"Bagiku, tidak ada wanita yang lebih baik dari El," tekan Umar terang-terangan. Seolah ingin menunjukkan kalau dia sudah tidak peduli pada perasaan Farida.
"Kenapa kamu lebih peduli padanya?! Kenapa? Kenapa kamu lebih peduli pada anak tiri itu dibanding aku?!" marah Farida berteriak lantang hingga suaranya memenuhi seisi rumah.
Umar melotot bingung, dia menatapku dengan penuh tanda tanya. "Anak tiri?" Umar menolehkan kepalanya untuk bisa menatapku, yang berdiri tepat dua langkah di samping kirinya.
Tatapannya memperlihatkan kebingungan dan juga rasa tidak percaya. Yang tadinya hanya kepala dan setengah badan, kini Umar memutar tubuhnya untuk bisa menghadapku, melihat manik mata yang kini ku alihkan ke arah lain.
"Maksudnya?" tanya Umar lagi masih dengan raut wajah yang sama.