Chereads / Gadis Hujan / Chapter 13 - petir Andrean (3)

Chapter 13 - petir Andrean (3)

Sekarang dikamar rumah sakit cuma ada aku sama bunda. Soalnya maghrib tadi petir udah pulang. Bunda langsung rebahan disofa kamar rawatku yang vip ini. Yah maklumlah bunda pasti capek banget pulang kerja langsung jagain aku.

Tapi kali ini aku harus bersyukur. Karna bunda gak terlalu merhatiin infusku secara detail. Kalau bunda sadar bisa bahaya, soalnya masih ada sisa-sisa darah yang belum turun diinfusku.

Tiba-tiba aja. Malemnya asam lambungku gak mau diajakin kompromi sama badanku. Dengan seenak jidatnya dia muncul lagi sampai aku gak bisa nahan sakitnya. Alhasil aku cuma bisa nangis sejadi-jadinya buat melampiaskan rasa sakit yang menohok perut bagian kananku. Padahal nyerinya udah jarang kambuh sebegini parahnya setelah aku opname.

Melihat kondisiku yang down gini, bunda jadi kalang kabut. Untung gak nunggu lama langit dateng. Dia langsung bergegas memanggil dokter yang akhirnya meriksa kondisiku.

"Sudah saya katakan tadi, jangan telat makan dan minum obat. Tolong jangan diulangi lagi kalau nona ingin segera sembuh"

Setelah memberikan suntikan diselang infusku dokter meninggalkan kamarku. Tapi sebelum bener bener keluar dokter paruh baya iti sempet bicara sama bunda. Kata-kata dokter itu jelas terdengar oleh gendang telingaku.

"Nona rain boleh saja dibesuk. Tapi jangan sampai mengganggu istirahatnya. Apalagi melakukan aktifitas yang bisa membuatnya drop sewaktu-waktu nyonya."

"Iya dok" jawab bunda sambil melemparkan lirikan padaku.

"Saya permisi dulu" pamit dokter yang sudah sering menanganiku itu.

Haduhh.. bisa berabe ini. Bunda pasti bakalan nanya macam-macam sama aku. Dokter danu kenapa gak mau diem sih.

Tadi jam 3 emang dokter danu dateng buat meriksa keadaanku. Dan saat itu aku belum nyentuh makan siangku.

Aduh duh. Bunda kok makin tajem ya ngeliatin aku. Sumpah aku takut banget kalau bunda marah.

"Kamu telat makan?" Bunda menyelidik.

Kepalaku udah menunduk dan aku cuma diem gak berani jawab pertanyaan bunda.

"Selama bunda gak disini kamu ngapain aja ra?? Dokter danu bisa semarah itu sama kamu. Apa tadi petir gak jagain kamu?"

Bunda masih mojokin aku.

"Bunda pikir petir bisa jagain kamu. Tapi nyatanya dia malah bikin kondisi kamu drop. Tau gini bunda gak minta tolong sama dia"

kata-kata bunda menohok banget. Baru kali ini bunda semarah itu. Mungkin bunda emang terlalu cemas.

"Bun, petir jagain rain kok. Rain aja yang gak mau diatur sama dia"

"Bunda gak suka kamu belain dia. Sekarang yang paling penting itu kesembuhan kamu sayang. Kalau memang anak itu gak bisa jagain kamu. Mending bunda minta langit yang jagain kamu. Bunda yakin kok kalau langit lebih bisa dipercaya buat jagain kamu dari pada anak itu"

"Bun.. dia punya nama bun. Dan jangan bandingin petir sama langit"

Aku merasa gak terima kalau bunda masih nyalahin petir. Karna ini sepenuhnya salahku bukan petir. Dia udah ngelarang aku tapi aku masih bandel.

"Tante. Maaf. Lebih baiknya masalah ini dibahas setelah rain sembuh saja. Karna yang terpenting saat ini kondisi rain sudah stabil kembali" langit mencoba meredam emosi bunda.

"Iya langit"

"Rain. Mulai sekarang kamu harus dengerin bunda. Bunda gak suka kamu terlalu deket sama anak itu"

Anak itu.?? Menyakitkan bukan. Bunda nyebut pacarku dengan sebutan anak itu. Ekspresi bunda nunjukin kalau ia muak dengan nama petir. Sampai-sampai buat nyebut namanya aja bunda gak mau.

Bunda ngelarang aku deket sama cowok yang notabennya pacarku sendiri.

Aku masih ingat jelas. Mulai saat itu aku backstreet sama petir. Pacaran kucing-kucingan jangan sampai ketahuan bunda. Soalnya bunda pernah terus terang nyuruh petir buat jauhin aku. Waktu itu dia nganterin aku pulang. Tapi dia masih diam dan nerima perkataan bunda tanpa punya niat sedikitpun buat mundur dari hubungan kami.

Petir sadar bunda gak suka sama dia. Sering kali dia protes gara gara gak aku bolehin dateng kerumah kalau lagi wekeend. Soalnya bunda sama ayah kan dirumah semua. Aku gak tega aja, liat bunda yang masang wajah sinis tiap kali petir dateng.

Bunda juga langsung diam setiap petir dateng kerumah. Bukan cuma sama petir. Tapi sama aku juga.

Beda banget kalau yang dateng kerumah itu langit. Bunda bakalan nyambut langit dengan baik. Sangat baik malah. Kalau udah lama gak dateng kerumah bunda juga nyariin.

Karna bunda sukanya kalau aku bareng langit. akhirnya tiap pengen jalan berdua sama petir, aku selalu pakai nama langit sebagai alasan. Kalau aku terus terang bilang mau jalan sama petir.

Yakin deh. Bunda pasti gak bakalan kasih ijin.

Maaf ya langit. Dari dulu kamu jadi alibiku ke bunda terus. Salah siapa jadi kesayangan bunda. Kadang aku sampai berfikir yang anaknya bunda itu aku apa langit sih?

Lama lama petir capek juga kalau diajakin kucing kucingan terus sama bunda.

"Aku tau rain. Aku gak cowok yang bisa kamu banggain didepan bunda kamu" protesnya saat kami ketemuan dikafe. Dan lagi-lagi langit yang harus nganterin aku.

"Gak gitu tir. Bunda cuma belum percaya lagi sama kamu"

"Percaya apa? Bunda kamu bener kok. Semua yang aku lakuin emang gak ada yang baik buat kamu"

"Jangan ngomong gitu napa tir"

"Aku capet ra. Masak tiap kali ketemu kita harus sembunyi sembunyi gini. Trus langit yang dijadiin kambing hitam muluk"

"Nanti bunda juga ngerti kok"

"iya terserah" Petir meredam egonya sendiri.

****

Dan setelah tau kami bener-bener putus, mengetahui itu bunda jadi lega. Karna sampai detik ini bunda masih gak suka sama petir meskipun waktu udah mulai merubah kami menjadi manusia yang beranjak dewasa. Tapi bunda tetep aja gak peduli. Dan sikap bunda itu bener-bener buat aku sedih saat ini. Dimana sekarang petir muncul kembali membawa separuh hatiku yang sempet dibawa menghilang selama beberapa tahun.

yah, aku masih berharap banyak tentang hubungan ini.