Sinta merasa bahwa dia memiliki banyak mimpi, tetapi yang paling diingat dengan jelas adalah ketika Kenzi mengatakan kepadanya bahwa dia mempercayainya.
Mimpi kacau berangsur-angsur menjadi jelas, dan kelopak mata yang tebal sepertinya memiliki kekuatan untuk membukanya.
Perlahan membuka matanya, harapan di mata Sinta sedikit suram.
Di ruang bawah tanah yang sepi, tanpa jejak popularitas, orang yang menantikannya masih belum muncul.
Dia tidak percaya padanya.
Sinta menutup matanya lagi, menahan air mata dari matanya.
Begitu pintu terbuka dan tertutup, Sinta tidak lagi ingin melihat siapa yang masuk dan siapa yang akan keluar.
Pria itu berjongkok dan melihat wajahnya yang lebih kurus hanya dalam beberapa hari, dan hatinya penuh dengan perasaan: "Sinta, ini aku."
"Bos?" Sinta memandang Ariel yang belum dicukur di depannya, matanya yang gelap seperti air yang tergenang, "Apa yang ingin kamu tanyakan padaku?"