Makanan mereka tiba dalam suasana tegang dari pernyataan yang meledak-ledak itu. Robert enggan bergerak melepaskan pegangannya supaya pelayan bisa menempatkan makanan di depan mereka. Gerakannya kasar sambil terus mengawasi Renee. Renee melihat lubang hidungnya melebar dan tatapan seksual yang mengancam di matanya dan tahu dia dalam kesulitan.
Renee harus berhati-hati tentang berapa banyak anggur yang akan ia minum. Dia mengangkat matanya dan meminta pelayan untuk segelas air. Dia melihat kembali ke Robert dan menarik napas dalam. Mereka saling mengamati dalam tatapan permusuhan dan diam sampai pelayan pergi.
Robert melihat emosi di mata Renee yang tidak bisa dia sembunyikan. Dia panik, tubuhnya gemetar. Itu hanya menambah daya tariknya. Kecantikannya mengelilingi Robert, menggoda inderanya. Matanya lebar, wajahnya berwarna gading pucat, kecuali bibirnya, yang merah muda dalam dan gelap. Dia cantik.
Dan Robert menginginkannya.
Penantian sudah berakhir.
Kata-kata Robert singkat, memerintah. "Makanlah makananmu."
*****
Setelah makan malam, Renee mendapati dirinya digiring dengan efisien ke dalam mobil, melengkung masuk dan berkendara menyusuri jalan tol dalam kecepatan sebelum dia bahkan menyadari ke arah mana mereka pergi. Kupu-kupu di perutnya bergejolak.
"Kita mau kemana?"
Stress dalam suaranya menghantui. Robert meraih dan menjalin tangannya dengan tangan Renee. Dia meremasnya sedikit dan terus mengemudi.
"R-Robert, aku ingin pulang sekarang, please." Suara Renee bergetar.
"Semuanya bersenang-senang. Kita hanya jalan-jalan. Ini malam yang indah. Lihatlah bulan di luar jendela." Suaranya halus, menenangkan, dan menggoda.
Renee terdiam dan perjalanan berlanjut. Dia ingin Robert membawanya pulang, tapi ia tahu bahwa itu tidak akan terjadi kecuali dia melepaskan teriakan dan ledakan amarah. Dia tidak ingin melakukan itu. Itu terlalu memalukan untuk dipikirkan. Dan ada alasan lain dia tidak melakukannya. Renee benar-benar ingin bersamanya. Dia benar-benar tidak memiliki kemauan atau keinginan untuk melawannya lagi. Dia berjuang melawan dirinya sendiri lebih dari melawan Robert.
Beberapa menit kemudian, ia masuk ke sebuah gerbang, sebuah pemukiman yang terjaga keamanannya di pinggiran kota dan merayap menurunkan kecepatan mobilnya. Dia menekan tombol di dasbor dan pintu garasi rumah batu bata yang besar mulai terbuka.
Syaraf Renee langsung menegang. "Robert-"
Robert memotongnya.
"Tidak ada yang akan terjadi jika kau tidak menginginkannya." katanya sambil melirik ke arah Renee. "Atau itukah yang kau takutkan? Takut kau menginginkan hal itu terjadi?" Dia berbalik berfokus memasukkan mobil ke garasi.
Renee tidak menjawab. Mesin dimatikan dan dia menunggu Robert untuk membukakan pintu. Dia mengantar Renee masuk ke rumahnya melalui pintu belakang dan Renee menemukan dirinya berada di dapur besar yang bersih. Dekorasinya bergaya Tuscan, dengan banyak besi tempa hitam dan lantai berbatu dan backsplash (fungsinya melindungi dapur dari cipratan dan noda serta memperindah tampilan dapur). Warna bersahaja dan cerah dalam biru gelap dan hijau mendominasi skema warnanya. Indah, dan setiap wanita yang suka memasak akan senang dengan ruangan itu. Tidak terkecuali Renee, tapi tidak punya waktu untuk mengamatinya saat tangan Robert mendarat di punggungnya dan membimbingnya menuju ruang tamu. Robert menyalakan saklar lampu, yang menciptakan cahaya yang lembut, tenang. Tangannya turun dari punggung Renee dan melilitkan jemari Renee saat Robert menghadap ke wajahnya dan mulai berjalan mundur, menarik Renee ke arah sofa sementara matanya menatap mata Renee.
Renee merasakan semuanya sampai ke jari-jari kakinya. Dia tidak punya kekuatan untuk mencoba menghentikan Robert, dan membuat keputusan sadar untuk mengikuti langkahnya.
"Apa kau tahu berapa hari, Renee?" Suaranya rendah dan serak saat ia duduk di sofa dan menarik Renee duduk di sampingnya.
"B-berapa hari, a-apanya?" Renee mencoba untuk mengontrol gemetarnya, tapi benar-benar sadar akan fakta bahwa dia tidak pernah menginginkan pria lain dalam hidupnya sebanyak dia menginginkan yang satu ini.
"Berapa hari aku menginginkanmu. Berapa hari kau telah membuatku gila." Tangannya menyusupi rambut Renee dan mengangkat wajahnya. "Sudah lima puluh tiga hari. Aku menyerah, Sayang. Aku menyerah." Mulutnya turun ke bibirnya, bibirnya kuat dan membelai.
Perasaan nikmat dari keinginan yang tak tertahankan menguasainya, dan Renee secara paksa menutup pikirannya atas apa pun yang akan mengambil perasaan itu pergi. Ini adalah semua yang akan dia pikirkan sekarang. Renee tahu benar sudah lima puluh tiga hari sejak mereka bertemu, dan kesadaran bahwa Robert juga tahu, untuk alasan apa pun, hanya memperparah emosi yang meluncur dalam dirinya. Renee telah berada di tebing curam selama itu, dan akan membiarkannya pergi. Robert ingin kontrol, Renee ingin dia untuk mengambilnya.
Mulutnya terbuka lebih penuh di bawah mulut Robert. Robert mengangkat dagu dan meneguknya, mengambil ciuman mendalam yang menyiksa mereka berdua. Sikap menciumnya itu memabukkan, meninggalkan Renee bagai di ujung sebuah pisau. Robert akan menciumnya lembut, berbisik lirih menyentuh daging, kemudian menenggelamkan lidahnya masuk dan melahapnya seperti dia membutuhkan mulut Renee untuk bertahan hidup. Dan kemudian mulai lagi. Jari-jarinya menyebar di seluruh rambut Renee, ia memeluknya menawannya dalam pelukan sementara bibirnya menyentuh bibir Renee ringan, lembut, napas mereka yang keras dan sulit.
Menatap melalui kabut gairahnya, Renee memahami bahwa Robert berusaha untuk perlahan, berusaha untuk mempertahankan kontrol. Gambaran provokatif Robert Thibodeaux yang di luar kendali menari di benaknya. Gambaran itu dengan tegas membuatnya kecanduan. Renee ingin itu suatu hari nanti. Tidak pernah terlintas dalam benaknya untuk menjadi takut bahwa Robert akan menyakitinya. Dia terlalu patuh menuruti perintah tubuhnya sendiri untuk itu.
Renee terbangun dari lamunannya sendiri ketika Robert melingkarkan lengannya di bawah lututnya dan berdiri dalam satu gerakan halus. Robert tidak merasa terhuyung-huyung karena berat badan Renee, jauh dari itu. Dia memiliki fisik seorang gelandang football, kekuatan baja dari seorang atlet, dan itu memungkinkannya untuk mengangkat tubuh Renee tanpa memperlihatkan tenaga sedikitpun.
Robert segera berbalik dan berjalan menyusuri lorong gelap.
Otak Renee kacau karena pusing dari kecepatan gerakannya dan mencengkeram Robert di sekitar leher dan memejamkan mata di dadanya untuk mengurangi rasa berputar-putar di kepalanya. Tiba-tiba rasa pusing yang ringan meninggalkannya dan kelembutan nikmat memenuhi indranya.
Aroma tubuhnya memenuhi Renee. Renee mengambil napas dalam dan mantap saat Robert bergerak tanpa ragu menyusuri koridor gelap. Aroma maskulin mengisi hidung Renee, dia tidak ingin jauh-jauh dari Robert.
*****
Robert membuka lebar pintu dengan bahunya, dan menutup dengan punggungnya, membawa Renee ke tempat tidur besar dan menjatuhkannya di lutut di ujung tempat tidur. Aliran cahaya redup datang dari cahaya bulan melalui jendela.
Tangan Robert bergerak ke kancing blus Renee dan dengan cepat membukanya. Mendorong kemeja dari bahunya dan melepas sepenuhnya. Bra putihnya bersinar di ruang gelap. Napasnya menjadi tidak teratur saat ia melepas branya dan menariknya dari lengan Renee.
Robert tidak membuang-buang waktu, tangannya bergerak ke kancing celana Renee, menjentikkannya dan meluncur membuka ritsletingnya. Mendorongnya turun dari pinggulnya, menarik celana dalamnya jatuh bersamaan.
Tangannya yang tegas dan yakin dan ia menekan pantat Renee saat ia menanggalkan pakaian dari tubuh Renee, melepas sepatu hak tingginya.
Renee telanjang di atas tempat tidurnya. Dia bergetar saat geraman rendah bergemuruh dari dada Robert. Robert berjuang melalui kabut hitam dari nafsu murni saat matanya jatuh pada sosok telanjang Renee. Ya Tuhan. Akhirnya. Apa ia pernah menunggu selama ini untuk seorang wanita? Persetan, tidak. Wanita jatuh ke dalam pelukannya, jatuh ke tempat tidurnya, dan kemudian ingin tinggal di sana.
Tidak demikian halnya dengan Renee. Dia telah melawan dari hari pertama. Tapi itu sudah berakhir. Perburuan. Pengunduran. Dan akhirnya penangkapan.
Sekarang ia akan mengambil langkah terakhir untuk menundukkannya.
Mata Robert menyipit dan ia mengulurkan tangan dan menggenggam pergelangan kaki Renee di tangannya. Menekuk lututnya dan mendorong kakinya, Robert berlutut di antara kedua pahanya. Renee tidak bisa menjauh darinya dengan posisi seperti itu. Robert sudah cukup membiarkan dia menjauh. Sekarang dia hanya merasakan kebutuhan untuk dikuasai. Untuk di dominasi.
Robert mendongak menatap gundukan licin tanpa rambut di antara paha Renee. Sebuah kecemburuan yang gelap menguasainya. Perasaan teritorial yang tidak bisa ia kendalikan. "Kau mencukur ini untuk siapa?" Robert menurunkan tubuhnya terhadap Renee dan mengambil segenggam rambut pirangnya yang lembut. "Jika kau punya akal kau akan mengatakan padaku kau melakukan itu untukku." Kata-katanya kasar, parau.
*****
Renee terengah-engah, matanya melebar. Tubuh Robert besar, mengintimidasi, bahkan dengan pakaian yang menempel. Renee menuruti sarannya sebab itu memang benar. "K-kau… Untukmu."
Robert mengulurkan tangannya turun di antara tubuh mereka. Menelusurinya ke tenggorokan, turun di antara payudaranya, ke vee di antara kedua kakinya. Dia Mendorong jarinya yang kasar, tumpul ke dalam kelembutannya yang basah.
"Jawaban yang bagus, Sayang." Kata-katanya terpotong, "Karena ini adalah milikku."
Ia memutar-mutar jarinya di dalam diri Renee, dan mendekatkan bibirnya ke payudaranya. Bibirnya mengepit puting merah muda, yang sudah mengeras dengan gairah.
Serangan ganda dari mulut dan tangannya membawa Renee ke dalam keadaan kebutuhan dan gairah murni dalam hitungan detik. Dia mendorong melawan jari Robert dan membawa tangannya ke bagian belakang kepala Robert dan mencengkeramnya ke payudaranya, indranya sepenuhnya dibanjiri sensasi. Renee bergelimang dalam pelukannya, semakin dekat dengan orgasme.
Robert merasa otot internal Renee mencengkeram jarinya, dan ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Dia didorong oleh perasaan yang tidak bisa ia jelaskan. Tidak ingin memikirkannya. Robert mengangkat tubuhnya, dan mulai melucuti pakaiannya.
Dalam hitungan detik, ia telanjang dan meraih ke dalam laci untuk mengambil pengaman. Dia merobek bungkusnya dan menyelipkannya dan kembali di antara kedua kaki Renee. Mengikat pergelangan tangan Renee dengan tangannya yang besar dan menariknya ke atas kepalanya, memenjarakan dirinya.
Dia mulai memasukinya dengan segera. "Aku ingin perlahan-lahan." Dia berkata seperti itu seakan-akan itu adalah kesalahan Renee bahwa ia tidak bisa perlahan.
Robert menusuk dengan dorongan pendek dan mengeluarkan kata-kata dari bibirnya saat ia menggoyang di dalam Renee. "Aku. Ingin. Melakukannya. Dengan. Lembut." Napasnya mendesis keluar saat ia menusuk dirinya sepenuhnya.
Renee pening di bawah serbuan dan keterbatasan gerak karena tangan Robert pada dirinya. Ia mengeluarkan sebuah rengekan kecil saat Robert menarik pinggulnya kembali lalu mendorong ke dalam dirinya lagi dengan brutal, sekali, dua kali, dan kemudian tiga kali.
Tubuhnya mengejang di bawah lecutan Robert dan suaranya kasar di telinganya saat Renee berkata, "Kalau begitu lakukan dengan lembut. Se-semuanya baik-baik saja."
*****
Napas dan kata-kata Renee yang lembut membasuh Robert. Menenangkan kebuasan dalam darah Robert dan ketidaksabarannya didinginkan saat berada di dalam diri Renee. Memiliki Renee di bawahnya. Dia merasakan kedamaian dan mengambil napas menenangkan saat ia membiarkan rasa, aroma Renee menghanyutkannya. Gerakannya melambat, dan Robert dengan malas meraih dan mulai bermain dengan klitorisnya.
*****
Renee merasakan raungan di telinganya saat gairah menusuknya sekali lagi. Kemaluannya besar dan keras di dalam diri Renee, meregangkannya dengan setiap dorongan saat ia meluncur keluar dan kemudian masuk kembali ke dalam. Tangan Robert di klitorisnya menggodanya, dan pemahaman yang fantastis bahwa ia bercinta dengan Robert menginvasi indranya. Itu terlalu banyak untuk ditahan, dan tubuh Renee mulai mencengkeram saat Renee mencapai puncaknya.
*****
Robert merasakannya saat orgasme mengambil kendali atas tubuh Renee. Itu menyengatnya dan memancingnya agar mendorong lebih keras ke dalam Renee. Lebih keras, lebih cepat, sampai gelombang intensitas mengalahkannya dan menarik pikirannya jauh dari tubuhnya sambil mendorong ke dalam Renee dan bendungan terbelah dan Robert meledak dalam ekstasi.
Momen setelah itu dipenuhi dengan napas yang tidak beraturan, napas Robert dan Renee. Ketika Robert telah bisa menarik pikirannya menjauh dari euforia atas pencapaiannya, ia meraih kepala Renee dengan kedua tangan dan menenggelamkan jari-jarinya sampai ke kulit kepalanya. Matanya menyipit karena ia merasa dirinya mulai bangkit kembali.
*****
Mata Renee terbuka karena tatapan tajam Robert dan pengetahuan yang tidak dapat dipercaya bahwa Robert tidak perlu waktu lama sebelum dia bisa bangkit kembali. Renee mulai menarik diri dari tubuh Robert, bergerak mundur dari penguasaannya.
Tangan Robert sesaat menegang, dan kemudian ia dengan lembut mulai menarik diri dari Renee. Lalu berbalik menuju kamar mandi dan saat ia pergi, Renee mengayunkan kakinya ke lantai dan mulai mencari pakaiannya. Ia melihat bra-nya dalam ruangan yang gelap, tapi di atas segalanya, ia merasakan kebutuhan yang mendesak untuk memakai celana dalamnya. Setelah menemukannya, ia segera menariknya ke pinggulnya dan mulai mengambil bra ketika dia mendengar suara Robert seperti cambuk.
"Kau tidak akan membutuhkan itu."
Renee berputar menghadap wajah Robert, tangannya menutupi payudaranya.
Kesadaran atas apa yang baru saja terjadi adalah mengerikan. Dia benar-benar berhubungan seks dengan bosnya. Dalam sembilan puluh hari masa percobaannya. Dan ia benar-benar membanjiri diri Renee dengan tekanan ke dalamnya. Robert sudah mendapatkan apa yang dia inginkan malam ini. Tapi tidak lagi. Renee menghela napas, dan setiap lekuk dalam tubuhnya menyatakan penolakannya. Hanya karena Renee bersikap mudah satu kali, tidak berarti ia akan bertindak mudah lagi.
Dia tidak mau repot-repot berdebat dengan Robert, hanya membungkuk dan memungut sisa pakaiannya.
*****
Robert bersandar ke dinding, melipat tangannya di dada dan mengawasinya. Raut wajah Renee menyatakan pembangkangan dan penolakan, dan Robert dengan cepat membuat keputusan strategis untuk mundur. Sama sekali tidak ada keraguan dalam pikirannya bahwa ia akan menjadi pemenang utama dalam permainan di antara mereka, tapi untuk sampai ke titik itu, ia harus membiarkan Renee berpikir dia punya kesempatan. Tapi sebenarnya Renee tidak punya.
"Aku menebak ini berarti kau tidak akan menghabiskan malam denganku?" Tanyanya.
Renee mendongak dari kancing yang sedang dia sematkan dicelananya.
"Aku ingin pulang." Suaranya tegas tapi memiliki cukup pertanyaan di dalamnya untuk menenangkan Robert.
Robert mengambil celana jinsnya dari lantai dan mulai berpakaian. "Aku akan mengantarmu."
*****
Sabtu malam, Renee sudah pulang dari toko kelontong selama sekitar satu jam ketika bel pintu berbunyi. Dia membeku saat ketegangan saraf menghantam tubuhnya. Itu pasti dia. Renee punya perasaan yang tidak bisa ia tekan. Dia menuju ke pintu dan melihat keluar melalui lubang intip. Syok sejenak mengesampingkan kekecewaannya. James Cameron berdiri di depan pintu rumahnya. Renee membuka lebar pintunya hingga cukup untuk berbicara dengannya, tapi tidak cukup lebar untuk mengundangnya masuk. "Halo."
Wajah James menyeringai kekanak-kanakan. "Halo, juga." Dia santai bersandar di kusen pintu. "Terkejut melihatku?"
Renee tersenyum. "Ya. Apa yang kau lakukan di sini?"
James mengangkat satu alis. "Bagaimana menurutmu? Kau wanita yang sulit untuk ditemui."
"Aku belum mendapatkan bantuan dari atasanmu yang brengsek. Dan apa kau tahu berapa banyak Guillot di dalam buku?"
Renee tertawa. "Banyak, kukira. Apa Robert memberimu masalah?"
"Yeah, aku sudah menelepon lima kali dan ia malah lebih marah setiap aku telepon. Kemarin dia mengancam untuk tidak menyelesaikan proyekku. Dan apa kau tahu berapa banyak aku membayarnya? Ya Tuhan, dia sangat menginginkanmu." James berhenti dan melihat kaki telanjang Renee dalam celana pendek yang ia pakai.
"Dan sekarang untuk pertanyaan 64.000 dolar. Apa dia memiliki hak untuk menjadi cemburu? Atau maukah kau makan malam denganku malam ini?"
Renee tertegun oleh keterusterangannya. Dan kesal pada dirinya sendiri karena tidak merasa setidaknya sedikit senang. James Cameron benar-benar tampan. Dan cukup kaya bahwa ia pasti memiliki para wanita yang menggedor-gedor pintu rumahnya.
Dan tidak ada apa-apa.
Renee tidak merasakan suatu apapun. Sesuatu kecuali sensasi rahasia bahwa James pikir Robert cemburu. Dan dia sangat menginginkan Renee. Benarkah dia cemburu? Itu suatu pemikiran yang menggoda.
Dia berfokus kembali pada tamunya. "Itu dua pertanyaan. Kau bilang satu."
James tersenyum. "Kau hanya harus menjawab salah satunya, aku hanya perlu tahu yang satu itu."
"Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa, kupikir itu agak terlalu dini untuk mengatakan Robert cemburu. Lima kali? Kau bicara dengannya lima kali tentangku? Dan dia marah? Sungguh?" Pintu dibuka sedikit lebih lebar.
James merengut. "Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi kau baru saja menjawab pertanyaanku." Dia mengulurkan tangan dan melarikan jari-jarinya di pipi Renee.
"Sayang sekali. Kau benar-benar seksi dan kita bisa menikmati waktu menyenangkan bersama-sama."
Sebuah suara dalam dan marah menerobos dari belakang James. "Cameron, jauhkan tangan sialanmu darinya."
Mata James menyala dengan tantangan dan dia memberikan Renee satu seringai terakhirnya seolah-olah dia hendak menikmati konfrontasi dan menjauhkan tangannya dari wajah Renee. James mengangkat tangannya menunjukkan bahwa ia bukan ancaman dan berbalik menghadapi Robert Thibodeaux yang marah.
"Ya Tuhan, man, tenang. Dia menolakku. Dimana tombol off mu, Dude?"
Kedua laki-laki itu mengukur satu sama lain dan meskipun James mundur dari Renee, ia membuat satu komentar terakhir untuk membalas.
"Dengar sobat, dia tidak menginginkan aku, tapi dia sangat yakin dia tidak menginginkanmu. Wanita ini mati-matian menjaga statusnya sebagai single. Aku pergi." James menatap Renee sekali lagi.
"Kau akan baik-baik saja dengan King Kong, di sini?" Renee terlalu ngeri untuk bicara. Dia mengangguk sekali dan memperhatikan James pergi, menghindar dari jangkauan Robert.
Renee segera sadar pada keadaannya dan mulai membanting pintunya. Tangan besar dan kaki bersepatu boot menghentikan Renee. Pintu terdorong terbuka. Renee melangkah mundur. "Keluar dari rumahku."
"Tidak akan terjadi, sayang." Robert menutup dan mengunci pintu dan bersandar. Robert santai dengan angkuhnya di sana, terus mengawasinya. Renee berusaha untuk tidak sesak napas saat rentetan gambaran dari beberapa minggu terakhir berkelebat di pikarannya. Robert, menyodorkan campuran minuman padanya dan melilitkan di jari-jarinya di rambut Renee. Renee, bertopang di pintu kantor Robert saat orgasme menghanyutkannya. Dan tadi malam, tangannya mengepal di rambutnya sambil mendorong masuk ke dalam dirinya.
Dan itu saat dia bersikap lembut. Dia tidak terlihat lembut sekarang. Renee mundur satu langkah lagi.
"Dia tidak bisa melindungimu dariku." Suaranya dalam, parau. "Tidak ada seorangpun yang bisa melindungimu dariku."
Renee bergerak ke belakang bar dan ke dapur untuk menjaga sedikit ruang di antara mereka. Renee menghela napas. "Apa aku b-butuh p-perlindungan darimu?"
Renee tidak menerima jawaban apapun. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya dan melihat jari-jarinya gemetar. Dia benar-benar kacau.
*****
Robert mendorong pintu dan mengambil dua langkah ke arahnya tapi berhenti ketika Renee mengeluarkan rengekan.
Dia menatap Renee dari atas ke bawah kemudian menyuarakan pikirannya. "Ada satu hal yang harus kita luruskan sebelum ini berjalan lebih jauh."
Mata Renee yang besar terpaku padanya tapi tidak menanggapi.
Robert berusaha menguasai diri dan untuk mengontrol nada suaranya, tapi suaranya masih bergetar dengan kecemburuan dan ketegangan seksual yang ditekan. "Kau tidak boleh bertemu Cameron. Kau mengerti itu? Tidak ada makan siang, tidak ada kencan makan malam, tidak ada apa-apa. Aku bahkan tidak ingin memergokimu bicara dengannya di kantor. Mengerti?"
Renee menggerakkan kepalanya sedikit menandakan tidak setuju. Robert mulai berjalan mendekati Renee lagi. "Tidak?" Suaranya sebuah geraman. "Tidak? Kau tidak mengerti, atau kau berpikir kau akan keluar dengan dia?"
*****
Renee mengangkat satu tangannya yang ramping untuk menghentikannya. Renee hampir saja kehilangan kontrol emosinya karena Robert mendekatinya. "Hentikan!"
Ketika dia berteriak, Robert berhenti di tengah jalan. Hanya bangku bar berdiri di antara mereka.
Renee mengambil napas dalam-dalam dan mencoba untuk merangkai kata-kata. "Aku ingin tahu mengapa kau pikir kau dapat mengatakan padaku apa yang harus kulakukan? Siapa yang akan aku kencani? Kau bosku, bukan penjagaku."
Mata Robert menyipit menjadi satu garis. "Ini tidak ada hubungannya dengan aku menjadi bosmu dan kau tahu itu. Ini adalah tentangmu dan aku dan tadi malam. Kau ingat semalam kan, sayang?" Suaranya seperti kerikil, kecemburuannya muncul ke permukaan. "Kau ingat saat aku mendorong dalam dirimu dan kau membanjiri milikku dengan cairanmu. Brengsek, aku ingat. Itu kau dan aku dan tidak ada orang lain. Tidak ada orang lain. Kau ingin bukti? Kau ingin aku ke sana dan membuktikannya padamu? Tantang aku. Ayolah. Sekarang juga. Tantang aku untuk membuktikannya." Robert menunggu tangan mungilnya diangkat ke udara untuk menghentikannya.
Renee menahan napas dan menatap pada pria gila yang marah berdiri begitu dekat dengannya. Tiba-tiba sebuah dengungan masuk melewati darahnya dan mencapai otaknya. Apa yang akan Robert lakukan?
Kata-kata itu mengalir lembut. "Aku menantangmu."