"Akhirnya nelepon juga. Jadi kapan kalian nikah? Selesai rundingannya?" celetuk sang nenek tepat saat wanita yang tak muda itu mengangkat panggilan itu.
Elanda terlihat diam dengan raut wajah kecut. "Kita belum bahas lagi, Oma." Ungkap Elanda dengan suara tidak enak. Suara decakan terdengar diiringi tarikan napas samar.
"Terus, kenapa telepon Oma? Padahal Oma ngarepin jawaban bagus hari ini." Ungkap sang nenek yang membuat Elanda juga menarik napas berat.
"itu enggak penting sekarang, oma—"
"Kata siapa enggak penting?! Itu anak kamu, lho Eland. Kamu mau biarin status anak kamu enggak jelas kayak gitu? Oma kan udah bilang kalau semakin hari perut Lita akan semakin besar. Kamu mau tega biarin Lita ngidam, morning sickness sendirian?" bentak sang nenek yang membuat Elanda lagi-lagi tidak bisa berkata-kata.
"Eland minta maaf. Tapi keadaan Kita sekarang lebih penting."
"Lita kenapa?! Oma udah suruh jangan biarin dia kerja—"