Merebahkan diri di samping Kiara, peluhnya masih tersisa walau suhu ruangan 16 derajat. Mencoba mengatur napas bersama di dalam selimut, Kiara terdiam seribu bahasa mengumpat dalam hati. Merasa dirinya amat murahan hingga bisa disetubuhi begitu saja, dan bodohnya ia sangat menikmati pergumulan tersebut.
"Resign lah, dan bayar uang sesuai perjanjian kontrak perusahaan!" ucap Aditya menatap ke arah langit langit kamar, menyentak Kiara langsung menatapnya cepat.
"Ha?!" terkejut Kiara.
"Apa kamu tidak pernah membaca kontrak? saat kamu resign maka kamu harus membayar satu tahun gaji, juga ganti rugi akan pelanggaran kontrak. Paling tidak itu sekitar satu milyar," jelas Aditya, membulatkan utuh mata Kiara.
Saking senangnya diterima kerja, Kiara tidak benar benar memahami isi perjanjian kontrak dan asal menyetujui saja. Gaji satu tahun dan uang pelanggaran kontrak, tidak mungkin Kiara memiliki uang sebanyak itu. Terlebih lagi gajinya sudah di berikan sebagian untuk panti asuhan.
"Bisakan saya tidak membayarnya?" lirih Kiara bertanya.
"Maksud saya, saya akan membayarnya dengan mencicil jika boleh," tambah Kiara menjelaskan, ditertawakan oleh Aditya.
"Apa kamu pikir aku membangun perusahaan dengan bercanda? kenapa? tidak memiliki uang? maka bersiaplah tinggal di penjara," ucap Aditya.
Kiara memutar bola matanya kesana kemari mendengar ucapan bosnya yang santai. Mengganti uang, tinggal di penjara, seakan sudah tidak ada lagi pilihan selain tetap tinggal di perusahaan yang dipimpin oleh laki laki telah menikmatinya itu.
"Baiklah, saya akan melanjutkan kontrak dan akan secepatnya pergi setelah kontrak itu habis," ucap Kiara tak ada pilihan, mengukir senyum kemenangan pada wajah Aditya.
"Sebelum kontrakmu habis, kupastikan kamu sudah mengandung anakku dan tidak akan pernah lepas dariku!" batin Aditya percaya diri.
Aditya tidak akan pernah melepaskan Kiara setelah ia mendapatkannya. Meski apa pun yang terjadi, Aditya akan menahan Kiara tetap disisinya walau harus membuatnya hamil diluar nikah. Mungkin rasa kagumnya selama ini sudah berubah menjadi cinta tanpa di sadari, sampai memiliki niat besar dalam dirinya pada sekretaris di akui begitu cantik dan seksi.
Aditya memiringkan tubuh dan menatap ke arah Kiara yang terlentang menghadap langit-langit, seolah nemikirkan sesuatu. Pandangan Kiara kosong ke atas, di sadarkan Aditya dengan menyentil ujung dadanya hingga terkejut memekik. Kiara menatap kilas Aditya yang sudah menyandarkan kepala pada tangan tertekuk di atas bantal. Cepat Kiara menghindari tatapan itu, dan memunggungi Aditya. Namun malah di peluk dari belakang oleh laki-laki yang tak henti menjamah.
"Kita masih ada pertemuan setelah ini," ucap Kiara mengingatkan jadwal bosnya.
"Kamu bisa mengundurnya jika masih menginginkanku lagi," santai Aditya.
"Mm, bolehkan saya bertanya?" tanya Kiara tanpa berbalik.
"Ya," singkat Aditya.
"Um, benarkah semalam saya yang sudah mengajak Anda untuk melakukannya?" tanya Kiara ragu.
"Apa kamu pikir aku bercanda? bukankah barusan kamu menikmatinya sendiri? kamu sudah merenggut kesucian ku, dan sekarang meragukannya? benar-benar tidak punya perasaan," kata Aditya, menoleh perempuan tengah dinikmati aroma rambutnya.
"A-apa semalam adalah pertama untuk Anda?" tanya Kiara, tampak ragu dan tak percaya.
"Tentu! apa kamu pikir aku lelaki murahan yang akan tidur dengan banyak perempuan? tidakkah kamu lihat aku amatiran tadi? justru kamu yang kelihatan sangat buas," kata Aditya membela diri.
Kiara tersenyum singkat, memiringkan tubuh kembali. Kata-kata Aditya terdengar seperti lelucon baginya, mana mungkin jika itu adalah yang pertama. Selama satu tahun ini, entah sudah berapa kali ia melihat bosnya masuk ke kamar bersama wanita setiap kali usai pertemuan. Belum lagi perempuan-perempuan yang sengaja datang ke kantor, jari tangan dan kaki pun tak akan cukup menghitung walau harus meminjam milik jutaan orang lain di dunia.
"Kamu harus bertanggung jawab padaku, karena sudah menodaiku dengan paksa. Aku akan menuntut hal itu," kata Aditya, menyusupkan wajan pada tengkuk.
"Maksudnya?!" tanya Kiara.
"Aku sudah ternoda, apa kamu akan meninggalkanku seperti sampah? jangan menjadi perempuan pecundang yang sudah merenggut kesucian ku lalu mencampakkan! kamu harus bertanggung jawab padaku!" tegas Aditya, berulang kali mendorong punggung Kiara.
"Apa dia belajar drama sekarang? bukankah itu harusnya dikatakan oleh perempuan? kenapa sekarang berbalik?" tanya Kiara dalam hati berulang.
"Kamu tidak mendengarnya?!" kesal Aditya.
"Saya mendengarkan, lalu apa yang harus saya lakukan?" pasrah Kiara.
"Tinggal di rumahku begitu kita kembali, dan bertanggung jawablah. Atau aku akan memanggil pengacara untuk melaporkanmu atas tindak pelecehan," kata Aditya.
"Ya, Tuhan. Apa dia benar-benar sudah gila sekarang?" batin Kiara.
Aditya terus menuntut sebuah pertanggung jawaban dengan kata-kata yang membuat Kiara seakan ingin terbahak lepas. Lelaki dikenalnya dingin, kejam, padai berkelahi dan menggunakan senjata, ternyata juga begitu lihai memainkan drama sebagai seseorang yang tertindas.
Waktu terus saja berputar tanpa pengertian, janji sudah dibuat tak bisa untuk di batalkan sesuka hati. Bagaimana pun juga, klien itu datang dari Jepang hanya untuk pertemuan penting hari ini. Aditya mandi lebih dulu, karena sekretaris cantiknya diminta untuk memulihkan stamina.
Senyumnya lebar ketika berjalan ke arah kamar mandi, bahkan dengan percaya diri tanpa lagi mengenakan apa-apa. Rencana dalam otaknya sudah tersusun rapih, menggunakan kekuasaan dan uang sebagai ancaman. Aditya tahu walau Kiara sudah dewasa, tapi pikirannya masih sangat polos untuk sebuah hubungan bersama lelaki.
Ia pun memahami bagaimana keuangan dari sekretaris yang memang menuliskan panti asuhan dalam data diri. Hal itu dimanfaatkan sangat baik oleh Aditya, membuat Kiara tidak bisa untuk menolak apa yang diinginkan. Aditya tampak puas, dia mengguyur tubuh dengan air dingin walau merasakan perih pada punggung akan cakaran di terima semalam.
Sementara Kiara, perempuan itu mengenakan kembali kemeja bosnya. Ada yang mengetuk pintu dari luar, segera ia melihat siapa yang datang. Itu adalah sopir kantor, membawakan setelan jas dan juga sepatu mengkilat untuk Aditya. Dia tersenyum paksa, merasa tak enak karena sopir menatapnya aneh.
"Ah pasti sekarang dia sudah berpikir macam-macam," batin Kiara masih dengan senyum paksa.
"Baiklah, Nona. Saya permisi," pamit sang sopir menyadarkan Kiara.
"Ya, terima kasih banyak." Kiara menjawab, lalu menutup pintu dan membawa pakaian meletakkan di atas pada ranjang.
Kiara menatap setelan jas hitam itu, dia terdiam sebentar dan berdiri. Betapa mahal setiap pakaian yang dikenakan oleh bosnya, bahkan kemeja putih yang membalut tubuhnya kini, juga sangat mahal. Aditya memiliki desainer pribadi, dia tak pernah membeli apa pun di toko. Semua pakaiannya tak ada yang memiliki walau harus mencari ke ujung dunia dengan merk yang diciptakan sendiri.
Aditya tak suka jika ada yang menyamai, entah itu merek atau modelnya. Untuk itulah, ia membayar mahal desainer untuk membuatkan pakaian yang hanya ada satu untuk dirinya. Padahal, pakaian yang sudah pernah ia pakai hanya akan berakhir di pembuangan karena tak pernah ingin mengenakan apa pun hingga dua kali.