuning seakan tak berarti lagi saat ini.
Safira menatap intens pada suaminya. Ia benar-benar sebal karena sang suami tidak berpamitan pada dirinya. Bahkan, semua orang pun tidak ada yang tahu. Ia tak menjawab, hanya mundur memberi jalan untuk suami tercintanya.