Setelah Ferdian mengantar Indira sampai rumahnya, memang tak bisa mampir dikarenakan waktu yang semakin gelap dan sudah menjelang maghrib. Dia sudah cukup lama berada di toko Indira tadi. Indira juga tak akan mungkin menyita terlalu banyak waktu Ferdian, mengingat tadi seharian sudah lelah bekerja, datang lebih awal karena harus menjemput dia dan pulang pun mampir ke tokonya menjemput dan memulangkan ke rumah. Indira tak akan enak jika membiarkan Ferdian habis waktu hanya untuknya saja. Ferdian memiliki orang tua dan saudara.
"Aku pamit duluan ya? salam ke Papa Mamamu, aku sudah gerah nih seharian keringetan" Pamitnya sambil tersenyum penuh cinta. Begitupun Indira membalasnya.
Ia tak lupa selalu memandang kepergian Ferdian yang melaju di jalan raya itu, sampai hilang sosok pria itu dari pandangan matanya. Barulah Indira masuk ke rumahnya.
Sekitar sepuluh menit saja Ferdian sudah bisa sampai di rumahnya. Ia bergegas masuk ke dalam dan mengucapkan salam seperti biasa sebelum memasuki rumah, ia sudah disambut oleh Mama dan kakak perempuannya, Kak Yenita.
"Apa kamu enggak kecapekan sayang, pagi-pagi sudah berangkat dan pulangnya selalu telat? Angga itu sudah pulang dua jam yang lalu, kamu baru sampai" Tegur Mama Ferdian yang bernama Bu Lina.
"Enggak Ma, biasa saja. Ferdian mau mandi dulu ya Ma" Sambil salim mengecup punggung tangan Mamanya juga mengecup pipi Mamanya itu, dia masuk rumah menuju kamar mandi.
"Ferdian, dengarkan Mama dulu! Apa pacarmu itu tidak bisa naik motor sendiri agar tidak setiap hari merepotkanmu, antar jemput begitu. Mama hanya kasian kamu kecapekan" Sedikit bernada agak tinggi Bu Lina memaparkan.
"Ma, Ferdian merasa enggak ada yang memberatkan, Ferdian yang memaksa antar jemput dia Ma, sebab aku sangat sayang dia, aku yang selalu ingin tahu keadaan dia setiap hari, Ferdianlah yang ingin ketemu dia terus Ma" penjelasan Ferdian sambil melepas pakaiannya yang sudah bau keringat itu menuju kamar mandi.
"Itu deh Ma kalau sudah dimabuk asmara, tahi kucing berasa cokelat saja!, lelah dan pegal tak terasa yang ada hanya senang saja." Tambah si kakak Ferdian. Kakak perempuan Ferdian ini sudah berkeluarga, namun suaminya sering tugas keluar kota dalam pekerjaannya, jadi dia memutuskan untuk tinggal bersama orang tua juga Ferdian, sedangkan rumahnya ia relakan untuk dikontrakkan. Kak Yenita memiliki satu putri yang bernama Tania masih usia lima tahun.
"Ah kakak nih kayak enggak pernah muda saja sih? dulu kayak gimana kak pacaran kakak?" sahut Ferdian membela diri.
"iiih ... kakak dulu cewek mandiri dan punya prinsip, makanya Mas Arif jatuh hati ke kakak, enggak kayak cewekmu yang sok cantik itu, apa-apa kamu, begini begitu bergantung padamu. Menang bunga desa doang, tapi enggak ada kelebihan apa-apa? ya buat apa?" Ucap kak Yenita Ketus kepada adiknya.
"Dia banyak kelebihan woi kak! dia kelola tokonya sendiri, punya karyawan juga, dia punya prinsip kak. Indira menabung untuk kuliah tahun ini dan menyibukkan diri memberi les privat anak2 lho. Lebih pintar dari kakak. pelajaran saja pasti sudah lupa. Hahaha" Kilah Ferdian sambil memojokkan kakaknya itu.
"Ah kayak gitu saja apa yang dibanggain, buktinya enggak jadi apa-apa tuh dia?" Keluh kak Yenita kesal sambil duduk di sofa.
Ferdian yang sudah di kamar mandi itu rupanya tidak menjawab lagi, mungkin sudah tidak mendengarkan ocehan kakaknya itu, dia hanya menikmati guyuran air dari kran yang segar dan bersih yang memang dari tadi ia nanti-nantikan karena kegerahan yang ia rasakan. suara gemericik yang sedikit berisik namun menjadikan ia tak mendengar suara orang yang sedang berbicara.
"Ada apa teriak-teriak semua kayak di pasar saja, ini kan rumah bukan pasar?" Rupanya perdebatan sengit tadi mampir pula di telinga Papa Ferdian, Pak Iskandar.
"Tuh Pa, masak Ferdian bilang Yenita bodoh sih? lebih pintar pacarnya kata dia, kan Yenita marah dong Pa?" tukas Yenita kepada Papanya.
"Eh fitnah! fitnah!, Ferdian enggak ada bilang bodoh ya? cuma bilang pelajaran-pelajaran pasti sudah lupa? masak lupa sama bodoh disamakan? enggak match dong Pa?. kan masih mending cewek Ferdian dong part time ngelesin anak-anak privat?" Ferdian yang selesai mandi itu langsung menuju ruang yang dimana telah berkumpul semua anggota keluarga untuk melanjutkan perdebatan tadi.
"Tuh Pa, kan selalu ngebandingin Yenita ama pacarnya yang penjaga toko itu" seloroh Yenita sewot.
"Eh, siapa yang bandingin? Astaga!" Tepok jidat si Ferdian, "kan tadi Kakak sama Mama yang mulai jelek-jelekin Indira, sekarang balik jadi Ferdian yang jadi tersangka sih?" Ungkap Ferdian mengelak.
"Sudah ... sudah! Papa kira anak-anak kalau sudah dewasa itu bakal jarang berantem? Eh lha kok sama saja?, kecil berantem rebutan mainan. Sudah besar gini berantem rebutan pendapat hummm" potong ayah di tengah perdebatan mereka itu sembari mengajak semua anggota keluarga untuk segera menuju ruang makan dan makan bersama.
Terlihat mereka yang tadinya bertengkar sudah mengikui petunjuk Papanya. Tania yang disapa oleh Ferdian dan kemudian di gendongnya, gadis cilik yang imut ini adalah keponakan yang di cintainya dan selalu dikecupi manja oleh Ferdian. betapa imut dan cantiknya gadis kecil yang belum sekolah itu.
Diajak dan di dudukkan di kursi ruang makan, disana telah tertata rapi hidangan santap malam dengan berbagai menu kesukaan keluarga. Ada Fuyung hai kesukaan Papanya, Udang saus asam manis kesukaan Ferdian dan Tania, Tumis kacang panjang disertai irisan daging membuat selera menjadi tergugah. Tak menunggu lama segera semuanya bersiap menikmati semua menu masakan Mama juga kakaknya tadi.
Ketika makan, keluarga ini memang mengutamakan kekhusyukan, jadi kalau bisa di usahakan tidak ada yang berbicara atau bersuara, fokus menikmati hidangan itu.
Karena itu untuk berbicara sebaiknya seperti tadi, terjadi sebelum aktivitas makan atau setelah selesai makan.
Si kecil Tania juga berusaha makan sendiri sambil belajar meskipun harus didampingi, tak lupa Ferdian menyapa pujaan hatinya yang disana dengan ponselnya.
[Selamat malam cantikku, sedang apa? aku lagi makan malam bersama keluarga]
[Wah ... sehati, aku juga lagi makan bersama, Masku sayang]
balasan yang tidak ada sekian menit itu menandakan mereka berdua selalu standby dengan ponsel selalu dalam genggaman, betapa hati mereka terpaut satu sama lain, yang meskipun telah berjalan sekitar tujuh tahun, semenjak Indira kelas satu SMA. Mereka berhasil sekian lama menjaga hubungan kasih itu tetap berwarna sampai sekarang, dari jaman SMA, empat tahun masa kuliah Ferdian dan sekarang masa kerjanya yang sudah ia jalani selama dua tahun ini.
[Ya udah mari makan dulu, sama-sama meskipun kamu disana dan aku disini, kita tetap makan bersama. Jangan malam-malam ya boboknya. Miss U sayang]. Percakapan pada ponsel Ferdian mengakhiri.