"Baik, hubungan kita sudah usai sampai disini. Maaf jika aku tidak pernah bisa menjadi wanita seperti yang kau inginkan." aku berusaha berbicara dengan nada tenang dan santai, begitu resmi bercerai dengan Deddy.
"Kau selalu jadi yang terbaik, tapi aku tidak pernah bisa menghargai itu. Tapi aku ingin di antara kita tidak akan pernah saling membenci, kita harus tetap saling ada untuk Marco, demi putra kita."
Aku tersenyum tipis tanpa bicara lagi padanya. Seraya berbalik badan aku melangkah dengan gontai meninggalkan Deddy keluar dari ruang pengadilan.
Yah, semua sudah berakhir. Cintaku musnah, tapi hati tetap lara. Harapan dan impian seolah menjadi senjata tajam yang menyakitiku saat ini.
Karena walau bagaimanapun, hal yang paling menyakiti seorang wanita ialah ketika harus di paksakan mengakhiri semuanya oleh keadaan.
Cinta ini, harapan ini, dan mimpi ini, entah sejak kapan sudah mati dalam benak dan hatiku. Jhoe, apa kabar mu? Akh, aku jadi memikirkannya.