Mbak Anisa terus menangis saat dia bercerita tentang ketakutannya. Itu akan sangat mengerikan, melihat bang Fahri yang selalu berdiri di atas bangunan-bangunan bertingkat sambil menatap ke depan untuk merencanakan suatu pembangunan akan terlihat aneh saat dia hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Aku bahkan tak sanggup membayangkan bagaimana nasib anak dalam kandungan mbak Anisa jika ayahnya tidak bekerja lagi, ini pasti sulit. Bahkan jika Habib yang mengalami kelumpuhan pun, belum tentu aku bisa kuat.
Mbak Anisa sendiri belum melihat secara langsung bagaimana kondisi suaminya, sebab doker mengaku jika saat ini bang Fahri sama sekali belum bisa di jenguk. Semalaman kakak iparku menangis sambil mengadu pada Allah untuk memberi kesembuhan pada suaminya, tapi sampai jam dua siang ini, belum ada kemajuan apapun.
"Permisi, Bu Anisa?" Seorang suster pria menyembulkan kepalanya dari arah pintu sambil menyebutkan nama wanita yang baru saja selesai menangis ini.