Jam menunjukkan pukul sembilan malam, tapi Galih masih belum enggan untuk pergi dari cafe tersebut.
Kata-kata ibu Kaira masih terngiang-ngiang di telinga nya hingga membuatnya menjadi bimbang tersendiri untuk mengatakan hal ini kepada Kaira atau tidak.
Tapi ia juga tak bisa hanya diam, bagaimanapun ia dibesarkan oleh almarhum ayah Kaira.
Sejak tadi ia terus saja mengetik pesan namun kemudian ia hapus. Begitu terus yang ia lakukan hingga saat ini.
Pikirannya benar-benar buntu. Jiwa manusiawi nya begitu tak tega mendengar rintihan wanita yang pernah ia sebut ibu itu.
Sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba dari arah pintu masuk terlihat Feby yang baru saja masuk bersama dengan seorang anak kecil.
Mata Feby melirik ke arah Galih yang duduk sendiri dengan tatapan kosong menatap layar ponsel.
Beberapa kali ia coba untuk mengingat sosok yang sedang berada di pojokan itu. Ia seperti pernah melihatnya tapi dimana?
