Kamu berharapkan, cerita yang selalu kamu baca akan bisa terjadi di dunia nyata, atau aku benar kamu sedang berhalusinasi ingin seperti tokoh utama dalam cerita yang di dambakan para cowok?
Apa seorang CEO muda yang datang melamar dengan wajah cool dan tegapnya?
Tapi sepertinya kamu juga menghalu orang tua kamu bangkrut dan berharap orang tua kamu menjodohkan kamu dengan seorang anak yang kaya raya?
hahah.
Tapi...Aku yakin, jika kamu mendengar kisah ku. kamu akan berfikir dua kali untuk menjadi peran utamanya.
-Putri Aurora-
***
Aku menutup laptop dengan wajah yang sangat lelah. ini masih terlalu siang untuk membuat chapter selanjutnya di platform webnovel.
Ya, itu adalah kerjaan terbaru aku dari 4 bulan yang lalu, awalnya hanya kegabutan saat cerita yang aku baca tidak sesuai yang aku mau.
Dan kini aku sudah mempunyai satu novel dengan label namaku, seneng dong.
Terkadang mereka yang membaca tidak tahu bahwa aku menyelipkan kisah-kisah nyata di hidupku, secara tidak langsung aku sendiri tengah bercerita.
"PUTRI!"
Aku menoleh dengan wajah sedikit terkejut, di samping ku berdiri sahabat aku selama sekolah menengah ini, Dia adalah Chana dilah panggil aja chelana dalam auto ngamuk deh.
Maaf-maaf aku introvert jadi gak bisa ngelucu.
"Pliss deh Cha, kalo manggil itu gak usah teriak coba," dengus aku, selalu saja harus menahan malu lagi saat beberapa orang di meja menatap kami berdua.
Cha terkekeh pelan. "Maaf dehh, tapi yaa padahal gue gak teriak loh, cuman yah mulut gue aja yang khilap,"
Aku berdehem untuk balasannya. Terlalu malas untuk ikut tak waras.
Cha mulai memanggil waiters di dekatnya, dan yah, dia teriak, hah.
Aku menatap datar orang di depanku yang sangat ingin aku jual ke barang antik. sumpah yah, belum semenit dia minta maaf.
"Sekali lagi teriak, gua banting sih bener," ancam ku dengan serius.
Cha menoleh. "Lo sakit, Put?" tanya Cha dengan wajah polosnya.
Sumpah pengen aku gorok wajahnya. Dia tahu kesalahan nya, selalu mengubah wajah agar tidak terlihat salah.
Dari pada ngeladenin orang gila di depannya, aku membuka hpku yang tergeletak di meja. oh yah aku memang lagi nongkrong di cafe remaja dekat sekolah ku tapi nongkrong versiku sambil bawa laptop berisi cerita-cerita aku yang masih on-going.
Yah kalian tau kan, eh nggak. kalian mah gak tau pasti gimana tersiksanya para author yang ingin mengetik chapter tapi kehabisan referensi, karena memang bukan jalan aja yang bisa buntu tapi otak juga.
"Put gua sama Rian kemarin jalan lagi,"
Aku menaruh hpku dan menatap Cha yang memulai bercerita.
"Terus?" tanya ku apa adanya.
"Yah kayak biasa, kelamaan di motornya," lanjut Cha.
"Terus?"
"Yah gua kesel lahh! setiap gua jalan sama dia kenapa otak gua dan otak dia gak ada satupun tempat yang pas buat berduaan!"
"Terus?"
"Hiks, ya kayak biasa gua sama dia akhirnya kesini doang itu juga udah mau tutup jadi kita sebentar doang," lanjutnya sambil pura-pura sesegukan.
"Terus?"
"Ya terus gua pulang sama dia,"
"Terus?"
"Udah selesai."
"Terus?"
Cha menoleh ke arahku dengan wajah kesal, alisku terangkat sebelah. "Kenapa?" ucapku heran.
"Gak!"
Aku mengangguk dan mengambil hpku lagi di meja tapi saat melihat ada notifikasi dari WhatsApp aku langsung membukanya dan membacanya.
'pulang!'
Aku menghela nafas berat dan mulai merapihkan barang-barang ku di meja.
"Pulang?" tanya Cha binggung.
aku mengangguk, "Iya, nyokap gue nge-chat."
"Minuman gua baru Dateng," ucap Cha lalu berdecak.
"Siapa suruh lama kesini," ucap Aku seraya mengulurkan tangan, dan Cha dengan malas membalas salam aku.
"Hati-hati"
"Sip deh, Babay!" Aku langsung pergi dari caffe tersebut.
***
Bunyi ketukan pintu terdengar dan aku tetap stay dalam kasurku tanpa susah-susah berjalan ke pintu. Karena semua orang di rumah sudah tahu kalo kamar ku tidak akan di kunci selama aku masih di kamar dan selagi aku tak mandi.
cklek.
"Yaampun putrii, dua kali mamah masuk kamar kamu. kamu masih tiduran?"
"Putri gak tidur, liat nih ada laptop," jawabku malas masih dengan posisi awal. Yaitu, berbaring dengan laptop di depannya.
"Sama aja! kamu itu pemales banget si jadi anak, coba liat kakak kamu dia selalu kerja," dumel Rina, mamahku.
Aku berdecak kesal seraya menoleh ke mamah yang berdiri di belakang ku. "Mamah, kalo putri umurnya 21 kayak kakak, putri juga pasti lagi kerja sekarang." Aku tersenyum paksa.
Mamah menggeleng. "Kamu itu selalu ngejawab mamah yah, beda banget sama kakak mu dulu."
Kini aku tak menjawab. Kisah aku selain jadi author juga, aku adalah anak kedua yang sialnya perempuan.
***
Kantung mata hitam, hidung merah dan berjalan lemas. persis seperti mayat hidup. Orang-orang di koridor menatapku tapi aku tak peduli. aku tetap berjalan pelan menuju kelasku.
Tapi belum sampai aku di kelas, tanganku sudah di tarik seseorang dan ternyata dia adalah Vino, cowok ganteng incaran semua murid di sekolah ku, terkecuali aku.
Dia memang cowok impianku di wattpad, udah cool, ganteng, cuek tapi perhatian, pinter juga.
T-tapi aku mati rasa.
Memang rasa senang dan bangga ada di hati saat tau cowok terganteng dan terpopuler di sekolah suka sama aku, tapi aku hanya bersikap biasa aja tanpa ingin membalas. Tapi, gak tau kalau besok.
"Kenapa sih, Vin!" aku menarik lepas tanganku yang dia genggam.
Vino menatap aku tajam.
"Serem ih," ujar ku.
Vino menarik tanganku lagi, kali ini aku tidak protes seperti tadi karena sudah tau cowok di depanku tengah menahan marah.
Setelah beberapa menit berjalan mereka sampai di UKS, dan aku menatap heran vino yang sekarang menatapku juga.
"Lu sakit?" tanyaku.
Tangan vino terangkat mengelus suraiku lembut, hal itu tentu membuat aku nyaman. "Kurang tidur, hmm?"
Aku mengangguk, memang hanya dia yang selalu bisa peka keadaan ku, dan kini dia mengangkatku ke berangkar di belakangnya, aku terkejut.
"Tidur," titah vino dengan datar.
"Gua ke sekolah itu mau sekolah vino gantengg, bukan mau tidur."
"Sama-sama cari mimpi."
"ha-ha lucu banget," Aku tertawa paksa, "Udah ah gua mau ke kelas," lanjutku seraya loncat dari berangkar.
"Tidur atau gak—"
Aku menoleh. "Atau nggak?" tanya ku balik. Hal yang paling menyebalkan saat bersama si cowok ini, yang sayangnya ganteng.
Vino sering banget, ngeluarin kata 'atau nggak' nanti selanjutnya kata-kata yang membuat aku tak bisa berkutik dan pada akhirnya harus kembali mengalah.
Vino tersenyum kecil. "Gua tidurin."
Thats True, aku sudah tak kaget.
"Oke."
TO BE CONTINUED...