Chereads / Seranjang Bersama Bos / Chapter 4 - #4

Chapter 4 - #4

Malam minggu, Robert duduk di bar di Ninth Street Wine Grotto dan sedang minum bir keduanya. Ia menolak untuk bertanya-tanya pada dirinya sendiri akan pilihan lokasinya. Pertemuannya dengan Renee dua minggu yang lalu merupakan kebetulan. Hal itu tidak akan terjadi lagi. Perasaan frustasi mencengkeramnya. Robert harus mendorong Renee keluar. Ia butuh Renee yang telanjang. Di bawahnya. Di atasnya. Berlutut di bawahnya.

Bayangan wajah Renee ketika mantan istrinya yang jalang meneleponnya menghiasi otaknya. Pandangan matanya ketika Renee menyadari ia tidak menikah. Takut. Lega. Bingung.

Renee tidak kebal atas dirinya. Tidak sama sekali.

Apa yang telah mendorongnya melakukan sandiwara kecil dengan menggoda Robert seperti yang ia tunjukkan kemarin? Apa yang ada di kepala cantiknya itu? Ada yang berubah dengannya. Robert berniat mencari tahu apa itu.

Robert tahu Renee menginginkannya. Mungkin tidak sebanyak Robert menginginnya, tetapi Renee penasaran pada Robert. Penasaran bagaimana jadinya kalau Renee bersamanya. Robert bisa menciumnya. Keingintahuan. Keingintahuan itulah yang akan memberinya pembukaan yang dibutuhkannya. Robert harus membuat hal itu terjadi. Fakta bahwa Renee tak akan dapat mempertahankan pekerjaannya memang menyedihkan. Robert tahu ia adalah seorang bajingan kejam, tapi ia akan menemukan caranya. Dan tidak lama lagi, ia akan mengatur kepingan-kepingan itu menjadi tindakan.

*****

Senin siang, Renee sedang berada di ruang arsip mencari diantara cetak-biru yang berdebu ketika ia mendengar pintu terbanting.

Tubuhnya tersentak dan jalinan perasaan panik dan gembira meluncur di sepanjang tulang belakangnya ketika ia melihat Robert bersandar di pintu tertutup. "Apa yang kau lakukan disini?" suaranya mengoyak Renee.

"Mrs. Argenot membutuhkan cetakan proyek Belle Chase." Syaraf Renee menegang namun untungnya suaranya tidak bergetar.

Robert berdiri, lengannya menyilang, memandanginya. Ya Tuhan, Robert tampan. Renee mengingat postur Robert satu demi satu. Rambut Robert gelap dengan helai abu-abu yang menghiasinya. Mata coklat yang indah dengan alis tajam. Bibirnya penuh dan kulitnya gelap, dengan warna kehitaman. Hidungnya terlalu besar dan sedikit tidak simetris, sepertinya hidungnya pernah patah. Hal itu membuatnya terlihat maskulin, wajah jantan yang mencolok.

Jantung Renee berdetak lebih kencang.

"Aku mau kau keluar dari pekerjaan ini. Ini tidak akan berhasil." Itu adalah perintah.

Renee terkejut dan ia tidak siap. Renee mencoba mengulur waktu. "Kenapa?" Suaranya lembut.

"Kenapa? Kau bercanda?" Robert mendorong, menutup pintu dan melangkah seperti seekor predator ke arah Renee.

Renee menjatuhkan kertas-kertas di tangannya dan melangkah mundur satu langkah. Ia mengangkat satu tangan rampingnya untuk menjauhkan Robert.

Hal itu cukup untuk menahannya sebentar.

"Jadi kau akan menyerahkan surat pengunduran dirimu?"

Kekecewaan dan panah kesakitan meluncur ke dalam dirinya. "Apa kau memecatku?"

"Tidak. Aku ingin kau mengundurkan diri." Garis bibirnya menipis.

"Aku tidak mau mengundurkan diri." Lebih daripada apapun Renee mulai ingin tahu kemana hal ini akan berlanjut.

"Sialan, Renee. Berhentilah bersikap keras kepala. Kau tahu ini akan berakhir buruk untukmu." Suara Robert berubah tajam.

Renee mengangkat dagunya dan menyerang balik, menantang Robert. "Mungkin itulah yang akan berakhir buruk untukmu. Mungkin kau takut padaku."

Robert tertawa. "Hebat telah mencobanya, sayang. Hal itu tidak akan terjadi. Ini akan berakhir di satu tempat dan hanya satu tempat saja."

Renee menggoyang kepalanya ke depan dan belakang. Rambutnya bergerak berkilau di sekitar punggungnya. "Aku tidak akan mengundurkan diri. Apa kau akan memecatku?"

"Tidak. Kau yang akan mengundurkan diri." Kata-katanya tidak berubah, tidak dapat dibantah.

Renee terus menggelengkan kepalanya.

Mata Robert menyipit memandang Renee. "Mungkin kau mau sebuah contoh? Sebuah demonstrasi akan apa yang dapat kau harapkan kalau kau tidak menyerah?" Robert mulai melangkah ke arah Renee lagi.

Renee melihat Robert seolah-olah ia kerasukan. Ia mundur sampai menabrak dinding. Robert mengikuti. Mata Renee membesar ketika Robert berhenti di depannya. Robert meraih dan meremas rambut Renee dan melilitkannya di sekitar tangannya. Jantung Renee berdentam di dadanya dan nafasnya berubah keras.

"Kau sudah berjuang dengan baik. Kau adalah lawan yang pantas. Tapi coba tebak, sayang. Skakmat."

Bibir Robert menutupi Bibirnya.

Panas menyentak ke dalam tubuhnya. Sekalipun Renee sudah mengharapkan hal itu, ia masih terkejut pada intensitasnya. Robert menekankan dirinya pada Renee dan Renee hanya bisa bersandar di tembok selagi lidah Robert menggali makin dalam, bersamaan dengan itu Robert mendorong tubuh bawahnya pada Renee. Robert mendominasinya, lidahnya mendorong masuk dan menarik keluar, menirukan gerakan bersenggama. Pegangan Robert di rambut Renee mengencang, tubuhnya menyerbu tubuh Renee sepenuhnya.

Renee merasa linglung dan tersesat seraya berpegangan pada Robert ketika Robert menciumnya, tangannya mencengkeram Renee, menekannya padanya. Tangan Robert bergerak ke lehernya, mengelilinginya dan menyentuhnya, lalu meluncur ke pinggangnya dan mencengkeram Renee dalam pegangan yang tak dapat dikompromikan.

Pada saat bersamaan keterkejutannya hilang dan kenikmatan yang intens mengalir di pembuluh darah Renee. Jadi inilah. Inilah yang sesungguhnya. Robert menciumnya. Ya Tuhan, akhirnya. Ia meraih ke atas dan mengalungkan tangannya di seputar pundak Robert, ke atas untuk menyusupkan jemarinya di rambut Robert. Robert beraroma nikmat. Panas gairah menguar darinya. Renee memeluk Robert lebih erat.

Apakah pekerjaannya sebanding dengan ini? Tidak, sama sekali tidak. Renee tidak mau menyerah. Ia harus tahu apa yang akan terjadi jika mereka bersama.

Robert mengangkat kepalanya dan memandang ke dalam mata Renee. "Katakanlah. Katakan, Robert aku mengundurkan diri," perintahnya, suaranya serak.

Renee menggelengkan kepalanya pelan dalam gerakan tidak ketika jari-jarinya mengusap kepala Robert. Robert meluncurkan tangannya dari lekukan pinggang Renee ke wajahnya. Ia menangkup tulang pipi Renee dengan tangan kuatnya. "Aku tidak bisa tidur denganmu ketika kau bekerja untukku." Kata-katanya dalam dan rendah, nada menuntutnya adalah mutlak.

Renee menghirup udara dan mengamati Robert dalam keheningan. Okay. Sekarang sudah jelas semuanya.

Robert melanjutkan, "Kalau saja kita bertemu di tempat lain, hal ini pasti tidak jadi masalah. Kau tahu itu. Aku tahu itu." Katanya lembut. "Kau bertarung melawan sesuatu yang tak dapat dihindari." Tangannya menangkap pergelangan tangan Renee dan menahannya di tembok selagi bibirnya mencium pipi Renee dan merambat ke telinganya.

Renee merasakan sentakan aliran listrik kedalam syarafnya ketika ia merasakan Robert mencium rambutnya. Robert memegang kedua pergelangan tangan Renee dengan satu tangannya yang kuat dan tangannya yang lain menyentuh leher Renee.

Pikiran Renee pecah berkeping-keping. Oh, Tuhan, godaan ini tidak mungkin dilawannya. Ia mati rasa. Renee terlalu bernafsu dan setengah tergila-gila pada Robert sejak pertama kali bertemu dengannya.

Robert merasakan detakan jantung Renee yang menggila. Tubuh Renee bergetar untuknya. Ia melihat mata Renee bergejolak panas ketika Robert menekankan tangannya di leher Renee sewaktu Renee terengah-engah. Robert membandingkan kekuatannya dengan kelembutan Renee. Ya Tuhan, Renee luar biasa. Robert harus berada di dalam Renee, dan secepatnya. Sialan, ia sudah terobsesi pada Renee!!

Pemahaman itu dengan telak memukul Robert. Ia melonggarkan cengkeramannya dan meletakkan kembali tangannya di pinggang Renee. Dengan posesif Robert meremas pinggang Renee dan berkata, "Pikirkan hal itu."

Robert berjalan keluar pintu dan Renee bersandar di dinding, mencoba menyatukan pikirannya yang kacau-balau dengan putus asa agar dapat berfungsi kembali.

*****

"Jenny, Robert tidak menikah." Renee kembali bersandar di tempat tidurnya, handphone di telinganya, dan mengangkat kedua kakinya ke udara dan memperhatikan cat kuku baru di kakinya. Mengingat semua kekacauan di kantor, ia merasa luar biasa hebat.

Ia memutar kakinya satu putaran, kemudian kakinya yang satunya lagi, memeriksa warna baru sewaktu ia menunggu reaksi temannya yang akan segera muncul.

"Apa?" Jenny mencicit dengan keras. Renee menjauhkan telepon dari telinganya sewaktu temannya melanjutkan. "Tidak menikah? WTF? Kau bercanda? Gimana kejadiannya? Apa dia bohong?"

Renee tersenyum mendengar bahasa gaul Jenny. Oh, rasanya keren karena punya anak remaja. Anak-anak itu membuatmu merasa muda. Musik terbaru, bahasa gaul up-to-date, dan tentu saja, cat kuku warna cherry hitam yang luar biasa. Ia memfokuskan dirinya kembali ke percakapan. "Tidak, dia tidak bohong. Aku hanya mengasumsikan wanita yang menelepon setiap saat dan bilang ia istrinya adalah beneran istrinya, bukan mantannya. Ia bercerai."

Renee berhenti sebentar. "Dan dia ingin aku mengundurkan diri dari pekerjaanku." Renee berhenti lagi. "Jadi dia bisa berhubungan seks denganku." Renee buru-buru menjauhkan gagang telepon dari telinganya lagi.

"Apa? Kau pasti bercanda, kan?" Tanya Jenny. "Apa dia bilang begitu? Apa dia pernah dengar istilah pelecehan seksual? Pria itu pasti berpikir bahwa dia adalah karunia Tuhan. Apa yang akan kau lakukan?"

"Well, aku memang cukup yakin dia ingin aku mengundurkan diri. Kurasa ia berpikir kalau itu bukanlah pelecehan seksual. Sepertinya dia baik, Jen. Kau tak mungkin menganggap itu pelecehan kalau itu sama-sama mau, ya kan? Kau, diantara semua orang tahu berapa lama aku sangat tertarik padanya. Kurasa dia menyadarinya."

"Yeah, tapi Renee, pekerjaanmu? Kau harus punya pekerjaan. Apa-apaan? Apa dia pikir kau makmur secara independen, atau apa?" Temannya berkata dengan berang.

"Aku tahu, Jen. Kurasa dia tidak sedang berpikir dengan kepala besarnya. Rasanya menawan hati hanya dengan melihatnya, sedetik dia mengontrol, sedetik kemudian dia kehilangan kontrolnya. Ketika ia menciumku hari ini…"

"Aaaaaapaaaaaaa? Dia menciummu? Di kantor? Ya Tuhan. Apa yang kau lakukan? Apa itu nikmat?"

"Yeah, memang nikmat. Benar benar nikmat. Seperti yang telah kuperkirakan."

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku tak tahu. Kurasa, ikuti saja permainannya. Kau tahu aku bisa mendapatkan kembali pekerjaan lamaku kalau memang kuperlukan. Aku hanya tak mau semuanya jadi terlalu mudah. Ia sangat arogan. Ia berharap bisa memakai semua caranya di segala bidang. Aku tak tahu." Renee mendesah. "Cukup soal dia. Gimana kabarmu sejauh ini? Gimana dengan Richard?"

"Mengontrol seperti biasanya. Posesif. Cemburuan. Manja. Luar biasa di tempat tidur. Hot. Tidak seperti semua pengalamanku. Aku kecanduan olehnya." Jenny tertawa.

Renee tersenyum. "Keren. Kau berhak jadi agak sedikit liar. Masih berpikir dia seorang gangster?"

Jenny menjawab. "Aku tak punya petunjuk. Sialan, dia benar-benar kaya dan aku tak dapat menebak dari mana asal uangnya."

"Well, kurasa masing-masing dari kita punya urusan yang harus dibereskan."

*****

Hari selanjutnya hujan dan gelap dan Renee sedang duduk di kursinya ketika telepon internal kantor berdering. Ia mengangkat telepon itu dan Robert membentak. "Masuk ke sini. Aku mau bicara denganmu."

Robert memutus telepon.

Robert memperhatikan Renee meluncur ke dalam kantornya setelah mengetuk pelan. Renee berdiri dan Robert melihat data-datanya. Yeah, permainannya sudah pasti telah berubah. Kaki yang panjang dan jenjang menghantamnya. Rok pendek. Pinggang ramping. Rambut panjang. Ini sudah waktunya. Brengsek.

Ini sudah berlalu.

"Tutup pintunya."