Aku, Habib dan Umar membawa Farida kerumah sakit dengan dua mobil. Untungnya mbak Anisa sudah kembali dari pasar, sehingga Azka tidak harus sendirian dirumah. Bang Fahri juga langsung di telepon agar bisa segera pulang untuk ikut melihat keadaan Farida.
Kami berangkat menggunakan mobil Habib. Aku duduk di samping kemudi, sedangkan Umar memangku Farida di jok belakang. Semua orang mengkhawatirkan keadaan Farida, termasuk Umar yang kelihatan sangat ketakutan kehilangan bayinya.
Bahkan, lelaki itu sampai menangis ketika dia mengecup dahi Farida. Hatiku mendadak merasa tak nyaman melihat hal itu. Bukannya sengaja, aku kebetulan melihat kearah spion dan bersamaan dengan itu Umar pun mengecup dahi Farida.
Jika ditanya apakah aku cemburu, jawabannya tentu saja tidak. Hanya aneh saja, karena Habib sudah tak lagi melakukan hal itu padaku. Padahal dulu dia sangat rutin mengecup dahi ini sebelum pergi ke kampus.