Guerin adalah seorang pencinta seni, dia begitu menikmati setiap ukiran dari alatnya pahatnya untuk membentuk setiap lekukan pada batu. Dia seorang pemahat jalanan, pria tampan bertubuh tinggi dengan potongan rambut sebahu sangat menyukai keindahan dan sejarah. Biasa Guerin memahat wajah para pelancong yang singgah di lapaknya yang berada di pinggir jalan di kota kelahirannya. Namun hari ini seseorang baru saja memberinya sebuah pekerjaan yang lumayan rumit dan ini untuk yang pertama kalinya dia menerima pesanan patung gargoyle.
Patung Gargoyle adalah patung yang berwujud makhluk berwajah jelek dari batu yang biasa terdapat pada puncak gereja Eropa dari abad pertengahan berasal dari kata Perancis Lama "Gargouille".
Sejak kematian Ibunya, Guerin hanya tinggal bersama dengan Ayahnya. Hubungan mereka sangat baik, meski sudah dewasa Ayah Guerin sangat menyayanginya.
Tumbuh besar di kota terpencil di Strasbourg kota di mana Guerin dilahirkan. Strasbourg adalah salah satu kota tercantik di Perancis.
Usai menamatkan sekolahnya Guerin tertarik pada seni memahat, waktu itu bermula saat acara di sekolah, dia beserta teman-teman dan gurunya mengunjungi Landmark di tengah kota, Guerin melihat beberapa pemahat sedang mengukir beberapa dinding batu yang menyerupai wanita cantik, saat itulah dia mulai tertarik dengan seni ukir tersebut. Dia belajar secara otodidak, bahkan dia pernah kabur dari sekolah dan pergi ke kota hanya untuk melihat para pengukir jalanan yang sedang mengadakan pameran di tengah kota.
Guerin meninggalkan jam kelas ketika melihat selebaran pameran seni pahat yang diadakan di ibu kota. Dan untuk yang kesekian kalinya pameran itu diadakan dia rela meninggalkan rumahnya untuk mengunjungi pameran tersebut.
Ayah Guerin memang tidak melarang apa pun yang di lakukan oleh Guerin, selama itu tidak membahayakan diri anaknya.
Begitu mendengar kabar dari gurunya jika Guerin kabur dari sekolah. Pikiran laki-laki tua itu langsung tertuju ke seni pahat yang sangat di sukai oleh anaknya. Apalagi yang bisa membuat anaknya membolos sekolah jika tidak demi itu. Jika pun ada alasan lain itu jika bukan dirinya, ya karena ibunya.
Sejak kematian ibunya yang masih misterius, Guerin memang hanya fokus pada seni pahat. Dia ingin sekali menjadi seniman pemahat yang terkenal di seluruh dunia.
Guerin menikmati pemandangan di setiap goresan pahat yang di buat oleh peserta pameran.
Tak henti dia mengagumi kemampuan setiap peserta.
Dan terus menyimak hingga dia mempraktekkannya sampai bisa membuat pahatan pertamanya yaitu patung ibunya. Karena patung buatan itu lah orang-orang tertarik minta di buatkan patung wajah mereka. Dan sejak itu dia tak melanjutkan sekolahnya dan memilih membuka usaha dipinggir jalan sebagai pemahat jalanan seperti yang di cita-citakan.
Hingga satu hari ketika dia tengah asyik memahat di tengah keramaian, seorang wanita muda sedang memperhatikan patung ibunya. Dia memandang tanpa berkedip seperti terhipnotis oleh kecantikan patung ibunya.
"Ada yang bisa saya bantu?" sapa Guerin mengagetkan pemilik wajah cantik yang membuat Guerin berbalik terpukau karena itu.
"Hm ... patung ini seperti hidup! Siapa dia?!" tanya Wanita itu.
"Dia perempuan kedua tercantik, yang pernah aku ukir!"
"Oh ya, siapa yang pertama?" tanya wanita itu sembari tersenyum dan tatapannya masih kearah patung itu.
"Wanita itu ada di hadapanku namun belum aku tau apa dia mau aku ukir apa tidak. Aku harus punya keberanian lebih untuk menanyakannya."
Paham yang dimaksud adalah dirinya, wanita itu sumringah, tersenyum malu-malu.
"Kenapa begitu?!"
"Takut, jawabannya penolakan."
Guerin tak hentinya menatap mata wanita muda itu, bola matanya berwarna hijau, kulitnya putih, seputih kapas, bibirnya merah sewarna darah dan aromanya bunga rose. Guerin jatuh hati pada pandangan pertama, pada aroma dan kecantikan wanita yang sama sekali tak dikenal nya ini.
"Oke, aku mau, tapi tidak dipinggir jalan sini, aku mau kau membuatnya di kediaman ku. Karena membuat ini pasti gak sebentar, kan?" ucap wanita itu menawarkan diri untuk di buatkan di kediamannya.
Sejak pertemuan itu, akhirnya mereka bertemu kembali di kediaman Carla.
Wanita itu mengundang Gurlo secara diam-diam. Karena jika tidak akan jadi masalah besar jika nanti keluarga besar Carla mengetahuinya.
Guerin, memulai pekerjaannya, dia sudah membuat bulatan pada batu yang sudah dia siapkan sebelumnya untuk wajah Carla.
Gadis cantik itu, duduk di hadapannya dengan pose manja. Guerin menatap lekat-lekat wajah mempesona milik Carla, nyaris tak berkedip.
"Apa, kamu akan memulainya?" Suara lembut Carla membuyarkan tatapannya.
"Oh I-iya ...."
Guerin, sedikit malu dan melanjutkan membuat wajah Carla.
pelan-pelan dia ukir
Karena kecantikan gadis itu membuat Guerin tidak bisa fokus, dia meminta Carla untuk melanjutkannya keesokan harinya karena dia benar-benar tidak konsentrasi. Entah apa yang ada di pikirannya
Siapa yang bisa menahan diri, di ruangan yang sama dengan gadis cantik, seksi, yang wanginya memenuhi ruangan. Guerin adalah laki-laki normal yang jika saja tidak ada rasa malu dan sungkan yang membatasinya, mungkin dia sudah mencium Carla.
'Ah, jika saja aku adalah kekasihmu.' gumam Guerin dalam hatinya yang segera dia tepis.
'Mimpi aku!!'
"Guerin ..."
"Eh, i-iya."
Wajah Guerin lagi lagi terlihat merah merona, karena kedapatan Carla memperhatikan dirinya.
"Ini, mau di lanjut sekarang apa besok?" tanya si pemilik bibir merah itu.
Belum dijawab, seseorang mengetuk pintu kamar Carla. Terlihat wajah panik pada keduanya, Mereka cepat menyembunyikan peralatan Guerin beserta Guerin nya.
"Nona Carla, ini Bibi!" teriak suara di balik pintu yang ternyata milik Bibi Beth. Asisten rumah tangga keluarga Carla yang sudah ikut mereka sejak lama. Carla suka memanggil dia dengan sebutan 'Bibi' ketimbang Nama.
"Ada apa, bibi Beth?"
"Ini, buah-buah yang nona pesan, Ibu nona meminta Bibi, mengantarkan ke ruangan nona."
Carla segera membuka dan meraih buah yang di sodorkan oleh bibi. Setelah basa basi sebentar Carla kembali menutup pintunya.
Syukurlah, itu, bukan orang tuanya yang biasa langsung masuk ke ruangannya tanpa bisa dia cegah.
"Carla, sebaiknya aku pamit. Aku takut kamu dapat masalah, lagipula kenapa tidak dibuat di kediaman aku saja, jika di jalan tempat biasa aku ngelapak kamu tidak suka."
"Nanti kita bicarakan lagi, nanti sore aku akan ke dermaga. Oke."
Setelah Guerin pamit, mereka saling menatap mata. Tak di sangka, Carla mendaratkan ciuman di pipi Guerin.
Wajah mereka terlihat sama-sama merona. mereka tersenyum bahagia sangat bahagia, terutama Guerin, dia berlalu meninggalkan Carla dengan hati yang tak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.
Carla pun, demikian, dia yang mencium tapi wajahnya yang memerah menahan malu sekaligus bahagia.
Dia, hanya ingin menyampaikan pada Guerin kalau dia menyukai Guerin tidak hanya sekedar menyukai karyanya melainkan juga dirinya.
Wajah bahagia mereka tak hilang meski sudah berjam-jam bahkan berhari-hari. Ciuman di pipi itu seperti pil keajaiban yang membuat mereka jadi candu untuk bertemu lagi dan lagi.