Chereads / April yang Amazing / Chapter 9 - Maksimal

Chapter 9 - Maksimal

Angga memaksimalkan gas motornya untuk mngejar Ferdian. Saat berjejer dengannya, Angga berteriak dengan kerasnya.

"Bodoh! STOP!!! ... Kalau kau mati tak masalah, di belakang ada Indira yang juga ngebut!!! bagaimana kalau dia yang celaka?! Stop sekarang!!!" Teriak Angga sambil membuka helmnya.

Ferdian hanya menoleh lalu mempercepat lagi agar bisa menyalip Angga. Dia melaju semakin tinggi dan meninggalkan Angga dan Aliyah jauh di belakang. Dia sudah kalap tak mempedulikan akan sekitar. Dia terus melaju dan melaju, tujuannya hanya satu, mendapat hukuman dari Tuhan dengan kematian atau mendapat kesempatan dan belas kasih untuk membiarkan dia memperbaiki semuanya, namun meskipun begitu, dia sangat mampu menguasai medan. Lincah menghindari kendaraan yang ia lewati dari arah kanan atau kiri, depan atau belakangnya, bunyi bel kendaraan bersaut-sautan menandakan mereka tak nyaman dengan adanya Ferdian yang ugal-ugalan, dia tetap saja lihai, tapi dia lupa. Semalam ia tidur terlalu larut karena menjemput tamu, mengalami susah tidur karena memikirkan Indira yang tak bisa ia hubungi dan pagi tidak sempat memakan apapun untuk memberi kekuatan fisik tubuhnya, ditambah beban pikiran yang terlampau berat membuat tenaganya menipis, pandangan matanya kabur tiba-tiba berkunang-kunang dan tak mampu lagi mengendarai motornya dengan stabil. Berapa kali lampu lalu lintas menyala merah dia terjang dengan selamat, namun kini dia melemah ... lampu pengatur jalan raya itu, kali ini tak bisa ia lewati dengan baik seperti yang lalu. Buruknya, dia tetap tak mau mengalah. Siang hari sangat terasa terik. Keringat dan air matanya bercampur menjadi satu yang disembunyikan di dalam helmnya. Jalanan yang ia lalui padat kendaraan dari arah mana saja. Dia tak main-main membuktikan pengadilan Tuhan untuk dirinya. Hati dan raganya terlampau koyak, sehingga tak bisa mengurungkan niat berbahaya yang dia tantangkan. Ketika tubuhnya sudah mulai me-ringkih Ferdian masih punya nyali untuk menerjang lampu lalu lintas yang ke sekian ini. Naas terjadi tak dapat dihindarkan. Dia terobos dengan kencang, disambut oleh Mobil Silver Ert*ga yang juga melintas dengan kencang pula dari arah yang berbeda.

Kedua kendaraan itu Bertubrukan dengan

hebat tak dapat dihindarkan.

"BRUAAAKHHH!!!! siiii ... iiinggg!!!" Lelaki itu terlempar jauh dari motornya sebelum terjatuh dan mendarat di jalan raya beraspal itu, lalu terguling-guling dan akhirnya tergeletak tak berdaya, dengan helm yang masih menempel di kepalanya. Motornya berputar-putar sebelum terseret sangat jauh dari pengendaranya. Untung saja helm Ferdian juga helm mewah yang berbahan kuat dan tebal sehingga berharap mampu melindungi kepalanya. Tampak tak ada retak atau pecah dari tampilan helm itu. Mobil yang menabrak Ferdian langsung menukik dan menabrak trotoar disamping jalan, tentu dengan bamper yang sudah penyok beradu dengan motornya. Semua mata melotot dihadapkan dengan kecelakaan yang mengiris hati. Keluarga siapa kira-kira yang mengalami hal naas ini?. Terhenyak atas adegan mendebarkan yang terjadi di depan mata mereka semua. Para pengguna jalan raya. Angga dan Aliyah berhenti seketika dengan mulut menganga.

"FERDIAAA ... NNN!!!" Teriak Angga menangisi sahabatnya itu, disusul kedatangan Indira yang baru saja menghentikan laju motor disampingnya dan bergegas membuka helm. Tampak matanya yang sangat sembab, di jalanan dia terus diiringi tangisan dan pikiran-pikiran buruk menghantui. Dia tak kalah syok dan terkaget lebih luar biasa dari yang lain, dari semua yang ada. Korban itu adalah pemuda yang pernah sangat sangat dekat dengannya bahkan baru kemarin dia bersenda gurau via mobile dengannya. Dia menggeleng dan tak mengeluarkan sepatah kata pun. Dia turun dari motornya segera berlari sekuat tenaga mengejar posisi dimana Ferdian terjatuh.

"TIDAAA .... AAAK" Indira terus berlari sekuat tenaga, jujur saja dia sangat mencemaskan keadaan Ferdian. Ia sangat takut.

"Aku sangat membencimu sejak kemarin itu, tapi bukan ini yang aku inginkan. Bukan kematian sebagai bayaran untuk kesalahanmu mas" Air matanya makin mengalir deras terbayang-bayang semua cinta dan kasih sayang Ferdian yang selama itu tercurah hanya untuk dirinya. Ia melihat senyum manis lelaki itu terpampang nyata di kornea matanya, tawa candanya semua silih berganti berputar di pikiran Indira saat ini.

"Kamu sangat jahat belakangan ini mas, tapi selebihnya ... selama tujuh tahun bersamamu, sedikitpun aku tak pernah melihatmu melirik gadis lain selain aku, bahkan tak pernah menyakitiku. Kenapa harus ada kejadian kemarin mas. Aku hancur dan sekarang makin hancur menyaksikan semua ini." Alur yang berantakan yang tak pernah ada dalam benaknya selama hidupnya. Dia tak tahu harus menyesali yang mana?. Ia menghentikan langkahnya dan mulai menatapi sekujur tubuh Ferdian yang tergolek lemah, ia pandangi dari ujung kaki sampai ujung kepala, dia sudah berdiri disamping tubuh pemuda itu. Tubuhnya gemetaran dengan hati yang tersayat, apakah ia mati?. Ia banting lututnya pada aspal yang kasar seakan tulangnya kuyu tak mampu menopang beban tubuhnya, Ia segera mengangkat kepala dan sebagian punggung Ferdian untuk diletakkan di pangkuannya, lalu segera membuka helm pemuda itu. Tampak beberapa bagian mengucurkan darah.

"Aku ingin menghukummu atas kesalahan fatalmu mas, tapi bukan sperti ini. Aku tidak menginginkan kematianmu." dia mengelus dan mengusap darah di kepala Ferdian. sedangkan pemuda itu memejamkan mata tak sadarkan diri, bekas air matanya masih basah membanjiri wajah tampannya yang sangat lelah dan kusam. Jantung Indira berdetak kencang, bibirnya bergetar hebat dan tangan kakinya menggigil. kepala terasa berat dan derai air mata semakin menbuncah. Dia seakan mau berteriak dengan sekencang-kencangnya namun tak bisa mengeluarkan suara, terisak-isak dengan kerongkongannya yang mengering.

Tak selang berapa lama, mobil ambulance dengan suara yang meraung-raung memekikkan telinga yang mendengarnya telah datang hendak membawa tubuh pemuda itu menuju rumah sakit. Dia bangkit dan turut serta ke dalam ambulance karena mengaku sebagai keluarganya. Angga segera menghubungi pihak keluarga Ferdian mengabarkan bahwa putranya tengah kecelakaan. Keduanya segera mengikuti ambulance dengan motor yang terbagi dua, motor Indira dikendarai Aliyah, Angga dengan motornya sendiri.

****

Rumah sakit,

Ambulance berhenti disambut para petugas medis yang lainnya untuk segera membawa pemuda itu ke ruang perawatan. Semua terburu-buru mendorong Ambulance Stretcher (brankar ambulance) dengan berlari- lari, tak kuasa gadis itu pun ikut berlari memegang bagian brankar yang paling ujung letak kaki pemuda itu, hati dan bathinnya gundah gulana, sesekali ia menyeka air matanya. Kamar UGD telah nampak sudah dekat. Ia menghentikan langkahnya dan membiarkan para medis membawa Ferdian untuk segera ditangani. Ia berdiri mengkaku, tertegun dan mematung menyaksikan semua sampai seperti ini.

"Jika kamu bertahan hidup, mungkin ini cara Tuhan memberitahuku untuk memberikan kesempatan kedua kepadamu ..." Indira berbisik sambil menutup sendiri wajahnya dengan kedua tangannya. Angga dan Aliyah berdiri 100 meter di belakang Indira.

"Aku berdoa untukmu, aku yakin kamu tetap hidup mas, bersumpahlah atas namaku!. Kamu harus kuat demi aku. Semoga Allah mengasihimu dan memberimu kesembuhan seperti dulu. Aamiin." Indira berbisik memendam asa yang dalam.