Napas Caca saat ini tidak beraturan, bagaimana tidak dirinya membayangkan akan berbagi tempat tidur dengan sang suami benar benar membuat Caca tidak tahu harus berbuat seperti apa.
Caca menarik napasnya panjang panjang, demi menetralkan detak jatuknya yang benar benar rasanya akan copot.
Tok
Tok
Tok
Suara ketukan pintu dari luar membuat jantung Caca semakin berdetak sangat kuat.
"Kamu ngapain? Keluar Mama minta kita turun," ucap Bian.
"Iya," jawabnya singkat.
Setelah itu pintu kamar mandi terbuka dengan lebar, Caca keluar dari dalam sana. Dengan setelan pakaian rumahan yang begitu indah, bahkan sampai sampai Bian tidak berkedip sedikit pun saat melihat hal itu.
"H-hem, pak ayo," ajak Carissa.
Bian terkejut, lalu menetralkan detak jantungnya. Memcoba untuk bersikap biasa-biasa saja, bohong kalau Bian tidak bisa merasakan sesuatu. Dia laki-laki normal yang akan tergiur dengan bentuk tubuh, Carissa yang begitu indah.
"Ayo."
Keduanya berjalan keluar dari dalam kamar, dilantai bawa sudah ada Mama Ratih, Siska dan seorang pria yang seumuran dengan Bara. Carissa baru pertama kali melihat pria itu, tangan Bian segera meraih lengan Carissa hal itu membuat Carissa menatap ke arah Bara. Ada rasa canggung yang terjadi membuat, tubuh Carissa menengang.
"Biarkan seperti ini, supaya Mama bisa senang," bisik Bian. Carissa menganggukkan kepalanya dan tersenyum.
Keduanya pun duduk di sana, senyum Mama Ratih tidak pernah luntur di wajahnya. Wanita paruh baya itu, selalu tersenyum terus ke arah menantunya itu.
"Kamu cantik sekali Nak. Ayo kita makan, biar kamu bisa istirahat. Pasti capek kan," ucap Mama Ratih.
Carissa hanya membalas dengan senyuman, wanita itu tidak tahu harus mengatakan apa yang ada di kepalanya saat ini adalah bagaimana dia harus bersikap selanjutnya.
***
"Mau pakai apa Mas?" tanya Carissa. Bian terdiam hal seperti ini, menjadi hal baru untuknya, bagaimana tidak Della. Istri yang begitu dirinya cintai, tidak pernah melakukan hal seperti ini. Bahkan Della selalu bersikap cuek, mendapatkan perhatian dari Carissa membuat ada getaran berbeda di hati Bian.
"Melamun aja Mas. Itu istrinya nanya," ledek Siska.
"Kamu bilang apa tadi?" tanya Bian kembali. Carissa tersenyum canggung, lalu mengatakan kembali maksudnya. Bian pun segera menjawab pertanyaan yang dilemparkan oleh Carissa. Wanita itu dengan begitu perhatian melayani sang suami.
Semuanya makan dengan hening, hanya sesekali Mama Ratih bertanya dengan Bian dan pria yang ternyata adalah sepupu dari Bian yang bernama Aidan, pria yang sedikit lebih tinggi dari Bian. Namun, kalau soal paras, tidak ada tandingannya.
"Selamat untuk pernikahan kalian," ucapnya. Bian hanya menganggukkan kepalanya, sedangkan Carissa tersenyum dan berkata. "Terima kasih banyak Mas," jawabnya.
Perhatian demi perhatian yang diberikan oleh Mama Ratih, membuat Carissa terharu. Bagaimana tidak, dirinya sudah sejak lama tidak pernah merasakan bagaimana kasih sayang yang diberikan oleh seorang ibu. Dan akhirnya Carissa mendapatkan dari mertuanya, wanita yang begitu menyayanginya seperti anaknya sendiri.
Bian dan Aidan sudah berada di ruang tamu, sedangkan Carissa bersama dengan Siska sedang mencuci piring. Meskipun adik iparnya itu, sudah menolak dibantuin namun, tetap saja Carissa membantunya. Dirinya tidak enak jika hanya duduk dan tidak berkerja padahal dirinya hanya tamu di rumah ini.
"Mbak Caca emang beda. Mas Bian beruntung bisa menikah dengan mbak yang begitu baik," ucap Siska di cela cela kegiatan mereka.
"Aku mah biasa biasa aja loh, gak ada istimewa seperti apa yang kamu bilang."
"Gak Mbak!! Mbak itu terbaik, soalnya dulu boro-boro si nenek lampir masuk dapur. Makan aja lebih sering, di dalam kamar alasanya banyak banget. Makanya tadi pas Mbak di kamar, Mama bilang suruh antar makanan ke dalam kamar aja. Soalnya Mama kira, mbak sama dengan itu nenek lampir," jelas Siska.
Gadis itu terus bercerita banyak hal. Membuat Carissa lebih banyak diam dan mendengarkan setiap kata yang di ucapkan oleh Siska. Carissa tidak tahu harus berkata apa yang jelas dirinya sedikit tahu kenapa keluarga ini tidak suka dengan Della. Banyak sikap Della yang berubah, dulu saat di panti asuhan yang sama, Della anak yang rajin.
Bahkan dirinya yang sedikit malas, tapi mungkin keadaan yang membuat Della berubah.
"Mbak pokoknya harus bertahan ya. Aku akan selalu ada di samping Mbak, mau gimana pun itu nenek lampir pokoknya Mbak Caca yang akan selalu jadi kakak ipar kau," ucap Siska.
Carissa hanya tersenyum, tidak tahu harus berkomentar seperti apa. Carissa pun menghampiri sang mertua yang sejak tadi duduk dimeja makan, sembari memotong beberapa buah buahan.
Satu hal yang baru diketahui oleh Carissa, bahwa keluarga ini sangat suka dengan buah. Setiap selesai makan, maka Mama Ratih akan mengupas buah.
"Biar Carissa aja Ma," ucapnya.
Mama Ratih tersenyum lalu berkata. "Gak perlu, ini sudah selesai. Kamu pasti lelah kan. Udah sana masuk kamar istirahat. Nanti Bian biar Mama suruh masuk, mereka kalau udah bertemu pasti lama ngobrolny. Bisa bisa nanti kamu nunggunya lama," ucap Mama Ratih.
Carissa ingin menjawab ucapan yang dilontarkan oleh sang ibu mertua namun, batal karena dirinya sudah diminta untuk masuk ke dalam kamar.
"Semoga Mama bisa segera dapat cucu," ujarnya. Carissa terdiam, apakah waktunya sudah tiba, setika dirinya terdiam entah kenapa Carissa sedikit takut membayangkan bahwa dirinya di sini hanya bertugas untuk melahirkan seorang anak.
Rasa takut, kecewa semuanya menjadi satu. Membuat Carissa melangkahkan kakinya dengan tidak bersemangat. Di dalam kamar, Carissa melakukan semua ritualnya, mencuci muka memakai skincare dan lainnya.
Ceklek
Pintu kamar terbuka, jantung Carissa berdetak dengan sangat kuat membut dirinya menahan napas, diliriknya Bian berjalan ke arah kamar mandi. Segera Carissa menyelesaikan semua urusannya, dan beranjak dari tempat tersebut. Namun, baru saja Carissa akan beranjak pintu kamar mandi terbuka.
Wanita itu mengurungkan niatnya untuk pergi, dan kembali berpura-pura sedang membersihkan wajah.
"Kamu masih lama?" tanya Bian.
Carissa hanya menganggukkan kepalanya, dirinya takut dengan apa yang akan terjadi nanti. "Jantung gue kenapa rasanya mau copot," ucap Carissa dalam hatinya.
***
Sepuluh menit berlalu, Carissa akhirnya beranjak dari tempat tersebut, menuju ke atas kasurnya. Dilihatnya sang suami sudah tertidur, dengan tubuh bagian atas terbuka. Satu hal lagi, yang diketahui oleh Carissa, bahwa suaminya itu lebih nyaman tertidur seperti saat ini.
Baru saja, Carissa menutup matanya. Sebuah tangan kekar memeluknya dari belakang, hal tersebut mampu membuat Carissa terdiam napasnya tertahan.
Bibir Bian sudah mengecup setiap bagian bahu sang istri, hal itu semakin membuat Carissa tidak bisa bergerak lagi. Kecupan demi kecupan yang diberikan oleh Bian di bahunya semakin, membuat Carissa terdiam.
"I want you," bisik Bian ditelinga Carissa.
###
Yuhuuuu, aku datang lagi. Asyik. Selamat membaca love you guys, sehat selalu buat kalian.