Chereads / Skandal Pil Biru / Chapter 13 - Mengingat (Adult Content)

Chapter 13 - Mengingat (Adult Content)

"Lita, kamu mau mandi kan?"

Tatapan keduanya bertemu, Lita dapat melihat netra Elanda yang berkilat-kilat menatapnya dengan tatapan yang tak bisa Lita deskripsikan.

"Bapak kan nyuruh saya mandi di ruangan Bapak." Ujar Lita balas menatap Elanda, lalu menggigit bibir bawahnya entah untuk apa.

"Kalau gitu, enggak masalah kalau saya buat badan kamu jadi bau nakal kan?" Goda Elanda mulai merapatkan tubuhnya pada Lita.

"Tapi bukannya Bapak bilang enggak suka bau? Saya belum sikat gigi, belum pakai deodoran-"

"Kalau bau nakal, beda Lita. Bau nakal disukai semua pria. Termasuk saya." Tubuh Lita terhentak keras saat Elanda menarik tubuh Lita ke arahnya. Elanda menenggelamkan kepalanya pada Lita, sementara tangan Elanda membelai punggung Lita yang terhalang kemeja chiffon tipisnya.

"P-pak, mmh" Lita melenguh saat tangan Elanda bergerak dengan membentuk pola bulat naik-turun dengan satu jarinya.

"Punggung kamu sensitif ya," bisik Elanda kali ini menggoda bongkahan kenyal dibalik rok Lita, turun membelai ke arah paha dalamnya yang mulai lembab.

"Seharusnya malam tadi saya jelajahi daerah ini juga." Elanda berbisik dengan mata terpejam, menikmati hembusan napas Lita di lehernya, juga pegangan tangan Lita yang mengerat di punggungnya.

"Bagian mana lagi dari kamu yang sensitif, Lita? Saya jadi penasaran."

Lita menjatuhkan kepalanya belakang tatkala kecupan Elanda menjadi jilatan-jilatan yang membuat Lita merinding hebat, rasanya kulit Lita menjadi begitu sensitif hingga Lita dapat merasakan setiap ujung papila lidah Elanda yang kasar di setiap pori-pori kulitnya yang meremang.

"Tapi saya berharap bagian ini yang paling sensitif," Elanda mencium dua bukit yang masih tertutup kemeja tipis putih bergantian, sialannya itu membuat Lita semakin dikuasai badai nafsu. Padahal itu hanya sebuah ciuman. Tapi kenapa tubuhnya bereaksi seperti ini?

Kepalanya terasa berat diterjang gelombang tak kasat mata yang meluluh lantakkan otaknya dengan hasrat, sementara dibawah perutnya terasa hangat juga berdesir, pasti karena lubrikasi. Ah, ia dapat merasakan otot pelvis nya berkontraksi merespon setiap sentuhan rangsangan dari Elanda. Elanda mengangkat wajahnya, menatap sekilas Lita yang merona dalam tatapan sayunya.

"Saya suka lihat wajah nakal kamu, Lita." Elanda membawa tangannya menangkup wajah Lita yang panas. Kembali diraupnya bibir Lita, lidah mereka saling beradu seakan tengah bergulat. Berputar, melilit, atau hanya sekedar saling sentuh menggoda.

Lita balas menangkup wajah Elanda yang juga memanas. Apakah Pak Elanda mematikan pendingin ruangannya? Kenapa begitu terasa panas di sini? Atau panas ini karena kebutuhan biologis diantara keduanya yang mendesak minta segera dipuaskan?

Ciuman kasar dan menuntut itu semakin beringas, membuat Lita dan Elanda saling mendorong, menyusuri ruangan kantor tanpa melepaskan ciuman mereka. Sementara tangan keduanya sibuk berlomba untuk membuka baju masing-masing.

Elanda menggeram tertahan saat Lita tanpa sengaja menyenggol benda kebanggan diantara dua kakinya yang mengeras. Lita tersenyum nakal lalu menggoda dengan menyentuh dari bawah ke atas membuat Elanda mengeluarkan lenguhan panjang. Lihat, siapa yang hampir gila di sini?

"Lita, kamu nakal ya?" Elanda memamerkan deretan gigi putihnya sekilas. Detik ini Lita lebih menggoda dari pada malam tadi.

Pergulatan lidah mereka terhenti sejenak, untuk mengisi kebutuhan oksigen yang menipis. Detik selanjutnya Elanda kembali menciumi leher hingga dada Lita.

"Kalau gitu, kenapa Bapak enggak balas lebih nakal juga? Saya mau lihat sosok asli Bapak."

Lita melenguh keras saat Elanda meremas satu bukit kenyalnya tiba-tiba lalu menggoda bukit itu dibalik kemeja dan bra Lita dengan memutar, memilin ujung bukit yang mulai mengeras.

Desisan terdengar dari bibir Lita. Lita berusaha menahan desahannya dengan menggigit bibirnya. Ah bagian itu, ya, ia ingin meminta Elanda untuk memberi sentuhan lebih banyak di sana, ia ingin Elanda menjadikannya bola-bola permen yang dihisap kuat. Lita ingin merasakannya.

"Want more, Lita?"

"Please,"

"Iam gonna break your back if we go more than this."

"Break me, Please."

Lita meringis saat tubuhnya terdorong dan menabrak kursi kerja Elanda. Elanda yang masih berdiri melepaskan lalu mencabut dasinya dengan sekali tarikan.

"As you wish." Elanda merendahkan tubuhnya kembali menyergap Lita dengan ciuman seraya menarik turun kemeja Lita menampilkan sebuah bra ungu yang sama dengan semalam. Elanda mengecup benda itu, lalu menariknya ke atas dengan giginya membuat Lita mengerang karena menyentuh ujung bukitnya.

Semalam, Pak Elanda tidak melakukan ini. Mereka terlalu terburu-buru menuju inti karena pil biru sialan itu, Lita bahkan hampir lupa dengan setiap detail dari kejadiam semalam selain hentakan-hentakan kuat Elanda yang memberi gesekan panas di area bawahnya.

"Saya akan buat kamu mengingat malam tadi, Lita. Malam saat pertama kalinya saya melihat wajah kamu yang begitu cantik, saat kamu keluar sambil menyebut nama saya."

Lita terkesiap saat merasakan benda hangat nan basah mengulum ujung bukitnya, itu adalah bibir Elanda. Punggungnya menggeliat tatkala benda basah itu berputar, menggoda dengan pola naik turun.

"Not there, oh God, I can't ..." Lita maracau saat merasakan tubuhnya menggeliat aneh. Ada sesuatu yang akan datang di dalam tubuhnya, cepat hingga membuat Lita merasa pusing takut tak bisa menahannya. Bahkan kakinya bergetar kehilangan tenaga.

"Jangan di tahan Lita, saya mau mendengarnya."

"T-tapi Pak kita di kantor-"

"Kamu lupa saya sudah bilang kalau ruangan ini kedap suara? Atau kamu suka nyiksa diri kamu sendiri?"

"Mmh, Pak... More please."

"Say it, louder."

"Lagi, Pak, harder Please," Tanpa sadar tangan Lita bergerak menuju rambut Elanda, mengacak lalu mendorong agar mengulumnya lebih dalam.

"How bout this?"

Lita terbeliak dan hampir menjepit tubuh Elanda saat ia merasakan sebuah tangan jahil bermain di bagian bawah tubuh Lita yang panas, namun lembab membuatnya geli namun juga nikmat.

"P-pak, urgh...."

Mendengar Erangan Lita yang menjadi, Elanda semakin bersemangat untuk membelai dan menggoda area sensitif Lita. Semula ia memainkan satu jarinya, menelusup di celahnya merasakan suhu panas yang melahap hampir seluruh jarinya.

Elanda mengumpat merasakan otot perut Lita yang menjepit tangannya kuat, bagian bawah tubuhnya sudah terasa sesak dan berat. Ia ingin merasakan miliknya berada di dalam tubuh Lita dengan kesadaran sepenuhnya, segera.

Akan bagaimana saat miliknya memasuki dan bersatu dengan tubuh Lita?

Jujur saja, karena obat kuat itu Elanda tidak bisa merasakan tubuh Lita sepenuhnya. Obat itu membuat miliknya terasa sedikit kaku, meskipun ia berhasil mendapatkan puncaknya, tetap saja ia tidak terlalu bisa mengingatnya.

"This amazing, Lita." Bisik Elanda lalu membawa kepalanya lebih rendah hingga berada di depan pusat sensitif tubuh Lita. Elanda menarik lalu menatap jarinya yang dipenuhi cairan tubuh Lita, bergantian menatap sumber cairan itu berasal.

"B-bapak jangan liatin itu." Ujar Lita malu-malu hendak kembali merapatkan kakinya. Namun Elanda malah terkekeh lalu menggelengkan kepalanya dengan senyum yang begitu manis.

"Justru ini bagian dari tubuh kamu yang membuat saya penasaran." Ujar Elanda lalu tanpa meminta izin Lita, Elanda memajukan kepalanya dengan Lidah yang hendak terjulur

"Kita baru mulai permainannya, Lita."