Chereads / Skandal Pil Biru / Chapter 1 - Bos Ketat Macam Legging Emak-emak

Skandal Pil Biru

Shiraa_Sue3
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 336k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bos Ketat Macam Legging Emak-emak

"Udah beres Lit?"

Lita Arsyila, karyawan dua puluh lima tahun itu mengintip lalu mengangguk dari balik sekat mejanya tatkala mendengar suara Tantri, rekan kerja di sampingnya bertanya.

"Masih jam setengah empat lho," Tantri melirik arlojinya.

"Sengaja Mbak, soalnya hari ini ada acara."

"Acara?" tanya Tantri penasaran.

"Harry mau ngomongin soal nikah ke Mama." ujar Lita tersipu.

"Si Harry yang orang IT itu mau ngelamar? Wah congrats ya!" Tantri menghambur memeluk Lita yang balas memeluknya hangat. Mbak Tantri adalah salah satu senior yang membuat Lita betah bekerja di sini bertahun-tahun, meskipun perusahaan ini terkenal memiliki bos yang galak dan super ketat macam celana legging emak-emak.

"Besok kita dinner buat rayain ya!" usul Tantri, dijawab Lita dengan anggukan.

"Sip! Aku pergi dulu bentar ya Mbak, nanti ke sini lagi kok buat finger print. Mumpung Pak Elanda juga lagi enggak ada hehe." ujar Lita seraya merapikan barang-barang di mejanya lalu melirik ruangan pak Elanda. Bos muda ganteng tapi galak, yang menjabat sebagai CEO di perusahaan rintisan tempatnya bekerja ini.

"Mumpung enggak ada saya ya? Emangnya kenapa kalau pas ada saya?"

Lita tercekat, mematung di tempatnya berdiri saat mendengar suara dan melihat sosok yang dibicarakannya muncul tiba-tiba di hadapannya. Sejak kapan Sang Bos di sana?

"E-eh Pak Elanda" sapa Lita gelagapan seraya berdoa semoga saja Bos nya itu tidak mendengar apa yang tadi ia katakan.

"Proposal nya udah beres?" tanya sang bos diangguki Lita, lalu menyodorkan berkas proposal yang sudah ia print tadi.

"Kamu belum jawab. Memangnya kenapa kalau ada saya?" tanya Elanda membaca lembaran proposal.

"Itu, em soalnya Bapak suka keliling memantau kinerja anak buah Bapak, kan-"

"Terus kamu takut?" Sambar Elanda yang membuat telinga Lita serasa mendengar geledek di siang bolong.

"I-iya Pak saya takut, eh grogi, Pak." cicit Lita.

"Takut apa? Kamu habis ngelakuin dosa?" sarkas Elanda.

"B-bukan gitu Pak. S-saya takut enggak bisa selesaikan tugas karena terpesona sama kegantengan Bapak gitu. M-makannya kalau Bapak enggak ada saya bisa selesaikan pekerjaan saya dengan cepat, Pak." Lita merutuk sementara Sang Bos mengerutkan alisnya, Gusti ... alasan macam apa itu?

Pada saat bersamaan, terdengar pekik suara tawa tertahan dari para karyawan yang duduk sederetan tak jauh dari Lita. Mereka pasti mendengar celoteh konyol Lita dan sekarang sedang menertawakannya. Ahh, beberapa bulan ke depan Lita harus menyiapkan mentalnya untuk menjadi bahan ledekan di kantor. Ia hanya berdoa semoga ia bisa kuat menjadi bahan bulan-bulanan warga divisinya.

"Kamu ngelawak?" tanya Elanda seketika membuat wajah Lita kecut.

"Dari pada ngelawak enggak lucu, coba kamu cek. Ini kamu yakin udah siap dikirim ke investor?" Elanda melirik tajam Lita di balik proposal, membuat tubuh Lita kaku karena takut. Ini pertanda buruk.

"S-saya sudah menyesuaikan dengan draft yang bapak berikan."

"Kamu tahu penyebab negara kita terus jadi negara berkembang?" tanya Elanda membuat Lita bingung karena tiba-tiba berganti topik pembicaraan.

"Tertinggalnya pendidikan, banyak koruptor, rendahnya minat literasi-" jawab Lita berpikir keras mencari jawaban yang setidaknya bisa membuat imejnya meningkat.

"Nah kamu salah satunya," tandas Elanda masih dengan netra fokus pada proposal.

"Salah satu?" ulang Lita bingung.

"Bibit koruptor. Jam kerja saja dikorup, apalagi yang lain?" Elanda menatap Lita rendah.

"Saya mohon maaf, saya akan mengerjakan hal lain." Lita membuka kembali laptopnya, ternyata Bos nya mendengar ucapan Lita tadi.

"Lho, emangnya saya bolehin kamu ngerjain yang lain?" Elanda kembali bertanya, "Proposal ini, sampah. Ejaan salah, banyak typo, yang paling parah, ini kamu memang benar-benar mau jadi koruptor? Dana perusahaan dilebihi. Kamu membuat perusahaan saya seperti pengemis." Elanda melempar proposal itu di atas meja Lita sementara Lita tidak bisa berkata-kata.

"Buat ulang proposal itu. Saya tunggu malam ini. Tapi saya enggak mau di atas meja saya, ada sampah lagi." Elanda pergi meninggalkan meja kerja Lita yang terdiam dengan mata panas menahan tangis.

"Lit, you okay?" tanya Tantri khawatir. Lita mengangguk, ia tahu Elanda memang bos yang galak. Tapi kali ini si galak itu sudah berlebihan, ia tidak seharusnya mengatai proposal Lita sebagai sampah di depan banyak karyawan bukan?

"Dasar Pak Bos kejam, mesti piknik tuh orang! biar enggak darah tinggi mulu. Untung ganteng, kalau enggak pengen tak ihh!" gerutu Lita mengusap sebulir air mata di pipinya, tangannya mengepal di atas meja dengan serapah, lalu kembali membuka laptopnya dengan perasaan tak karuan.

Lita memicingkan netranya menyusuri paragraf demi paragraf berusaha mencari letak kesalahan proposal nya. Ia yakin sebelum mencetak file itu ia mengecek dengan typo checker, ia juga mengecek ulang ejaannya. Ia memang menemukan kesalahan dipencantuman nominal angka yang di ajukan untuk investor. Tapi selain itu, tak ada lagi.

Lita merogoh sakunya mengambil telepon genggam, sudah beberapa jam dari saat Elanda memarahinya. Ia harus mengabari Harry bahwa ia akan terlambat atau malah tidak sempat dengan acara pertunangannya karena proposal ini.

"Yang, kamu duluan aja. Kamu udah deket juga sama Mama, enggak bakal canggung kan? Aku disuruh ngerjain ulang proposal sama yang Mulia Legging Ketat. Bali Cuisine yaa, love u."

Lita nyaris meloncat dari tempatnya saat ia mendengar suara nyaring seseorang membaca pesan yang tengah ia ketik, tepat di belakangnya.

Karena terkejut, kepala Lita malah menyundul dagu orang itu. Kacaunya, lagi-lagi orang itu adalah si Pak Bos galak.

"Ya ampun Pak! Maaf Pak saya kaget!"dengan panik Lita mengusap dan meniup dagu sang Bos dan saat Lita menyadari bahwa itu tidak sopan, ia menarik segera tangannya dengan canggung, "M-maaf, Pak. Saya enggak sengaja."

"Udah beres proposalnya sampe bisa maen hape?" tanya Elanda, menyeret mouse laptop memeriksa pekerjaan Lita, Lita menunduk resah karena ia baru mengerjakan setengahnya.

"Maaf Pak, belum ...."

"Seperti yang saya duga." Elanda mendesah berat, "Ya sudah kamu kirim file sebelumnya aja. Yang ini juga proposalnya ternyata malah makin kacau."

"Baik Pak. Sekali lagi, saya minta maaf."

"Kamu hitung enggak berapa kali kamu minta maaf? Saya sampe pegal dengernya."

Lita kembali mengatupkan bibirnya. Elanda Bagaskara adalah definisi dari lidah tajam, setajam silet. Sekedar informasi, bukan hanya Lita yang pernah mendapat semprotan seperti ini.

"Kamu ada acara?" Tanya Elanda masih mengotak-atik laptop Lita.

"Iya, Pak."

"Terus, kenapa kamu enggak izin aja? dari pada kerja ngebut, jadi enggak karuan kaya gini."

"S-saya enggak mau cuti saya kepotong Pak," jawab Lita jujur.

"Buat cuti menikah?" tebak Elanda, diangguki Lita malu, "Bucin ternyata, pantes bodoh." Ujar Elanda saat melihat foto romantis Lita dan Harry yang dijadikan display laptop Lita.

Mendengar itu, seketika Lita naik pitam. Seharian ini ia sudah berusaha menahan diri agar bisa menelan ucapan dan tingkat ketidaksopanan Bosnya ini. Tapi kali ini sudah keterlaluan!

"Maaf ya Pak, saya mau mengkritik Bapak. Bapak sudah keterlaluan! Pertama, Bapak mengkritik proposal saya dengan kata kasar yaitu sampah, bukannya saya tidak menerima kritik Pak, tapi kritik itu harus di lakukan dengan BNBR. Bapak yang kuliah di luar negeri pasti tahu kan itu singkatan apa? Be Nice, Be Respectful. Kedua, Bapak secara tidak sopan membaca pesan saya. Hape itu privasi Pak, enggak boleh Bapak mengintip apalagi membaca dengan lantang pesan orang. Ketiga, Bapak ngatain saya bodoh karena saya bucin? Bapak bisa bayangin enggak? bagaimana perasaan orang tua saya mendengar anaknya disebut bodoh, sementara mereka aja enggak pernah lho Pak ngatain saya seperti itu!" Lita menggerutu dalam satu napas panjang.

"Begitu? Ya sudah, saya minta maaf." jawab Elanda namun tak terlihat tulus di mata Lita.

Lita berdecih dalam hati, masa bodohlah. Ia akan segera resign dari perusahaan ini saat usaha restoran Harry dan ibunya sudah sukses.

"Kamu nangis sambil ngerjain proposal?" tanya Elanda melihat kantung mata yang membengkak di bawah mata Lita. Lita menutupi wajahnya malu, ia tadi memang menangis karena kritikan Elanda ditambah acara pertunangannya yang hari ini terancam batal karena harus lembur.

"Menurut Bapak?" ketus Lita.

"Pantes proposal nya makin kacau. Ya sudah, ayo saya antar ke acara kamu. Saya salonin juga sekalian, mau?" tawar Elanda yang membuat Lita kembali kesal. Ini orang benar merasa bersalah tidak sih? Masih saja bahas proposal kacau.

"Enggak usah!" tolak Lita hendak menarik tas laptopnya yang sudah di rapikan Elanda.

"Yakin? Mata kamu sudah mau meledak itu, jelek keliatannya." mereka bertukar pandang sejenak, "Gratis kok, saya yang bayar."

Lita menarik cermin kecil di sakunya dan ia mengakui bahwa penampilannya kacau sekali.

"Gratis Pak?" ulang Lita memastikan.

"Iya. Saya tadi enggak sopan kan, sampai kamu nangis? Anggap ini permintaan maaf saya." Ujar Elanda tulus.

"Ya udah, oke deh Pak. Em Bapak bicaranya biasanya aja bisa? Saya jadi enggak enak." Pinta Lita membuat Elanda terdiam sejenak. Lita tidak memungkiri berkat tawaran salon itu kekesalan Lita melunak.

"Ashiap!" Seru Elanda tiba-tiba yang membuat Lita shock.

"Bapak fansnya petir nyambar?!"