Elanda menghela napas berat. Ia kembali membawa tatapannya melirik perut Lita yang masih datar dan tertutup di balik piyama. Tentu saja masih datar, justru akan menakutkan jika tiba-tiba perut langsung membesar seperti balon yang sedang di pompa saat pertama kali diketahui bahwa ia hamil?
Elanda terdiam sejenak, tersadar karena ucapan Lita bahwa ia sudah terlalu egois. Pada akhirnya ia hanya bisa memejamkan netranya, karena apa yang dikatakan Lita memang ada benarnya. Mungkin Lita memang menginginkan bayi itu untuk menemaninya hidup, itu adalah haknya. Lantas kenapa ia menjadi orang pertama yang amat sangat menentangnya?
"Kamu bisa mutusin buat pertahanin atau gugurin nanti setelah kita lihat USG nya. Sekarang kamu siap-siap, sehabis makanan sampai, kita sarapan terus pergi ke poli kandungan buat cek—"
Bruuk